Dewatering Tailings Batubara: Thickener vs Belt Filter vs Centrifuge

Tailings batubara adalah lumpur encer yang lambat mengendap dan mahal ditangani. Tiga teknologi dewatering utama—high‑rate thickener, belt filter press, dan solid‑bowl centrifuge—berlomba memberi cake paling kering dan air terjernih, dengan koagulant–flocculant sebagai kunci.

Industri: Coal_Mining | Proses: Tailings_Ponds_&_Water_Management

Di pabrik pengolahan batubara, aliran halus berlimpah. Lebih dari 20% umpan sering berukuran <0,5 mm, menghasilkan tailings (lumpur sisa pengolahan) sarat air yang sulit padat (www.scielo.org.za). Setelah mengendap di kolam, kadar air tailings umumnya 65–75% berat—encer dan lambat mengendap (www.scielo.org.za).

Memulihkan air itu—sekaligus menaikkan kadar padatan—jadi prioritas. Di sinilah modernisasi dewatering masuk: high‑rate thickener, belt filter press (vacuum belt filter), dan solid‑bowl (decanter) centrifuge bekerja menebalkan slurry dan menjernihkan supernatan untuk reuse. Kinerja masing‑masing berbeda, tetapi benang merahnya sama: program kimia khusus—flocculants polimer dan/atau coagulants—mutlak untuk membentuk flok yang cepat mengendap, meningkatkan densitas underflow, dan menghasilkan overflow bening (misalnya 7,4 NTU/Nephelometric Turbidity Unit pada uji lab) yang siap didaur ulang (www.scielo.org.za; www.mdpi.com).

Baca juga:

Grinding Aid untuk Pabrik Semen: Efisiensi Naik, Energi Turun 5–15%

 

Ringkasan kinerja tiga teknologi

High‑rate thickener (klarifikasi gravitasi berpengaduk) lazim memberi underflow 30–50% padatan; varian paste/deep‑cone thickener mendorong ke 60–70% padatan—semuanya bergantung pada flok yang terbentuk dan waktu tinggal (www.westechwater.com; www.mclanahan.com). Overflow bisa sangat jernih—sering <10–50 NTU dengan polimer; uji lab pada tailings batubara mencatat 7,4 NTU (www.scielo.org.za). Kapasitas volumetrik besar (hingga ribuan m³/hari), pemulihan cairan tinggi (>90% dari volume umpan), namun jejak lahan besar (www.mclanahan.com; www.westechwater.com). Pada tahap ini, penggunaan unit klarifikasi gravitasi seperti clarifier kerap menjadi prapemekat, dengan dosis kimia dijaga presisi menggunakan dosing pump.

Belt filter press (vacuum belt filter) unggul di kekeringan cake: 75–85% padatan (15–25% kelembapan) dalam praktik pertambangan (www.mdpi.com). Filtratnya sangat jernih; uji pilot menunjukkan kadar padatan <0,6% dalam filtrat, dan kekeruhan tipikal sangat rendah (<5 NTU) setelah pengondisian polimer (www.researchgate.net). Throughput berada di kisaran 0,3–1 m³/m²·jam, dengan luas belt 30–200 m² per unit (www.mdpi.com). Kinerja optimal menuntut flok yang baik serta umpan stabil.

Solid‑bowl (decanter) centrifuge memanfaatkan gaya sentrifugal tinggi (high‑g) untuk mempercepat pemisahan. Produk padatnya biasa 65–76% padatan (24–36% kelembapan), meningkat seiring padatan umpan/throughput, dengan kompromi pada recovery (www.researchgate.net). Cebakan cairnya (centrate) bisa mengandung 0,5–10% padatan tergantung setelan; studi juga melaporkan 0,5–11% dengan recovery padatan total 65–98% (www.researchgate.net). Unit ini kontinyu, tertutup rapat, bertapak kecil, berkapasitas tinggi (hingga >300 kg/jam padatan), tetapi intensif energi dan sensitif terhadap variasi umpan (www.researchgate.net).

High‑rate dan paste thickener

High‑rate thickener (tangki berpengaduk dan dasar miring) secara konsisten memberi underflow puluhan persen padatan dengan overflow jernih, sering >90% pemulihan air dan kebutuhan polimer relatif rendah, namun memakan lahan (www.mclanahan.com). Paste/deep‑cone thickener (lantai curam, tower tinggi, picket) menaikkan underflow ke >60% padatan lewat gravitasi saja, tetapi butuh dosis flocculant lebih tinggi dan waktu tinggal lebih lama (www.westechwater.com; www.mclanahan.com). Dalam praktik batubara, aliran sering diprapemekat ke ~30–40% padatan sebelum dewatering lanjutan. Tailings ultra‑halus biasanya memerlukan bantuan floc.

