Kemurnian CO₂ bukan sekadar spesifikasi—ini pengunci reaksi urea. Industri kini mengincar 99,5–99,9% CO₂ dengan air di ratusan ppm sambil mengompresi hingga 150–155 bar.
Industri: Fertilizer_(Ammonia_&_Urea) | Proses: CO2_Removal
Urea yang stabil dan efisien lahir dari CO₂ yang hampir tanpa cela. Produsen pupuk komersial di Indonesia bahkan menjual CO₂ dengan kemurnian ≥99,7% dan batas H₂O 0,05% (500 ppm) (www.pupuk-indonesia.co.id). Pada praktiknya, umpan ke seksi sintesa urea diperlakukan seketat itu agar reaksi tidak “keracunan”.
Standarnya lugas: CO₂ ≥99,5% dengan air dan pengotor di kisaran ratusan ppm. Bahkan jejak gas inert seperti N₂/Ar atau gas mudah terbakar seperti H₂ akan menurunkan tekanan parsial efektif, memaksa recycle, dan menekan konversi—serta menaikkan ammonia di vent (id.scribd.com).
Di sisi lain, jejak sulfida, oksigenat, atau amina berpotensi mempercepat korosi atau menonaktifkan peralatan hilir. Karena itu, spesifikasi urea-grade menuntut kemurnian nyaris murni—dan sistem pemurnian yang disiplin.
Optimasi SMR dengan APC: Hemat Energi & Turunkan Suhu Pipa
Spesifikasi kemurnian CO₂ urea‑grade
Window operasinya ketat: 99,5–99,9% CO₂. Contoh komersial: spesifikasi Pupuk Indonesia untuk CO₂ ≥99,7% dengan sisa (<0,3%) mayoritas adalah kelembapan, dan limit H₂O 0,05% (500 ppm) (www.pupuk-indonesia.co.id). Umpan dengan inert lebih tinggi diketahui menurunkan konversi CO₂ dan menaikkan vent ammonia (id.scribd.com), sehingga operasional mengarah pada kandungan non‑CO₂ yang minimal.
Contoh skala industri: satu fasilitas di Indonesia mengonversi 50.000 ton/tahun off‑gas urea menjadi CO₂ cair—produk “food‑grade” 99,7% (www.pikiran-rakyat.com; www.pupuk-indonesia.co.id). Di hulu, praktik “sweetening” CO₂ dengan pelarut amina (amine) lazim untuk menurunkan H₂S/CO₂ dari gas asam; pada konteks ini, solusi berbasis amina seperti co2-h2s-removal-amine-solvent menjadi relevan pada tahap penangkapan awal sebelum polishing untuk urea.
Pengotor kritis dan langkah pemurnian
Kelembapan adalah musuh senyap. Air di CO₂ dapat membentuk asam karbonat atau hidrata pada tekanan tinggi—menyulut korosi dan sumbatan aliran (www.mdpi.com). Secara praktik, alir CO₂ didinginkan dan diflash dalam knock‑out drum (K.O. pot—bejana pemisah cepat fase cair/gas) untuk mengondensasikan air dan hidrokarbon berat; overhead regenerator amina biasa ikut didinginkan pascakompresi untuk menjatuhkan air.
Tahap berikutnya adalah dehidrasi ke puluhan ppm H₂O (ppm = parts per million). Unit TEG (Triethylene Glycol—pelarut glikol untuk mengikat air) atau pengering ayakan molekuler (molecular sieve—adsorben berpori mikro) lazim dipakai (www.mdpi.com). Untuk grade pipa atau urea, pedoman mematok air <500 ppm—bahkan <100 ppm bila ada jejak gas asam—guna menghindari korosi lokal (www.researchgate.net).
Hidrokarbon berat (metana, etana, propana, aromatik) dihapus lewat refrigerasi atau adsorpsi; intercooler antar‑tahap kompresor mengondensasikan sisa hidrokarbon untuk kemudian didrain. Bila perlu, bed karbon aktif atau chiller tambahan ditambahkan—di sini, media seperti activated-carbon lazim untuk menangkap organik jejak. Pada praktiknya, CO₂ dari pabrik amina yang “bersih” memiliki ~0,03%mol CH₄/C₂H₆ (kasus terlapor: www.cheresources.com), dan umumnya tersisihkan oleh pendinginan.
