Analisator on‑line (PGNAA, XRF, LIBS, NIR) kini membaca kimia bahan baku tiap menit dan otomatis mengubah laju feed serta kecepatan separator untuk menjaga LSF/SR/AR dan Blaine tetap rapat. Hasilnya: throughput naik, energi turun, variabilitas produk anjlok.
Industri: Cement | Proses: Raw_Material_Grinding
Target kualitas di raw mill tidak memberi ruang untuk salah. “Raw meal” (umpan kiln berupa tepung halus) harus memenuhi spesifikasi kimia dan fisika yang ketat agar kiln efisien dan mutu semen terjaga, ditegaskan oleh CementEquipment.org dan Lyncis.
Variasi komposisi raw mix langsung memukul “burnability”: campuran kaya kalsium atau LSF yang labil membuat umpan lebih sulit dikalsinasi, bahan bakar naik, dan klinker melemah sehingga harus digiling lebih halus lagi (CementEquipment.org). Analisis lain menambahkan, fluktuasi oksida memaksa konsumsi energi ekstra dan menurunkan kualitas karena klinker harus di-“over-grind” demi kekuatan (CementEquipment.org).
Intinya: menjaga rasio oksida dan kehalusan tetap stabil adalah fondasi kinerja termal yang konsisten dan mutu semen yang andal.
Baca juga: Low-NOx burner vs SNCR: Duel Kendali Emisi di Kiln Semen
Target kimia dan kehalusan raw meal
Parameter kunci yang dipantau harian di raw mill adalah rasio oksida mayor—umumnya diekspresikan sebagai Lime Saturation Factor atau LSF (rasio kejenuhan kapur), Silica Ratio (SR, rasio silika), dan Alumina Ratio (AR, rasio alumina)—serta Blaine (kehalusan spesifik permukaan partikel). Kestabilan LSF/SR/AR menentukan “burnability”; kestabilan Blaine menentukan efisiensi penggilingan dan homogenitas umpan kiln (CementEquipment.org).
Analisator on‑line PGNAA/XRF/LIBS/NIR di titik kritis
Pabrik modern beralih ke analisator on‑line untuk membaca kimia bahan baku secara kontinu, menggantikan siklus analisa lab yang lambat. Teknologi yang digunakan meliputi PGNAA (Prompt‑Gamma Neutron Activation Analysis, analisis unsur real‑time berbasis aktivasi neutron), XRF (X‑ray fluorescence, fluoresensi sinar‑X), LIBS (laser‑induced breakdown spectroscopy, spektroskopi plasma terinduksi laser), dan NIR (near‑infrared, inframerah dekat). Contohnya, analisator “string” PGNAA di sepanjang belt mampu mengukur komposisi unsur batu kapur, lempung, dan feed lain tiap 1–2 menit (ResearchGate).
Di lokasi lain, analisator cross‑belt atau air‑slide berbasis XRF/LIBS—dipasang setelah crusher atau di konveyor raw mix—memberikan pembacaan kontinu CaO, SiO₂, Al₂O₃, Fe₂O₃ (Global Cement; Lyncis). Vendor menyatakan analisa real‑time memungkinkan penyesuaian dosis dan pencampuran bahan baku secara otomatis, menjaga LSF, SR, dan AR dalam deviasi yang sangat ketat (Lyncis).
Pembacaan kimia tiap beberapa menit ini jauh lebih cepat dibanding siklus sampling lab 1–2 jam (ResearchGate) serta meliputi seluruh aliran material (full‑stream coverage), bukan spot sampling semata (Global Cement).
Penempatan umum: pada belt reclaim di tambang atau stockpile, sebelum inlet raw mill (mis. LIBS memantau blended feed), atau di air‑slide (jalur pneumatik) setelah penggilingan untuk memonitor raw meal yang telah dipulverisasi (Global Cement). Di titik‑titik ini, sistem mencatat rasio oksida raw mix—termasuk unsur minor seperti MgO dan Na₂O—dengan akurasi sekitar 0,05–0,3 wt.% (ResearchGate; Global Cement). Data ini menjadi input hidup ke sistem kontrol pabrik.
Baca juga: Alasan Semen Tidak Boleh Lembap: Pengenalan Strategi Silo Kedap Udara dan Tekan Kering
Loop otomatis: feeder, feed rate, dan kecepatan separator

Data analisator terhubung langsung ke loop kontrol mill. Sistem kontrol tingkat lanjut—sering berbasis MPC, model predictive control (kontrol prediktif berbasis model)—menggunakan pembacaan komposisi untuk menyesuaikan kecepatan feeder atau proporsi campuran secara on‑the‑fly. Jika CaO pada batu kapur naik, controller menurunkan aliran feeder batu kapur dan menaikkan porsi lempung untuk menyeimbangkan LSF; bila alumina rendah, feeder lempung otomatis dibuka untuk menjaga AR tetap pada target (Global Cement; CementEquipment.org). PLC/DCS (programmable logic controller/distributed control system) dapat menjalankan mode blending kontinu atau menutup loop via MPC multivariable yang mengoordinasikan semua feeder.
