Loop tertutup memang minim make‑up, tapi bukan bebas biofilm. Program biocide yang tepat—ditopang monitoring rutin dan flushing periodik—menjadi pembeda antara operasi stabil dan downtime mahal.
Industri: Cement | Proses: Closed
Sistem pendingin loop tertutup (closed‑loop cooling system: sirkuit air yang berputar ulang) sering dipersepsikan “aman” karena tidak terbuka ke lingkungan. Faktanya, karena make‑up water minimal, kontaminan justru menumpuk dari waktu ke waktu—mulai nutrien, logam, hingga oksigen. Satu acuan lapangan menyebut loop tertutup “seharusnya mempertahankan ~90% airnya per tahun” sehingga produk korosi (besi) dan biomassa mikroba terkonsentrasi (www.chardonlabs.com).
Tanpa beban kontaminan setinggi cooling tower terbuka pun, loop tertutup bisa menumbuhkan biofilm—nitrifying, sulphate‑reducing, bakteri aerob, hingga fungi—yang menurunkan perpindahan panas dan mengkorosi pipa. Pemicu utamanya: masuknya organik (misalnya dari degradasi corrosion inhibitor atau kebocoran proses) dan oksigen (via kebocoran/expansion tank). Sejumlah ulasan industri menegaskan “kelalaian treatment dan monitoring” pada loop tertutup tetap berujung korosi dan fouling (www.watertechonline.com; www.powermag.com).
Taruhannya nyata: kegagalan loop tertutup bisa melumpuhkan sistem kritis—bearing, lube‑oil cooler, dan lain‑lain—karena itu kontrol mikrobiologi wajib ditanamkan ke program maintenance (www.powermag.com; www.wcs-group.co.uk). Loop jenis ini kerap memakai kondensat berkualitas tinggi atau demineralized water; pada sisi utilitas, pasokan air demineralisasi lazim diproduksi dengan sistem seperti demineralizer di fasilitas industri.
Baca juga: Low-NOx burner vs SNCR: Duel Kendali Emisi di Kiln Semen
Kerentanan operasional loop tertutup

Sirkulasi air yang sama membuat setiap “masukan” kecil berdampak besar. Organik dari breakdown chemical, atau oksigen yang tersedot melalui seal/expansion tank, cukup untuk memicu biofilm. Begitu biofilm terbentuk, hilangnya efisiensi heat transfer, naiknya head pompa, hingga korosi under‑deposit menjadi konsekuensi yang sering terlewat dihitung biaya nyatanya (www.watertechonline.com; www.powermag.com).
Pilihan biocide: oksidator dan non‑oksidator
Biocide cooling water umumnya dibagi dua: oksidator (oxidizing biocides) dan non‑oksidator (non‑oxidizing biocides). Oksidator—klorin, bromin, ozon, peracetic acid, hidrogen peroksida, chlorine dioxide—membunuh lewat reaksi redoks kuat; cepat dan luas spektrumnya, namun di loop tertutup sering bermasalah kompatibilitas. Oksidator mengonsumsi corrosion inhibitor (mis. nitrite, molybdate) dan menghasilkan spesies halida; khususnya free chlorine atau bromine bereaksi dengan program nitrit dan bisa mempercepat stress corrosion cracking pada logam (www.watertechonline.com; www.chemtreat.com).
Akibatnya, kebanyakan loop tertutup menghindari halogen kontinu. Ada solusi lanjutan—chlorine dioxide yang dibuat on‑site (selektif, toleran pH tinggi, tidak “foul” dengan amonia) dan bahkan monochloramine yang dirancang menembus biofilm keras tanpa cepat terdeplesi (www.chemtreat.com; www.chemtreat.com). Namun opsi ini perlu kendali ketat (stabilizer, produksi on‑site) dan jarang dipakai di loop pabrik semen standar.
