Pabrik tekstil mengonsumsi 100–200 liter air per kg kain, menghasilkan limbah sarat warna, garam, organik, dan logam berat. Tekanan UU 32/2009 dan PermenLH mendorong daur ulang untuk penggunaan non-kritis kini, Zero Liquid Discharge (ZLD) kemudian—dengan biaya operasi setara US$0,3–0,5/m³.
Industri: Textile | Proses: Water_Softening_&_Treatment
Pabrik tekstil adalah “pabrik air” terselubung. Konsumsi tipikalnya 100–200 L per kg kain (www.mdpi.com), lalu dibuang sebagai efluen yang sangat tercemar—kaya zat warna, garam, bahan organik, hingga logam berat (www.mdpi.com) (www.mdpi.com).
Di Indonesia, kerangka UU 32/2009 dan sederet PermenLH menegakkan baku mutu ketat untuk efluen (www.researchgate.net). Strategi modern: pertama memenuhi reuse untuk penggunaan non‑kritis (bilasan mesin, cleaning, cooling), lalu melangkah ke Zero Liquid Discharge (ZLD, pendekatan tanpa pembuangan cairan) yang dalam skema maju bisa memulihkan 95–98% air proses—memadai untuk dyeing, washing, hingga cooling (link.springer.com).
Praktiknya mulai terlihat: pilot di Bangladesh menargetkan ~80% reuse air tanpa pembuangan (smepprogramme.org). Sasaran yang diidamkan: memangkas asupan air baku >80% dan memenuhi standar reuse—dengan biaya operasi sekitar US$0,3–0,5 per m³ (www.mdpi.com).
baca juga: Boiler Cleaning Chemicals
Kebutuhan mutu air proses tekstil
Kualitas air yang diperlukan berbeda per proses. Pretreatment (desizing, scouring, bleaching) butuh air relatif bersih (pH moderat, kekeruhan rendah) agar bahan kimia efektif. Dyeing dan printing menuntut air sangat lunak (soft) dan berkonduktivitas rendah—reaktif dyeing memakai garam dalam dosis besar sehingga efluen menjadi sangat salin (www.mdpi.com)—sementara tingkat fiksasi zat warna hanya ~20–50% (www.mdpi.com).
Kekerasan sisa pada air bilasan dapat menggeser shade akhir; studi merekomendasikan air softened untuk mencegah perubahan warna saat pengeringan (pdfcoffee.com). Praktiknya, pabrik melunakkan atau mendemineralisasi air umpan untuk proses warna ke <10–50 mg/L kesadahan CaCO₃. Unit pelunak seperti softener lazim dipakai untuk menekan kalsium/magnesium. Untuk deionisasi penuh, opsi ion exchange juga digunakan.
Finishing menggunakan volume lebih kecil tetapi bisa mengandung bahan proses beracun. Kebutuhan utilitas (cooling, boiler) spesifik—misalnya TDS (total dissolved solids) rendah untuk uap. Alhasil, air recycle idealnya tersaring, rendah organik/warna, dan dilunakkan bila untuk dyeing; untuk flushing mesin atau cooling, residu garam/kejernihan yang lebih rendah masih bisa ditoleransi.
Skema pengolahan berbasis membran
Skema multi‑barrier menjadi tulang punggung reuse. Tahap pertama adalah equalization dan pretreatment: penyangga debit/pH dan penyisihan pasir/gerinjing dengan penyaringan awal—unit physical separation berikut automatic screen sering dipakai. Dosis bahan kimia dikendalikan presisi memakai dosing pump.
Koagulasi–flokulasi (mis. alum atau garam besi) diikuti sedimentasi atau flotasi menurunkan koloid organik/warna dan padatan tersuspensi (link.springer.com), dengan potensi pemotongan COD/BOD (indikator beban organik) ~30–50% di lapangan. Koagulan dan polimer tersedia komersial seperti coagulants dan flocculants. Untuk sedimentasi kompak, clarifier atau flotasi DAF menjadi pilihan umum, sering diikuti filtrasi pasir sand silica.
