Mengendalikan Bleaching Tekstil: Membuat Produk Putih Tinggi, Serat Aman Tanpa Perlu Membayar Mahal

Hydrogen peroxide mendominasi pemutihan tekstil global (>70%) karena putih tinggi dan by‑product ramah lingkungan, sementara hipoklorit surut akibat kerusakan serat dan AOX. Kuncinya ada di kontrol dosis, suhu, pH, dan waktu tinggal—mencapai CIE WI target tanpa melampaui ambang degradasi.

Industri: Textile | Proses: Scouring_&_Bleaching

Dalam dunia bleaching tekstil, satu nama kini jadi “tetapannya”: hydrogen peroxide (H₂O₂). Kajian terkini mencatat H₂O₂ adalah “cornerstone” pemutihan modern dengan porsi >70% penggunaan global (link.springer.com), menghasilkan putih tinggi pada kapas dengan CIE Whiteness Index (CIE WI, indeks standard putih perseptual) ~85–95 (link.springer.com). Prosesnya berlangsung di media sangat alkalis pH≈10–11 pada ~80–100 °C (link.springer.com) (link.springer.com), lalu terurai menjadi air dan oksigen.

Kebalikannya, pemutih berbasis klorin seperti sodium atau calcium hypochlorite kini jarang dipakai untuk kapas karena menyerang selulosa dan menciptakan by‑product toksik. Calcium hypochlorite tercatat menghasilkan AOX (adsorbable organic halides, senyawa organik terhalogenasi yang dapat teradsorb) >1 mg/L dan memangkas kekuatan tarik kapas hingga ~20% (link.springer.com), level AOX yang pada praktiknya dilarang oleh regulasi seperti EU REACH (link.springer.com).

Pesaing baru yang naik daun: peracetic acid (PAA). Agen ini menghadirkan putih sebanding dengan H₂O₂ (CIE WI >85) (link.springer.com) pada suhu lebih rendah 50–70 °C dan pH mendekati netral 6–8, dengan by‑product asam asetat dan air yang biodegradable (link.springer.com) (link.springer.com). PAA menyederhanakan pengolahan efluen karena biodegradabilitasnya, meski biaya dan penanganan masih jadi rem adopsi luas (link.springer.com).

Metode lain seperti ozon atau bleaching enzimatis (laccases, peroxidases) berkembang untuk aplikasi khusus atau wol, namun pertarungan utama tetap H₂O₂ vs. klorin. Praktik berkelanjutan global—termasuk standar di Indonesia—secara eksplisit memihak H₂O₂/PAA: bleaching bersertifikasi GOTS mewajibkan H₂O₂ atau PAA pada pH 6–11 dan suhu <100 °C demi dampak lingkungan minimal (link.springer.com), yang secara efektif menyingkirkan NaOCl.
baca juga: Boiler Cleaning Chemicals

Jenis agen pemutih dan kondisi proses

H₂O₂ efektif pada alkali kuat pH≈10–11 dan 80–100 °C, memberi CIE WI ~85–95 pada kapas dengan by‑product air+oksigen (link.springer.com) (link.springer.com). Hipoklorit, walau historis dominan, kini terbukti lebih agresif terhadap selulosa dan menghasilkan AOX—contohnya calcium hypochlorite dapat memotong kekuatan tarik ~20% dan memunculkan AOX>1 mg/L (link.springer.com), yang terbentur batas regulasi seperti EU REACH (link.springer.com).

PAA, di sisi lain, bekerja optimal pada 50–70 °C dan pH 6–8 dengan CIE WI >85 (link.springer.com), mengurai menjadi asam asetat+air yang biodegradable (link.springer.com) (link.springer.com), meski biaya/handling saat ini membatasi adopsi massal.

