Biuret—produk samping kondensasi urea—bisa menggerus nilai dan keamanan pupuk bila dibiarkan. Industri kini menekan pembentukannya lewat kendali ketat suhu dan residence time, injeksi amonia terukur, serta analisis laboratorium yang presisi.
Industri: Fertilizer_(Ammonia_&_Urea) | Proses: Urea_Production
Biuret (C₄H₆N₂O₂) terbentuk ketika dua molekul urea bereaksi melepaskan amonia pada suhu tinggi (2CO(NH₂)₂ → biuret + NH₃). Di pupuk urea, biuret tidak diinginkan: mengikat nitrogen dan dapat merusak tanaman bila berlebih. Batas spesifikasi global lazimnya 0,9–1,5% berat—FAO menetapkan ≤1,5% (www.fao.org) dan banyak urea agronomik menargetkan <0,9% (patents.google.com). Standar Indonesia pun mensyaratkan ~1% biuret untuk urea 46% N (www.researchgate.net). Karena reaksi ini reversibel, suhu tinggi dan waktu tinggal (residence time: lama cairan berada di kondisi proses tertentu) yang panjang mempercepat pembentukan biuret (www.bcinsight.crugroup.com) (www.researchgate.net). Minimasi biuret berarti kendali proses yang ketat dan analisis produk yang andal.
Solvent Amina CO₂ Removal: Cara Menjaga Kinerja di Pabrik Amonia/Urea
Faktor pembentuk biuret di jalur produksi
Di pabrik urea, gas urea dikondensasikan menjadi lelehan (melt) pekat, lalu digranulasi atau diprilling. Tiga faktor utama yang mempercepat biuret: suhu tinggi, waktu tinggal lama/ tidak merata, dan rendahnya amonia bebas (www.bcinsight.crugroup.com). Di seksi bersuhu paling panas—terutama evaporator konsentrasi dan lini prilling—dua molekul urea saling berkondensasi menjadi biuret dan NH₃. Kehadiran amonia mendorong kesetimbangan kembali ke urea. Studi dan paten terbaru menunjukkan banyak biuret justru lahir di seksi konsentrasi/stripper akhir, bukan di reaktor awal (patents.google.com) (patents.google.com) (Fig. 1).
Suhu: sintesis biuret bersifat termal. Kajian laboratorium menunjukkan reaksi maju (2 urea → biuret + NH₃) dominan kira‑kira pada 140–160 °C, sementara pada suhu lebih tinggi sebagian reaksi dapat berbalik (www.researchgate.net). Temperatur stripper dan evaporator urea (sering 150–180 °C) karenanya menguntungkan pembentukan biuret. Menurunkan temperatur proses—sepanjang laju penguapan tetap—langsung memperlambat kinetika biuret; menurunkan tekanan/temperatur stripper beberapa derajat dapat terlihat efeknya.
Residence time: penahanan cairan yang lama/tidak seragam di evaporator melonjakkan biuret. Evaporator tabung vertikal konvensional menciptakan zona resirkulasi tinggi dekat inlet, sehingga sebagian fluida “tertinggal” jauh lebih lama dari rata‑rata. Paten mencatat bahwa sebagian besar biuret muncul dari ekor waktu tinggal yang panjang ini (patents.google.com). Pada throughput rendah, laju alir turun sementara volume bejana tetap, sehingga waktu tinggal rata‑rata naik. Ini kentara di kaki hisap/pompa leleh: misalnya, pompa konvensional yang butuh head hisap ~3 m dapat menahan inventori leleh signifikan—memicu biuret (www.bcinsight.crugroup.com). Semakin lama leleh/larutan berada di suhu tinggi, semakin banyak urea yang beroligomerisasi menjadi biuret.