Tahap membran mencakup UF/RO. Ultrafiltration (UF, saringan membran ~10–100 kDa, kDa = ukuran massa molekul) menyisihkan koloid, mikroba, dan organik ber-BM tinggi (link.springer.com). UF lazimnya menghilangkan >80% kekeruhan/SS dan porsi besar warna. Solusi komersial seperti ultrafiltration menjadi pretreatment standar menuju RO.
Berikutnya, Reverse Osmosis (RO) atau nanofiltrasi (NF) menurunkan garam terlarut, pewarna, dan organik kecil. RO menunjukkan >99% penurunan COD, warna, dan TDS (www.mdpi.com) (www.mdpi.com). Permeate (air hasil RO) dapat memenuhi kriteria reuse yang ketat—bahkan standar air minum (www.mdpi.com). NF (nanofiltration) dapat dipilih bila targetnya dominan kesadahan, seperti unit nano-filtration, sedangkan paket RO industri umum tersedia sebagai membrane systems. Penyesuaian pH atau remineralisasi dilakukan pasca‑RO bila diperlukan.
Oksidasi lanjutan dan warna
Untuk warna dan organik resisten, ozonasi atau UV/H₂O₂ (advanced oxidation) efektif (www.mdpi.com) (www.mdpi.com). Studi menunjukkan ozon menurunkan warna secara dramatis—92–97× per tahap (www.mdpi.com). Biaya energinya perlu dicatat: sekitar 10–15 kWh per kg O₃, namun fouling pada UF/RO biasanya jauh berkurang. Sebagai “polishing”, disinfeksi ultraviolet dan media activated carbon sering dipakai bila masih ada jejak kontaminan.
Tahap biologis opsional
Bila COD/BOD sangat tinggi, tahap biologis aerobik atau MBR (membrane bioreactor) ditambahkan untuk memoles organik sebelum membran lanjutan (link.springer.com). Limbah tekstil dikenal sulit terurai hayati, tetapi setiap penurunan beban biodegradable meningkatkan efisiensi hilir. Paket membrane bio-reactors (MBR) menggabungkan biologi dan UF untuk kualitas reuse.
baca juga:
Pengertian dan Pengaruh TDS dan TSS Terhadap Kualitas Air
Manajemen brine dan ZLD
Reject RO (brine/konsentrat) perlu ditangani. Untuk mendekati ZLD, alirkan ke evaporasi/kristalisasi—termal atau MVR (mechanical vapor recompression) (link.springer.com). Evaporator mendistilasi air, umumnya memulihkan >90% volume brine, menyisakan garam padat untuk pembuangan atau pemulihan. Praktik ZLD penuh sering menghasilkan ~95–98% total recovery (link.springer.com).
Bila evaporasi penuh belum ekonomis, brine RO bisa didaur ulang ke siklus awal (mis. bilasan kurang kritis) atau dikirim ke CETP (common effluent treatment plant) untuk pengolahan bersama (link.springer.com).
Kinerja pilot dan skema proses
Skema contoh: equalization → coagulation/flocculation → sedimentation → sand filtration → ozone → UF → RO → (permeate → reuse; brine → evaporator/crystallizer). Ini merefleksikan pilot yang ditunjukkan: dua tahap UF/RO (dengan flokulasi‑sedimentasi dan ozon) memulihkan 86,8% air umpan, dengan permeate di bawah ambang reuse (www.mdpi.com) (www.mdpi.com).
Angka kinerja kunci: UF menghilangkan ~90% padatan tersuspensi dan porsi besar COD/warna, sedangkan RO mencapai ~99% reduksi DOC (dissolved organic carbon)/warna (www.mdpi.com) (www.mdpi.com). Pada umumnya, UF juga mencatat >80% penurunan kekeruhan/SS sebelum RO. Estimasi biaya pengolahan berada pada kisaran US$0,3–0,5 per m³ (www.mdpi.com).
Roadmap implementasi bertahap

1) Water audit dan segregasi: petakan semua aliran (proses dengan mutu berbeda), ukur debit dan kualitas air baku serta limbah. Identifikasi penggunaan “kritis” yang butuh mutu tertinggi (dyeing, bilasan akhir, boiler) versus “non‑kritis” (pre‑rinse, pembersihan lantai, cooling). Estimasi porsi air sumber yang bisa diganti air recycle.