Dampak pada sifat serat

Setiap bleaching bersifat oksidatif terhadap selulosa. Dalam kontrol yang baik, H₂O₂ hanya menurunkan kekuatan secara moderat (<5–10%). Data menunjukkan kain kapas yang diputihkan H₂O₂ memiliki gaya tarik puncak ≈412 N vs 431 N pada kain tanpa bleaching (penurunan ~4%) (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Sebaliknya, sodium hypochlorite dapat memangkas kekuatan tarik kapas ~15–20% jika paparannya berkepanjangan (link.springer.com) (link.springer.com).

Di atas kondisi optimal—misalnya suhu >100 °C atau dosis berlebih—degradasi melaju cepat. “Excessive” H₂O₂ (10–15 g/L) dilaporkan memangkas kekuatan kapas ~10–15%, dengan kerusakan mikrofibril terlihat pada SEM (scanning electron microscopy, mikroskop elektron pemindai) (link.springer.com). Pendekatan lebih baru dapat mengurangi kerusakan: penambahan stabilizer MgSO₄ atau aktivator suhu rendah membantu menjaga kekuatan, dan bleaching berbantuan enzim (cellulase/pectinase) dilaporkan menurunkan kerusakan serat ~40% dibanding bleaching kimia tipikal sambil tetap mencapai CIE WI ~85–90 (link.springer.com). Bukti mikrograf: citra SEM menunjukkan “hampir tidak ada kerusakan” pada benang kapas yang diputihkan enzim, sementara bleaching peroksida/alkali konvensional memunculkan bukaan serat dan hairiness (www.mdpi.com).

Pengendalian konsentrasi, suhu, dan waktu tinggal

Ikatan antara kenaikan putih dan kehilangan serat ditentukan oleh kimia bak pemutih. Konsentrasi H₂O₂ yang lebih tinggi menaikkan putih, tapi juga kerusakan. Pada benang kapas, CIE WI meningkat dari ~62,5 ke ~73,3 saat H₂O₂ naik dari 2,5 ke 10 mL/L pada 95 °C selama 30 menit (www.mdpi.com). Resep alkaline H₂O₂ tradisional (~6 g/L H₂O₂ dengan 2,5% NaOH) menghasilkan WI≈78,7 (www.mdpi.com). Di atas ~7–10 g/L, gain putih mengecil (80,5 pada 10 g/L vs 78,7 pada 6 g/L) sementara oksidasi selulosa menumpuk, sehingga pabrik biasanya membatasi H₂O₂ pada level minimum untuk WI target.

Suhu mempercepat bleaching secara drastis. Menaikkan bak dari 55 °C ke 95 °C (dengan 10 mL/L H₂O₂, 30 menit) meningkatkan WI kapas dari ~53 ke ~73 (www.mdpi.com) (www.mdpi.com). Karena itu, bleaching konvensional dijalankan dekat 90–100 °C. Metode suhu lebih rendah memanfaatkan aktivator (mis. TAED, glycerol triacetate) untuk membangkitkan peracid in‑situ sehingga 60–80 °C bisa menyamai putih konvensional (pmc.ncbi.nlm.nih.gov) (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Namun panas berlebih (>100 °C) harus dihindari karena dapat menghidrolisis selulosa dan menurunkan DP (degree of polymerization, derajat polimerisasi) ~5–10% (link.springer.com).

Waktu tinggal (residence time) memberi efek mengecil seiring waktu. Memperpanjang dari 30 ke 45 menit pada 95 °C dan 10 mL/L H₂O₂ menaikkan WI dari 73,3 ke 77,2 (www.mdpi.com)—sekitar 5% kenaikan untuk +50% waktu. Dalam praktik, tambahan 2–3% WI (hampir tak terlihat) sering “dibayar” dengan paparan berlebih. Karena itu, pabrik memilih waktu minimum yang mencapai WI stabil sebelum kurva kerusakan menanjak. Studi lain membuktikan metode singkat suhu menengah: WI≈61 (skala Berger) dicapai dalam 30 menit pada 80 °C dengan aktivator seperti triacetin dan peracetic acid (pmc.ncbi.nlm.nih.gov).

baca juga: 