Jejak O₂ atau N₂ (sering <0,1%) ditekan dengan menurunkan oksidasi amina dan mengendalikan purge gas inert. Target akhirnya: CO₂ ≥99,5% dengan air dan pengotor di ratusan ppm rendah—sejalan dengan contoh spesifikasi komersial 99,7% CO₂ dan 0,05% H₂O (500 ppm) (www.pupuk-indonesia.co.id).
Kompresi CO₂ ke tekanan reaktor
Setelah murni, CO₂ dikompresi ke tekanan sintesa urea modern di kisaran ~150–155 bar (15–15,5 MPa; bar = satuan tekanan; MPa = megapascal) (id.scribd.com). Biasanya digunakan kompresor multistage sentrifugal atau resiprokal; untuk mencapai >150 bar pada CO₂, praktiknya memerlukan setidaknya 6–10 tahap (epcmholdings.com).
Tiap tahap diselingi intercooler guna buang panas kompresi dan mengembunkan sisa air. Studi desain menunjukkan lebih banyak tahap (5–6 intercooler) memangkas kebutuhan daya dan beban pelepasan panas (www.mdpi.com; www.mdpi.com). Praktik lapangan membatasi temperatur keluar antartahap di ~80–95°C untuk menyeimbangkan efisiensi dan batas material (www.mdpi.com; www.mdpi.com).
Contoh akademik CCS: 2,45 Mt/tahun CO₂ dikompresi dalam 5 tahap dengan limit temperatur antartahap 95°C, daya total sekitar 24 MW pada beban penuh (www.mdpi.com). Pada ~15 MPa, CO₂ mendekati titik kritis (titik kritis = 31°C, 73,8 bar) sehingga berada dalam fase fluida padat‑rapat (supercritical) yang efisien dipipakan (epcmholdings.com). Material dan seal kompresor dipilih spesifik untuk layanan CO₂ (pelumasan/oil‑free; kompatibel dengan jejak air).
Fine Coal Recovery: Perbandingan Spiral, Reflux Classifier, dan Flotation
Desain sistem pipa CO₂ fase rapat

Transport CO₂ bertekanan tinggi ke reaktor (atau pabrik terdekat) mengikuti prinsip pipa fase rapat (dense‑phase). Material pipa harus mempertahankan keuletan dan ketangguhan pada kondisi CO₂ bertekanan—CO₂ berperilaku seperti cairan bertekanan tinggi—sehingga baja karbon kekuatan tinggi (mis. X52) berating ≥200 bar dengan pengelasan dan inspeksi pengendalian propagasi retak menjadi standar (www.projectconsulting.com).
Inline analyzer—kromatograf gas dan sensor kelembapan—menjaga kesesuaian spesifikasi, sementara strategi penanggulangan transient tekanan dilibatkan (www.projectconsulting.com). Jalur pipa umumnya diinsulasi dan ditanam (buried) untuk menghindari suhu turun di bawah temperatur kritis yang bisa memicu pembentukan dry ice. Rating tekanan ditetapkan di atas 150 bar, dengan relief dan monitoring valve untuk kontrol. Sejalan pedoman CCS, kadar air di pipa dijaga <500–1000 ppm guna mencegah korosi/hidrata (www.researchgate.net). Sistem keselamatan—non‑return valve, auto‑shutdown, vent header—adalah perangkat baku.
Cara Baru Mengurangi Risiko Tailings Batubara dengan Dewatering
Dampak operasional dan arah industri
Integrasi ammonia–urea modern yang mendaur ulang CO₂ menghemat emisi dalam skala ratusan ribu ton CO₂ per tahun. Contoh di Indonesia: satu pabrik urea menerapkan penangkapan CO₂ dan perbaikan proses sehingga menurunkan ~4.180 tCO₂e/tahun (indonesia.un.org). Arah industri bergerak ke “blue” ammonia dan urea—menggunakan CO₂ tertangkap—untuk mengejar target nasional penghindaran emisi jutaan ton (indonesia.un.org; indonesia.un.org).
Rancang bangun pemurnian–kompresi seperti di atas sudah matang: memastikan CO₂ >99,7% (www.pupuk-indonesia.co.id) dan memungkinkan pemipaan yang aman serta hemat energi menuju reaktor urea.