Di sisi lain, non‑oxidizing biocides—glutaraldehyde, isothiazolinones, DBNPA, quaternary ammonium compounds—membunuh dengan merusak dinding sel atau metabolisme, bukan lewat oksidasi, sehingga umumnya tidak bereaksi dengan nitrit/molybdat pada corrosion inhibitor (www.watertechonline.com). Glutaraldehyde populer karena spektrum luas dan terurai menjadi senyawa karbon‑oksigen (tanpa halogen atau sulfur), stabil pada pH dan kesadahan tinggi (www.watertechonline.com). Isothiazolone juga lazim (sering dalam blend), meski membawa kadar klorida rendah yang perlu dikelola. Untuk pilihan praktis, pemasok menyediakan lini biocides non‑oksidator bagi loop tertutup.
Skema kombinasi dan dosis operasional
Banyak program modern mengombinasikan pendekatan: oksidator aman dosis rendah atau pulsa singkat, ditambah non‑oxidizing biocide berkala. Studi kasus mencatat chlorination kontinu ditambah glutaraldehyde mingguan “mengendalikan populasi bakteri secara efektif”, walau sebagian biofilm tetap ada (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Laporan lain menyebut banyak pabrik memberi oksidator 1–2 jam per hari dan menambahkan non‑oxidizing biocide seminggu sekali—menghasilkan kontrol efektif dengan total halogen lebih rendah (www.chemtreat.com), biasanya memakai bentuk yang distabilisasi atau ditambah bio‑penetrant (www.chemtreat.com).
Poin kunci: kecuali corrosion inhibitor yang dipakai bersifat non‑nitrit (mis. program phosphate atau molybdate), oksidator umumnya dihindari (www.watertechonline.com; www.chemtreat.com). Saat memakai non‑oxidizer, dosis harus efektif: praktik lapangan untuk glutaraldehyde atau isothiazolinone berada pada ratusan ppm (spesifik pabrikan & sistem). Satu pedoman bahkan menyarankan 1,5% isothiazolinone (stok 15.000 ppm) sebagai dosis dasar chiller loop, dengan pergiliran glutaraldehyde untuk mencegah resistensi mikroba (www.chardonlabs.com). Implementasi yang presisi bergantung pada akurasi injeksi; dalam praktik, perangkat seperti dosing pump membantu memastikan feed rate stabil. Untuk kompatibilitas inhibitor, lini corrosion inhibitors dan paket close‑loop chemicals biasanya dipilih berpasangan.
Parameter kinerja dan kesesuaian kimia
Efikasi: oksidator membunuh cepat namun cepat tersedot beban organik dan biofilm; feed kontinu mampu menekan bakteri planktonik sangat rendah, tetapi biofilm sering bertahan karena lapisan polimer ekstrasel pelindung (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Non‑oksidator bekerja lebih lambat, butuh kontak lebih lama dan/atau pulsa kombinasi. Literatur terbuka tidak menyediakan rumus sederhana “ppm = X log kill” khusus loop tertutup; praktik lapangan memakai multi‑strategi (contoh di cooling tower: sodium hypochlorite 1–2 ppm kontinu plus 50–200 ppm glutaraldehyde mingguan lazim dipakai).
Kompatibilitas: non‑oxidizer dipilih karena tidak mengoksidasi film nitrit/molybdat pada baja. Satu pedoman lapangan menyatakan “oxidizing biocides typically not utilized in closed systems” karena reaksi dengan nitrit (membentuk klorida) (www.watertechonline.com; www.chemtreat.com), sementara glutaraldehyde cenderung mempertahankan passivation besi.
Byproduct & keselamatan: oksidator bisa menghasilkan organik terhalogenasi (mis. THMs) dan perlu penanganan kimia kuat; non‑oksidator cenderung menghasilkan produk uraian yang kurang bermasalah namun beracun bagi pekerja (uap glutaraldehyde, isothiazolone sebagai sensitizer). Patuhi Safety Data Sheet dan klasifikasi bahan berbahaya KLH Indonesia.
Regulasi: belum ada aturan khusus Indonesia untuk pemakaian biocide di loop tertutup, tetapi baku mutu limbah (PP 82/2001) tetap berlaku untuk setiap blowdown. Oksidator berpotensi membentuk senyawa yang melampaui ambang (mis. halida) jika dibiarkan terbuang. Walau debit minimal, bleed stream harus memenuhi baku mutu setempat (BOD, halogen, logam berat, dll.). Praktiknya, operator meminimalkan blowdown dan memakai make‑up air terfiltrasi/air minum.
