TEXTILE BLEACHING : PENTINGNYA KONTROL PH, SUHU, DAN KIMIA KHUSUS UNTUK MENJAGA KUALITAS KAIN

Pengaturan pH dan suhu yang tidak tepat pada bak pencucian dapat merusak serat kapas dan menurunkan kualitas hasil warna. Sebaliknya, setelan pH dan suhu yang benar akan menghasilkan kain putih bersih, kuat, serta menghemat air dan energi. Riset terbaru dan praktik lapangan semakin menegaskan parameter-parameter ini secara terukur.

Industri: Tekstil
Proses: Scouring & Bleaching

PROSES DASAR DAN PERAN PEMBILASAN

Scouring (pembersihan berbasis alkali) dan bleaching (oksidasi) menghilangkan lilin alami, minyak, serta pigmen dari kapas. Namun, kedua proses ini meninggalkan residu kimia seperti soda kaustik, surfaktan, hidrogen peroksida, dan stabilizer. Pembilasan (rinsing) yang tuntas merupakan tahap krusial untuk menjaga kekuatan serat dan memastikan penyerapan zat warna merata pada tahap pewarnaan.

Fakta penting tetap sama: pH dan suhu di setiap bak merupakan kunci efisiensi pembersihan. Bahan pembersih dan netraliser yang spesifik bekerja untuk menargetkan residu tertentu. Air bilasan setelah bleaching harus memenuhi standar lingkungan, dengan pH antara 5–9 (menurut publikasi MDPI), sementara kain perlu mendekati pH netral (≈6–7) sebelum masuk ke proses pewarnaan.

Banyak fasilitas menerapkan prosedur "bleach cleanup" yang menargetkan pH bilasan akhir sekitar 6–7 untuk mencegah carryover alkali atau oksidator. Selain menjaga mutu kain, pengendalian pH ini juga menekan beban COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biological Oxygen Demand) pada limbah cair. Regulasi lingkungan di Indonesia, misalnya, menetapkan batas pH efluen sekitar 6–9—sehingga penetralan bak ke pH berkisar 6–8 menjadi standar dalam operasi.

Baca juga: Cara Efektif Menjaga Semen Tetap Kering: Silo Kedap, Udara Kering, dan Additive Hidrofobik


RESIDU KIMIA DAN DAMPAKNYA

Jika sisa hidrogen peroksida atau alkali tidak dinetralisir dengan benar, serat kapas dapat melemah dan zat warna tidak menyerap dengan merata. Oleh karena itu, kain sebaiknya mendekati pH netral (6–7) sebelum proses lanjutan. Selain itu, efluen dari bilasan pasca-bleach idealnya berada dalam kisaran pH 5–9 (MDPI). Praktik di lapangan biasanya menetapkan pH bilasan akhir sekitar 6–7 untuk stabilitas proses.

Pengelolaan residu kimia bukan hanya soal keindahan warna atau kekuatan serat—tetapi juga tentang kepatuhan terhadap regulasi lingkungan. Menjaga pH limbah cair dalam rentang legal (sekitar 5,5–9) merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pembilasan dalam industri tekstil.


AGEN PEMBERSIH DAN NETRALISER KHUSUS

Dalam proses pembilasan, pabrik menggunakan berbagai kimia tambahan:

  • Detergen dan surfaktan (anionik/nonionik, low-foaming) melarutkan serta menahan minyak atau lilin tersabunkan.

  • Wetting agent membantu penetrasi kimia ke struktur kain yang bertekstur.

  • Softening/leveling agent mencegah bercak air (water spotting).

  • Chelating agent seperti EDTA, fosfonat, atau sodium tripolyphosphate mengikat ion Ca/Mg dalam air keras, mencegah kerak dan membantu pengangkatan residu.

Alternatifnya, beberapa pabrik menggunakan water softener atau sistem demineralisasi untuk mengurangi kesadahan air di hulu proses.

Dalam proses bleaching berbasis hidrogen peroksida, residu oksidator perlu didekomposisi. Agen seperti sodium bisulfite atau produk proprietari seperti Rucorit INPK bekerja untuk mengubah H₂O₂ menjadi air dan oksigen, terutama pada kondisi basa. Reducing agent seperti sodium dithionite dan hydrogen sulfite juga lazim dipakai.

Pendekatan yang lebih ramah lingkungan kini menggunakan enzim catalase, yang secara selektif menguraikan H₂O₂ menjadi air dan oksigen. Studi menunjukkan bahwa penggunaan catalase dapat mengeliminasi satu siklus cuci penuh, sehingga menghemat air tanpa mempengaruhi kualitas warna akhir (scielo.br).

Dalam percobaan lain, penambahan 0,4 g/L catalase langsung ke bak dyeing memberikan efisiensi penyerapan zat warna setara dengan pembilasan ulang, namun dengan volume efluen yang jauh lebih kecil (scielo.br).

Untuk menurunkan pH kain pasca-scouring/bleaching, asam ringan seperti asam asetat ataupun asam sulfat encer digunakan. Penetralan harus dilakukan secara bertahap untuk mencegah hidrolisis asam yang dapat merusak serat selulosa. Setelah bleaching pada pH sekitar 11 (menurut PubMed Central), kain didinginkan dan asam asetat ditambahkan hingga mencapai pH sekitar 7.