Konsentrasi amonia: pembentukan biuret adalah kebalikan dari amoniasi; empirisnya, amonia bebas yang rendah di lelehan memihak pembentukan biuret (www.bcinsight.crugroup.com). Banyak pabrik menguras amonia berlebih demi mencegah emisi—konsekuensinya, reaktan balik ikut terbuang. Studi dan paten menunjukkan menambahkan dosis kecil amonia (gas atau cair) menggeser kesetimbangan ke urea (www.freepatentsonline.com) (patents.google.com). Contohnya, injeksi amonia cair ke lelehan urea panas (hingga ~500–5.000 ppm NH₃) pada ~130–140 °C terbukti menurunkan biuret bersih (www.freepatentsonline.com).
Granulasi/penanganan melt: setelah konsentrasi, urea cair disemprot/granulasi jadi prill/granul. Suhu melt di sini biasanya 60–80 °C, namun lelehan tetap panas di pipa dan nozzle distribusi. Suhu tinggi dan penahanan di pipa (misalnya saat start‑up atau perlambatan) memungkinkan biuret terus terbentuk. Paten industri menekankan meminimalkan waktu transport lelehan: transfer cepat dari evaporator terakhir ke menara prilling menghindari paparan panas ekstra yang menaikkan biuret (patents.google.com). Penggunaan pompa low‑shear dengan hisap rendah dekat outlet evaporator menekan hold‑up lelehan—maka reaksi—serendah mungkin (www.bcinsight.crugroup.com) (www.bcinsight.crugroup.com).
Kendali evaporator dan seksi konsentrasi
Menjaga aliran tinggi/waktu tinggal pendek: operasikan konsentrator dengan inventori cairan minimal. Implementasinya bisa dengan evaporator volume konstan atau tangki penyangga (surge) tambahan agar throughput tidak “mengunci” waktu tinggal. Literatur paten menunjukkan cara lain: memvariasikan volume evaporator secara mekanik (mis. dinding bergerak) atau menambah buffer di hulu untuk “memecah” pulsa aliran (patents.google.com) (patents.google.com). Pada beban rendah, sebagian larutan murni dapat didaur ulang ke umpan untuk menjaga “kecepatan efektif”, menghindari kasus aliran terlalu lambat yang memuncakkan biuret.
Injeksi gas ke evaporator: menambahkan gas ke umpan larutan urea di evaporator—dalam paten, gas yang sebagian tak larut dan mengandung amonia—menciptakan gelembung halus yang mencampur dan mempercepat peraliran, sehingga waktu tinggal cairan efektif memendek tanpa mengubah flowrate (patents.google.com) (patents.google.com). Stamicarbon menunjukkan bahwa menambahkan aliran gas kaya amonia ke seksi konsentrasi secara signifikan menurunkan biuret, karena (a) slug gas “membilas” dasar tube dan memendekkan zona stagnan; dan (b) amonia menggeser kesetimbangan ke urea (patents.google.com) (www.freepatentsonline.com). Secara kuantitatif, menambah amonia hingga ~0,05–0,5% berat dalam melt (500–5.000 ppm) pada ~130–140 °C efektif menekan biuret (www.freepatentsonline.com). Untuk injeksi cair yang stabil, industri lazim memakai pengumpan kimia berakurasi tinggi seperti dosing pump agar kadar 500–5.000 ppm NH₃ tercapai konsisten.
Optimasi temperatur: gunakan temperatur evaporator serendah mungkin. Ini kerap membutuhkan multi‑efek berderet agar tiap evaporator berjalan pada temperatur serendah batas vakum. Alih‑alih satu evaporator bertekanan uap tinggi, gunakan beberapa tahap hingga mendekati tekanan atmosfer. Segera quench konsentrat akhir ke sedikit di atas titik leleh (mis. “flashing” di arrow tower), meminimalkan waktu di ~170–180 °C. Intinya: hindari “pemanasan ekstra” di luar kebutuhan konsentrasi.
Manajemen pemulihan amonia: hindari over‑stripping amonia dari melt di bagian akhir proses. Sebagian amonia off‑gas memang dipulihkan/didaur ulang, namun pertahankan beberapa ratus ppm amonia bebas dalam aliran pekat (melalui pemulihan/ netralisasi terkontrol) agar pembentukan biuret tertekan secara pasif.