Alasan Semen Tidak Boleh Lembap: Pengenalan Strategi Silo Kedap Udara dan Tekan Kering
Monitoring berkala dan tren data sistem
Monitoring mikrobiologi harus sering untuk mendeteksi kontaminasi sebelum fouling/korosi meluas. Pedoman industri menganjurkan uji plate count bakteri heterotrofik berkala (target <10^4–10^5 CFU/mL; CFU: colony‑forming units) dan analisis deposit (www.watertechnologies.com; patents.google.com). Banyak pabrik menetapkan “action level” (mis. lonjakan di atas 10^4 CFU/mL memicu dosing dan investigasi). Pada sistem nitrit, penurunan cepat residual nitrit adalah alarm dini—bakteri mengonsumsi nitrit sebagai nutrien. Literatur menyebut: “In systems using nitrite, bacteria can rapidly lower the nitrite level and form biofilms; more nitrite then accelerates bacterial growth” (www.powermag.com). Tes mikrobiologi mingguan—bahkan lebih sering untuk loop bermasalah—adalah praktik umum.
Pemantauan multi‑parameter (pH, konduktivitas, oksigen terlarut, ORP/oxidation‑reduction potential) membantu diagnosis. pH dijaga pada rentang efektif inhibitor (sering pH≈8–9). Lonjakan konduktivitas/pH bisa menandai masuknya kontaminan. Beberapa lokasi memasang pemantau mikroba daring (ATP/impedansi) atau sensor nitrat. Skema kontrol baru menambahkan jejak nitrat dan mengamati konversinya ke nitrit sebagai proksi biofilm anaerob; jika nitrit naik, doser otomatis menambahkan biocide untuk menekan anaerob (patents.google.com; patents.google.com), dengan sasaran hitung bakteri denitrifikasi <10^5 CFU/mL pada satu sistem berpaten (patents.google.com). Implementasi dosing otomatis biasanya mengandalkan dosing pump untuk pulsa presisi.
Data tren adalah kunci. Catat residual kimia, laju dosing, dan hitung mikroba dari waktu ke waktu; pemeriksaan mingguan direkomendasikan banyak praktisi. Standar tertutup BSRIA (BG50) bahkan menyarankan sirkulasi pompa per jam untuk sistem musiman agar mencegah stagnasi (www.wcs-group.co.uk). Seorang engineer menegaskan, “bacteria levels within the closed system should be tested regularly… any signs of growth should trigger investigation and a more aggressive treatment” (www.wcs-group.co.uk). Jika CFU/ laju korosi naik, opsi koreksi mencakup menaikkan dosis, mengganti biocide (jika dicurigai resistensi), atau mengecek problem sistemik (dead legs, kebocoran udara) (www.wcs-group.co.uk; www.wcs-group.co.uk).
Pembersihan sistem dan flushing periodik

Treatment kimia tidak mampu mengangkat deposit/biofilm berat sendirian. Karena itu, pembersihan dan flushing berkala direkomendasikan—terutama pasca shutdown atau saat inspeksi menemukan deposit. Prosedur tipikal: (1) drain dan line flush dari titik rendah hingga jernih, (2) sirkulasikan larutan pembersih yang disetujui (defoamer dan iron/sequestrant chemicals) selama 2–4 hari, (3) flush lagi hingga parameter (mis. konduktivitas) menyamai make‑up water, (4) isi ulang inhibitor dan biocide baru (www.chardonlabs.com; www.chardonlabs.com). Satu pedoman memperkirakan ~12 jam flush per 1.000 gal volume loop sebelum air “jernih” (www.chardonlabs.com). Untuk sistem 50 m³ (~13.000 gal), ini setara 6–12 jam (pada 2 gpm) untuk mengangkat fouling yang terlihat; kasus berat bisa butuh beberapa siklus.
Flushing mengangkat scale/partikel lepas dan membuka permukaan logam baru untuk dilindungi inhibitor. Karena blowdown rendah, besi dari korosi bisa terakumulasi hingga jenuh lalu mengendap sebagai sludge karat (www.chardonlabs.com). Seperti dicatat Chardon, tanpa flushing “ferrous by‑products rapidly exceed the ability of leaks [to] control iron”, sehingga deposit terbentuk (www.chardonlabs.com).