2) Target reuse & KPI: tetapkan target kuantitatif (mis. % penurunan asupan air baku, % limbah yang didaur ulang, target konsentrasi untuk aliran reuse). Gunakan KPI seperti liter air yang dihemat per kg kain dan tingkat recovery total. Rujukan pedoman Singapura/UE atau benchmark industri (mis. COD <50 mg/L untuk reuse, www.mdpi.com)—seraya memastikan target memenuhi atau melampaui baku mutu buangan (dengan margin).
3) Pilot testing: bangun pilot skala kecil dengan tahapan kunci (mis. koagulasi + sand + ozonasi + UF + RO) untuk memvalidasi kinerja pada efluen aktual. Uji manajemen konsentrat pada skala laboratorium. Data pilot dipakai untuk sizing peralatan dan verifikasi tingkat penyisihan.
4) Fase 1—implementasi reuse: pasang pretreatment skala penuh dan train membran tahap pertama. Alihkan permeate ke penggunaan ber‑sensitivitas rendah (cooling tower, umpan boiler setelah pelunakan, pembersihan proses). Pantau efisiensi dan optimasi dosis/pH. Fase ini umumnya memberi penghematan signifikan, mis. ≥50–80% air dapat direuse (smepprogramme.org).
5) Fase 2—perluasan reuse & kualitas: perluas reuse ke lebih banyak tahapan proses (mis. first‑rinse, suplai sizing). Tambahkan polishing bila perlu (mis. disinfeksi UV atau karbon aktif). Tingkatkan recovery RO (operasi high‑recovery, pertimbangkan 2‑pass RO atau diafiltration—mode RO dengan pembilasan tambahan—sesuai literatur, www.mdpi.com) (smepprogramme.org).
6) Fase 3—zero/minimal discharge: tambahkan unit zero‑discharge seperti evaporator/kristaliser untuk brine RO agar mencapai ~95–98% recovery air (link.springer.com). Pada tahap ini seluruh air berguna didaur ulang internal; limbah yang tersisa adalah padatan (zat warna/garam) dari kristaliser. Integrasi dengan CETP dalam klaster industri tetap opsi untuk berbagi biaya energi (link.springer.com).
Kepatuhan dan indikator kinerja
Seluruh tahapan harus menjaga kepatuhan regulasi. Di Indonesia, baku mutu efluen tekstil (mis. PermenLH 5/2014, dan seterusnya) membatasi COD, BOD, TSS, warna, dan parameter lain. Setiap pembuangan (mis. blowdown) wajib memenuhi ini. Idealnya, mutu periodik aliran reuse justru melampaui batas tersebut (www.mdpi.com).
Baca juga: Pengolahan Limbah Secara Kimia
Proyeksi hasil dan biaya operasi
Dengan program reuse penuh, pabrik dapat memotong pemakaian air baku 60–80% pada fase awal dan mendekati near‑ZLD (>95% recovery) (www.mdpi.com) (link.springer.com). Beban polutan (COD, warna, garam) pada sisa efluen turun tajam—permeate RO kerap ber‑COD di bawah standar air minum (www.mdpi.com).
Biaya air menurun (pembelian air baru dan biaya efluen) dan ketahanan operasional meningkat. Sebagai konteks, sebuah kasus melaporkan biaya air reuse US$0,44/m³, dengan 65% di antaranya berupa energi untuk ozon/RO (www.mdpi.com) (www.mdpi.com). Ke depan, arah menuju ZLD dinilai mampu “optimizing water recycling” sekaligus meminimalkan limbah cair (www.mdpi.com), sejalan dengan kenaikan biaya air dan pengetatan aturan buangan.
Catatan sumber: Data dan panduan diambil dari studi/ulasan wastewater tekstil dan proyek industri: studi kasus sistem reuse UF/RO (www.mdpi.com) (www.mdpi.com), tinjauan teknologi ZLD (www.mdpi.com) (link.springer.com), serta proyek SMEP (target 80% reuse) (smepprogramme.org). Konteks regulasi Indonesia merujuk analisis (www.researchgate.net) dan standar nasional (mis. PermenLH 5/2014).