Batas 5 ppm COx: Peran Metanasi dalam Melindungi Katalis Amonia
Penanganan melt dan seksi granulasi

Desain pompa dan transfer: pipa dari evaporator terakhir ke granulator harus sesingkat dan sedingin mungkin. Isolasi tebal di pipa dan pompa membantu mengurangi kenaikan panas. Penting: gunakan pompa yang meminimalkan head hisap. Contohnya, pompa sentrifugal “self‑regulating” dapat ditempatkan tepat di bawah outlet evaporator sehingga head hisap mendekati nol (www.bcinsight.crugroup.com) (www.bcinsight.crugroup.com). Pada satu contoh pabrik, konfigurasi hisap hampir nol ini membuat waktu tinggal lelehan di loop pompa sangat rendah, sehingga pembentukan biuret di segmen itu nyaris nol. Sebaliknya, pompa konvensional yang butuh 2–3 m NPSH (Net Positive Suction Head: head hisap bersih minimum) dapat “menjebak” banyak liter melt panas selama detik–menit, nyata menaikkan biuret (www.bcinsight.crugroup.com).
Suhu dan aliran melt: jaga melt pada temperatur serendah mungkin yang masih aman untuk pH dan viskositas (sering ~70–80 °C untuk prilling), sementara di area downstream melt biasanya 60–80 °C. Hindari superheat berlebih. Kontrol laju alir ke menara prilling atau granulator fluid‑bed secara presisi; dispersi cepat (spray rate tinggi dengan nozzle halus) mencegah cairan berlama‑lama di suhu tinggi. Pada operasi batch, minimalkan resirkulasi melt. Beberapa proses juga menyemprotkan sejumlah kecil amonia ke tangki melt statis untuk “mengembalikan” biuret ke urea selama hold, dengan amonia terbawa ke produk (www.freepatentsonline.com).
Keseragaman proses: gangguan transien (start‑up, shutdown, atau perubahan kapasitas) kerap memacu biuret. Tuning valve dan kontrol feed rate menjadi krusial. Saat turunkan beban, sesuaikan input uap dan injeksi gas agar kecepatan di evaporator tetap ekuivalen. Desain modern menambahkan loop resirkulasi berkecepatan variabel atau bypass sehingga pada 50% load sekalipun, kecepatan cairan dan waktu tinggal “meniru” kondisi beban penuh (patents.google.com) (patents.google.com).
Capaian tipikal, efek kapasitas, dan data operasi
Dengan kontrol di atas, pabrik modern lazim mencapai ~0,3–0,7% biuret di produk akhir (jauh di bawah batas 1%). Sebuah studi Indonesia mencatat banyak batch urea rata‑rata 0,52% biuret (www.researchgate.net). Sebaliknya, pabrik yang tuning‑nya buruk atau head hisap tinggi melihat angka mendekati 1% atau lebih. Praktik baru (volume evaporator variabel, injeksi gas, pompa yang ditingkatkan) dapat memangkas kadar biuret hingga separuh desain lama.
Banyak pabrik hanya menjamin spesifikasi biuret pada kapasitas penuh; ketika throughput turun, biuret sering naik. Desain modern memitigasi ini—misalnya, dengan menaikkan head cairan atau injeksi gas saat load turun. Paten menyarankan bahwa dengan mengendalikan waktu tinggal volumetrik secara dinamis (lewat gas atau perubahan volume), spesifikasi biuret dapat dipertahankan bahkan di 50% load (patents.google.com) (patents.google.com).