Pengertian dan Pengaruh TDS dan TSS Terhadap Kualitas Air

pH, stabilizer, dan kontrol proses

Untuk H₂O₂, pH 10–11 (dengan NaOH atau Na₂CO₃) krusial karena spesies aktif perhydroxyl anion terbentuk dalam alkali (link.springer.com). Alkalinitas yang terlalu tinggi mempercepat hidrolisis selulosa, sehingga resep modern membatasi kaustik dan memakai stabilizer organik seperti sodium silicate, phosphonates, serta garam Mg²⁺ untuk memperpanjang aksi H₂O₂ dan melindungi serat (link.springer.com) (journals.sagepub.com). Gluconates atau phosphonates dilaporkan bisa mengurangi pemakaian bahan kimia ~10–15% sekaligus memitigasi kehilangan serat (link.springer.com).

Pemutihan NaOCl berjalan pada pH moderat ~9–10 (link.springer.com) dan suhu 30–50 °C untuk meredam oksidasi yang ganas; bahkan demikian, kontrol pH real‑time diperlukan untuk menghindari kerusakan serat yang “lari tak terkendali” (link.springer.com).

Di lantai produksi, pengendalian dosis otomatis dan pemantauan pH/suhu in‑line menjadi standar—di banyak pabrik diterapkan lewat pompa dosing presisi seperti dosing pump—selaras dengan standar global (ZDHC, REACH, dan norma industri hijau Indonesia) yang pada praktiknya memandatkan bleaching berbasis peroksida dengan ekses kimia minimal.

Target whiteness dan kompromi kualitas

Target putih menentukan titik henti. Pada kapas, CIE WI ~80 kerap dianggap “good white”, menyeimbangkan penurunan kekuatan kecil (~2–5%). Di atas ~80–85 WI, gain makin kecil sementara peeling serat meningkat. Praktik berbasis data menegaskan pentingnya kontrol presisi H₂O₂, suhu, dan waktu. Satu resep umum (~6 g/L H₂O₂, 2,5% NaOH, 90–95 °C, 60–90 menit) secara rutin memberi WI≈79–81 dengan ~4% penurunan kekuatan (www.mdpi.com) (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Menggeser parameter—misalnya +10 °C atau +20% H₂O₂—cepat mendorong ke putih lebih tinggi, namun risiko kehilangan kekuatan 10–15% ikut melonjak (link.springer.com) (link.springer.com).

Tren empiris dan implikasi operasional

Data mengilustrasikan trade‑off tersebut. Pada 95 °C, WI kapas melompat dari ~63 ke 76 saat H₂O₂ dinaikkan dari 2,5 ke 10 mL/L (30 menit) (www.mdpi.com), tetapi kehilangan kekuatan juga meningkat. Sebaliknya, pada 10 mL/L tetap, menambah waktu dari 30 ke 45 menit hanya menambah ~4 poin WI (73→77) (www.mdpi.com), mengindikasikan diminishing returns. Sistem kontrol proses modern (dosing otomatis, meter pH/suhu in‑line) menjaga batas setiap variabel secara ketat, selaras standar global (ZDHC, REACH, norma hijau Indonesia) yang pada praktiknya menuntut bleaching berbasis peroksida dengan ekses kimia minimal.

Baca juga: Pengolahan Limbah Secara Kimia

Sumber dan rujukan data

Uğur dkk. (2023) mengukur CIE WI dan kerusakan serat untuk bleaching tradisional vs. enzim pada benang kapas (www.mdpi.com) (www.mdpi.com). Küster dkk. (2025) melaporkan kehilangan kekuatan ~4% pada kapas yang diputihkan H₂O₂ konvensional (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Tinjauan (Hashem dkk., 2025) membandingkan agen: NaOCl dapat menyebabkan hingga ~20% penurunan kekuatan tarik (link.springer.com) (link.springer.com), sementara H₂O₂ pada 80–100 °C memberi WI≈85–95 dengan “kerusakan minimal” (link.springer.com). Semua tautan dalam artikel ini memuat metadata sumber lengkap.

Chat on WhatsApp