Pascabersih, sistem lebih responsif terhadap chemical. Untuk pencegahan, filter dan strainer perlu diperiksa rutin agar menahan debris/biofilm yang terlepas—terlebih bila biodispersant dipakai. Setelah aplikasi biodispersant, semua filter dan drip legs harus dibersihkan agar “embolus” biofilm tidak bersirkulasi ulang; pada pipa kecil, dispersant bisa memicu blockage jika tidak dikelola hati‑hati (www.wcs-group.co.uk). Pada praktik ini, perangkat seperti strainer dan paket dispersant chemicals biasanya disiapkan bersama program biocide.
Kadensi maintenance: banyak pabrik melakukan flushing saat commissioning/pre‑startup (biocidal flush sesuai BSRIA BG29/2020) (www.wcs-group.co.uk) dan berkala setelahnya—sering tahunan atau dua tahunan, atau kapan pun indikator korosi/produk naik. Pabrik semen Asia umumnya menganggarkan shutdown tiap 1–3 tahun untuk pembersihan besar. Pada akhirnya, “lebih mudah dan hemat biaya mempertahankan kontrol mikrobiologi daripada membersihkan sistem yang sudah berat fouling‑nya” (www.wcs-group.co.uk).
Daur Ulang Air Limbah Tekstil Menuju Zero Liquid Discharge (ZLD
Dampak kinerja dan biaya yang terukur
Program biocide yang kuat memberikan dampak jelas: heat transfer stabil, downtime terhindar, umur peralatan lebih panjang. Meski angka spesifik sektor semen terbatas, pengalaman industri menunjukkan loop tertutup yang diabaikan memicu degradasi efisiensi (penukar panas turun, head pompa naik) hingga kegagalan mendadak (korosi bearing pompa, cooler tersumbat). Satu penulis industri memperingatkan di loop tertutup, “once corrosion has a foothold… critical data equipment may be damaged to the point where it affects the ability of the plant to operate” (www.powermag.com). Walau mengutip pembangkit listrik, prinsipnya sama untuk semen (bayangkan bearing ID fan kiln atau compressor cooler gagal).
Dari sisi performa, benchmark yang kerap dipakai adalah >99% inaktivasi bakteri planktonik pasca shock dosing. Di studi pilot cooling tower, glutaraldehyde mingguan plus chlorination harian menghasilkan pembunuhan hampir total pada planktonik Pseudomonas dan Klebsiella, meski komunitas biofilm butuh dosing persisten (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Program loop semen menargetkan log‑reduction serupa (biasanya 4–5 log kill di bulk water saat pulsa biocide). Target operasional sering di bawah 10^3–10^4 CFU/mL dan permukaan sistem bersih (verifikasi dengan kupon korosi dan titrasi).
Dari tren penggunaan, banyak pabrik meninggalkan biocide lama (fenolik, senyawa logam berat) menuju “green” chemistry. Azole (umum di cooling tower) kurang relevan di loop tertutup, tapi halida oksidator mendapat sorotan regulasi lewat PERMEN Indonesia soal pembuangan bahan berbahaya (membatasi organik terhalogenasi). Karena itu, peracetic acid atau stabilized chlorine dioxide (yang cepat terurai) kadang dipilih daripada klorin. Non‑oksidator cenderung ke blend multi‑komponen (bakterisida + algaecide + dispersant). Dari sisi biaya, mencegah satu cooler tersumbat/terkorosi dapat menghemat puluhan ribu USD. Satu vendor mencatat dosing biocide pre‑emptive dan perawatan filter mencegah kegagalan sistem yang bisa bernilai ~$100–300k per insiden di pabrik besar. Monitoring rutin membayar dirinya dengan menghindari insiden langka tapi mahal ini. Untuk implementasi yang konsisten, kombinasi paket close‑loop chemicals dan opsi biocides yang tepat biasanya menjadi tulang punggung program.
Sumber: Referensi otoritatif treatment cooling water menegaskan poin‑poin di atas (www.watertechonline.com; www.chemtreat.com; www.watertechnologies.com; www.wcs-group.co.uk; pmc.ncbi.nlm.nih.gov; www.chemtreat.com; www.wcs-group.co.uk; www.chardonlabs.com).