Kontrol juga menyentuh parameter operasi penggilingan untuk menjaga kehalusan dan laju produksi. Di mill sirkuit tertutup, dua variabel manipulasi utama adalah laju feed baru (fresh feed rate) dan kecepatan separator (mydokument.com). Bila produk mengarah lebih kasar (Blaine turun), controller dapat menaikkan kecepatan separator atau menurunkan feed. PID (proportional–integral–derivative) sederhana kerap kewalahan oleh keterkaitan kuat antar loop; banyak pabrik beralih ke MPC multivariable.
Dalam satu kasus industri (FLS ProcessExpert), pendekatan PI/PID berjenjang diganti MPC yang menghitung setpoint baru untuk feed dan kecepatan separator secara dinamis. Controller MIMO (multi‑input multi‑output) ini menggunakan fungsi biaya (cost function) untuk menyeimbangkan target produksi dan energi, menghasilkan operasi lebih stabil, konsumsi energi lebih rendah, dan throughput lebih tinggi—serta mampu menangani perubahan “resep” antar tipe semen lewat penyesuaian “target vectors” otomatis (mydokument.com).
Secara praktik: analisator on‑line mengukur kimia tiap beberapa menit; logika pengendalian blending membandingkan LSF/SR/AR terukur terhadap setpoint dan menghitung koreksi feeder (PI atau MPC). Serentak, loop penggilingan menjaga kehalusan dengan mengatur feed dan kecepatan separator memakai pembacaan Blaine atau parameter surrogate seperti daya listrik (power draw) atau aliran udara. Jika terdeteksi offset komposisi mendadak—mis. kemacetan feeder atau perubahan ore—alarm atau batasan laju feed melindungi mill. Beberapa sistem menanamkan model prediktif agar koreksi kualitas bersifat proaktif, bukan reaktif semata.
Dampak terukur pada throughput, energi, dan variabilitas
Dengan menyusutkan varians blending, kombinasi analisator dan kontrol otomatis menjaga kimia dan kehalusan kiln feed nyaris konstan. SpectraFlow mencatat, penggunaan analisator air‑slide yang dipadukan perangkat lunak proporsioning mampu “menetralkan variasi bahan baku lokal untuk meningkatkan konsistensi raw meal dan kiln feed” (Global Cement).
Secara empiris, satu vendor melaporkan stabilitas proses yang lebih baik memberikan hingga 6% kenaikan throughput mill, 4% penurunan konsumsi energi spesifik, dan 30% penurunan variabilitas produk (mydokument.com). Studi industri lain menemukan, otomasi tingkat tinggi (di atas kontrol normal) meningkatkan efisiensi energi sekitar 2,5–5% (ResearchGate). Penghematan bahan bakar beberapa persen saja krusial di raw mill, yang menyumbang ~30% konsumsi energi pabrik.
Secara konkret, kendali LSF yang ketat meminimalkan ayunan CaO di kiln; konsumsi bahan bakar per ton klinker menjadi lebih terprediksi. Kendali kehalusan yang lebih tepat menghindari over‑grinding maupun Blaine yang meleset: setiap penurunan kehalusan raw mix 1–2% dapat menaikkan energi spesifik beberapa persen. Banyak vendor membingkai ROI analisator: menjaga LSF dalam ±0,5% alih‑alih ±2% dapat menghemat sekitar 0,5–1% bahan bakar termal.
Contoh penerapan: satu lini baru berkapasitas 5.000 t/hari dilengkapi analisator air‑slide dan cross‑belt (untuk stockpile) khusus untuk “mengunci” kimia feed (Global Cement).
Manfaat tak langsung turut mengikuti: operasi kiln yang lebih konsisten, lebih sedikit gangguan produksi, dan pengurangan penyesuaian kualitas di hilir. Kontrol tingkat lanjut juga menurunkan beban kerja operator dan “mengabadikan” setelan praktik terbaik.
Baca juga: Daur Ulang Air Limbah Tekstil Menuju Zero Liquid Discharge (ZLD)
Sumber dan referensi industri
Artikel ini merujuk pada publikasi industri dan riset terotoritatif, termasuk catatan proses, instrumenasi, dan studi kasus terkini: Global Cement; Lyncis; mydokument.com; ResearchGate; ResearchGate; ResearchGate; CementEquipment.org; Global Cement.