Data operasi: pada 2019, Stamicarbon melaporkan kasus penambahan amonia 5.000 ppm yang menurunkan biuret dari ~0,9% menjadi 0,4% (www.freepatentsonline.com). Casale mencatat bahwa mengganti pompa konvensional dengan pompa hisap nol “kept the NPSH at ~0 m, and as a consequence… the residence time of the melt is kept to a minimum, leading to less biuret formation” (www.bcinsight.crugroup.com). Tren empirisnya konsisten: semakin pendek hold‑up dan semakin tinggi NH₃, semakin rendah biuret; data industri menunjukkan biuret turun 2–4 kali lipat saat langkah modernisasi diterapkan.
Standar Kemurnian CO₂ Urea-Grade dan Teknologi Pemurniannya
Analitik biuret yang akurat dan andal
Batas regulasi: untuk urea pupuk (46% N) di Indonesia, SNI 2801:2010 membatasi biuret pada 1,0% (www.researchgate.net). Spesifikasi FAO mengizinkan hingga 1,5% (www.fao.org). Urea otomotif (DEF) jauh lebih ketat (sering <0,3%). Bahkan untuk pupuk, banyak pengguna akhir lebih suka <0,7% demi keamanan agronomik.
Metode analitik: cara tradisional mencakup spektrofotometri “uji biuret” (kompleksasi tembaga pada ~545–555 nm) dan titrimetri (AOAC 976.01 atau 960.04; prosedur titrasi—mis. dengan asam sianurat). Metode modern memakai HPLC: validasi single‑lab 2014 memperluas AOAC 2003.14 ke urea, dengan rentang linear 0,01–0,05% (massa) dan LOQ ~0,03% (academic.oup.com). Metode LC ini memberi RSD intralab ~1% dan recovery rata‑rata ~97%, sementara RSD antar‑lab (pada kadar 0,2–0,9%) rata‑rata ~21% (academic.oup.com). Artinya, kuantifikasi presisi di level 0,1% dapat dilakukan dengan HPLC, meski lab pupuk rutin sering mengandalkan spektrofotometri karena kesederhanaan.
Kebutuhan akurasi: karena spesifikasi dekat 1%, analisis harus bisa membedakan beberapa persepuluh persen. Studi Indonesia dengan UV‑Vis (biuret–CuSO₄ pada 555 nm) melaporkan biuret terukur 0,52% ±0,06% (95% confidence) (www.researchgate.net). Ketidakpastian ±0,06% (~11% relatif) menempatkan rentang 0,46–0,58%. Perbedaan setipis ini bisa menentukan lulus/gagal, sehingga kalibrasi (mis. standar campuran urea–biuret) dan pengendalian error sistematis krusial.
Sampling dan QC: sampling harus representatif (sesuai SNI 0428 atau ekuivalennya) dari produk yang telah diblending. Bijak untuk menguji setiap batch atau minimal komposit harian. Pemeriksaan dua‑metode (mis. kolorimetri vs. kromatografi) dapat memvalidasi hasil. Karena biuret tidak bergas (nongaseous), sampel stabil, namun pelarutan harus lengkap. Injeksi campuran standar urea–biuret di setiap run membantu memastikan akurasi.
Dampak analisis: data biuret yang akurat memungkinkan operasi mengkorelasikan kondisi proses dengan mutu produk. Jika tren naik (mis. 0,2%→0,4%), tim teknik tahu harus memeriksa hold‑up evaporator atau jalur melt. Sebaliknya, konsisten rendah (<0,5%) bisa membenarkan pelonggaran batas lain (mis. sedikit menaikkan T evaporator untuk hemat energi). Intinya, kendali laboratorium atas kadar biuret adalah mekanisme umpan balik untuk memvalidasi seluruh penyesuaian proses di atas.
Sumber: Industry and patent literature on urea production (e.g. Stamicarbon patents (patents.google.com) (patents.google.com)), Casale technical reviews (www.bcinsight.crugroup.com) (www.bcinsight.crugroup.com), fertilizer specifications (FAO, SNI) (www.fao.org) (www.researchgate.net), and analytical method studies (academic.oup.com) (www.researchgate.net). Each cited source is acknowledged in the text.