PENGENDALIAN SUHU SELAMA PEMBILASAN

Suhu merupakan faktor kunci dalam melarutkan residu, menurunkan viskositas, dan mempercepat reaksi. Pada proses scouring, suhu tinggi (80–100 °C) digunakan untuk menyabunkan lilin dan pektin. Sedangkan bleaching dengan hidrogen peroksida biasanya dilakukan mendekati titik didih air (95–100 °C) agar oksidasi berjalan optimal.

Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan activator seperti glycerol triacetate (0,9%) dan peracetic acid (1,0%) memungkinkan penurunan suhu bleaching dari 100 °C ke 80 °C dengan hasil pemutihan yang hampir sama. Pada suhu 80 °C selama 30 menit, whiteness index sebesar 61,09 (CIE Berger) dapat dicapai—setara 97% dari whiteness konvensional (62,94) (PubMed Central).

Umumnya, proses scouring dilakukan pada 80–95 °C dan pH 11–12; bleaching pada sekitar 95 °C dan pH 10,5–11. Untuk bilasan, suhu awal dijaga pada 40–60 °C agar surfaktan tetap aktif. Beberapa pabrik menambahkan tahap bilasan intermediate di 50 °C untuk mengangkat residu utama sebelum penurunan suhu secara bertahap ke tahap akhir.

Baca juga: Panduan Maintenance Sistem Pneumatik di Area Packaging Pabrik Semen


URUTAN PROSES PEMBILASAN TERKONTROL

Protokol pembilasan pasca-bleach biasanya terdiri dari:

  1. Hot rinse (60–80 °C, pH 9–10) dengan detergen untuk menghilangkan sabun dan peroksida bebas.

  2. Bak katalis berisi enzim atau garam logam (Fe/Mn) pada 50 °C, pH 8–9, untuk mempercepat dekomposisi H₂O₂.

  3. Water rinse (40–50 °C) untuk mengangkat hasil dekomposisi.

  4. Acid rinse (30–40 °C) untuk menurunkan pH ke sekitar 6–7.

  5. Cold rinse (20–30 °C) sebagai tahap akhir.

Reaksi katalitik hidrogen peroksida oleh garam mangan/besi berlangsung cepat pada pH sekitar 9 dan suhu 50–60 °C. Hasil akhir berupa kain dengan whiteness mendekati 60–63 (CIE Berger), residu oksidator minimal, dan kekuatan tarik serat terjaga (kehilangan 3–5%).


EFISIENSI AIR DAN KEPATUHAN LINGKUNGAN

ChatGPT Image Nov 5, 2025, 01_39_57 PM

Penghematan air sebesar 10–30% dapat dicapai melalui sistem counter-current rinsing atau reuse cairan pembilas sebelumnya—strategi yang disebut "murah dan efektif" dalam laporan industri (fibre2fashion.com). Beberapa pabrik besar bahkan menggunakan kembali cairan bleaching panas, dengan penambahan peroksida segar untuk batch berikutnya. Proses ini menghemat energi pemanasan dan konsumsi soda hingga 20–30%.

Kendati demikian, penggunaan ulang harus dipantau karena impuritas (misalnya logam Fe) dapat terakumulasi.

Dalam konteks pengolahan limbah, pembilasan yang tidak memadai akan menaikkan COD limbah hingga ratusan mg/L. Strategi pembilasan yang optimal—disertai agen netralisasi yang tepat—dilaporkan dapat menurunkan COD sampai 50–70%. Target limbah cair setelah pembilasan pasca-bleach adalah pH 6–9 dengan residu oksidator minimal.


PENGENDALIAN PROSES DAN JAMINAN MUTU

Fasilitas modern menggunakan sensor online untuk memantau pH dan suhu, dilengkapi sistem dosing otomatis yang menambah asam atau basa sesuai kebutuhan. pH controller memastikan pH akhir berada di 6,5–7,0 dengan dosis acetic acid yang presisi. Residu H₂O₂ diuji secara iodometrik, dengan target “tanpa peroksida terdeteksi” (<0,1 g/L) sebelum proses pewarnaan.

Jika residu peroksida terlalu tinggi, pabrik dapat menambahkan lebih banyak catalase atau reducing agent, atau menjalankan satu siklus pembilasan tambahan. Tren mutakhir adalah pemakaian enzim (catalase) dan activator untuk menurunkan suhu operasi dan mengurangi konsumsi air, tanpa kompromi pada kualitas penampilan dan kekuatan kain (PubMed Central).

Baca juga: Cara Pengepakan Semen Tanpa Debu: LEV di Spout, Kolektor Terintegrasi, dan Valve Bag Memimpin Otomasi


ANGKA-ANGKA KUNCI

  • Penghematan air 10–30% melalui counter-current rinsing (fibre2fashion).

  • Hasil pemutihan 97% pada suhu 80 °C dengan activator; whiteness 61,09 vs 62,94 (CIE Berger) (PubMed Central).

  • Eliminasi satu siklus cuci menggunakan catalase 0,4 g/L, tanpa perubahan shade warna (scielo.br).

  • Scouring pada 80–95 °C dan pH 11–12; bleaching 95 °C dan pH 10,5–11; bilasan akhir pH 6–7 dan residu peroksida <0,1 g/L.


Sumber: Artikel ini disusun berdasarkan literatur teknis dan penelitian proses tekstil, termasuk publikasi oleh Islam dkk. (2022) tentang standar limbah tekstil (MDPI), studi efisiensi air dan penggunaan ulang (fibre2fashion.com), riset pemutihan pada pH dan suhu terkontrol (PubMed Central), serta laporan penggunaan catalase dan peroxide quencher (scielo.br, racl.co.in).

Chat on WhatsApp