Belt filter press (vacuum belt filter)

Unit kontinyu ini menghasilkan cake “siap ditumpuk” dengan 75–85% padatan (15–25% kelembapan), filtrat sangat jernih (<0,6% padatan; kekeruhan tipikal <5 NTU pasca polimer)—semua sangat bergantung pada pengondisian kimia dan kestabilan umpan (www.mdpi.com; www.researchgate.net). Throughput 0,3–1 m³/m²·jam dan area 30–200 m² per unit membuatnya modular dan scalable (www.mdpi.com). Namun, cake tetap “parsial” terdewatering (15–25% kelembapan), sehingga pengeringan atau pencucian lanjut dapat dibutuhkan.

Solid‑bowl (decanter) centrifuge

ChatGPT Image Nov 27, 2025, 11_20_17 AM

Centrifuge menambang keunggulan footprint kecil dan operasi tertutup, menghasilkan cake ~65–76% padatan dan mampu mencapai >300 kg/jam padatan dengan gaya g tinggi, tetapi dengan konsekuensi konsumsi energi lebih besar dan potensi kehilangan padatan lebih tinggi di centrate (0,5–10%—bahkan 0,5–11% pada studi tertentu) bila dikejar kekeringan maksimal (www.researchgate.net). Di setelan high‑g dan laju umpan rendah, recovery padatan ~90%+ dengan cake ~65–75% padatan dapat dicapai, namun fraksi lempung halus dan air terperangkap cenderung lolos sebagai centrate yang perlu ditangani ulang atau diresirkulasi.

Perbandingan kinerja dan kombinasi

Ringkasnya untuk tailings batubara: belt filter press memberi cake paling kering (75–85% padatan) dan air paling jernih (filtrat ≈1000× lebih bersih dari umpan) (www.mdpi.com; www.researchgate.net). Solid‑bowl centrifuge dapat mendekati kekeringan tersebut (~70% padatan) tetapi cenderung kehilangan padatan lebih tinggi ke effluent, sehingga turbidity naik (www.researchgate.net). High‑rate thickener memberikan underflow 30–50% padatan dengan energi minimal dan pemulihan air sangat tinggi; paste thickener mendorong ke ~65% padatan (www.westechwater.com; www.mclanahan.com). Karena itu, pasangan thickener+centrifuge sering dipilih: thickener mengangkat konsentrasi massal, centrifuge menyelesaikan dewatering. Belt filter populer saat targetnya dry‑stack tailings.

Baca juga: 

Menjaga Semprotan Air di Cement Mill: Rem 90–115 °C dan Stabilkan Mutu

 

Peran flocculant dan coagulant khusus

Partikel halus batubara/lempung bermuatan listrik bersih yang menolak aglomerasi. Flocculant polimerik (polimer berat molekul tinggi) menjadi ujung tombak untuk “menjembatani” partikel jadi flok besar berpori yang cepat mengendap. Standar industri di tailings batubara umumnya berbasis kopolimer polyacrylamide—bisa non‑ionik, anionik, kationik, atau campuran. Contoh komersial yang digunakan pada slurry pabrik batubara antara lain Nalco AN934, FLOCAN 6815, dan Fisher FLOCAN® FO‑4700 (www.mdpi.com). Program ini lazim disuplai sebagai flocculant siap larut.

Koagulant (garam multivalen anorganik atau polimer kationik) kerap didosiskan terlebih dahulu untuk menetralkan muatan permukaan dan membentuk mikroflok. Contoh umum: ferric chloride/FeCl₃, aluminum chlorohydrate (PAC), ferrous sulfate, atau koagulant polimer (mis. Polyaluminium Chloride, polyDADMAC) (www.mdpi.com). Dosis kecil 5–50 mg/L pada slurry cukup untuk “priming”; selanjutnya flocculant rantai panjang membangun flok besar (www.mdpi.com). Di lapangan, kombinasi “koagulant kationik + polimer non‑ionik/anionik” adalah praktik umum. Untuk implementasi, opsi koagulant tersedia sebagai produk coagulants, termasuk varian PAC berkualitas seperti PAC dan aluminum chlorohydrate untuk sumber air sulit seperti ACH; akurasi dosis dijaga melalui dosing pump.

Secara kuantitatif, dengan pengondisian kimia yang tepat, turbidity sangat rendah (<50 NTU), bahkan mendekati mutu air minum. Pada tailings batubara encer (8% padatan), 32,5 g polimer per ton menghasilkan laju pengendapan 178 mm/menit dan filtrat 7,4 NTU (www.scielo.org.za). Sebagai referensi, regulasi Indonesia sering mensyaratkan TSS/Total Suspended Solids <50 mg/L pada buangan. Di belt filter untuk tailings mineral, literatur menunjukkan 20–40 g/t padatan flocculant cukup untuk filtrasi kontinyu dengan kelembapan cake ~15–25% (www.mdpi.com).

Pemilihan program kimia dewatering

Laboratorium adalah titik awal. Karakterisasi tailings (pH, distribusi ukuran partikel, zeta potential/indikator muatan permukaan, konduktivitas) diikuti jar test (uji toples) untuk menyaring kandidat koagulant–flocculant. Uji meliputi penambahan koagulant di rentang pH untuk melihat penurunan kekeruhan awal, lalu penambahan polimer dengan skema aduk‑lambat untuk memaksimalkan pertumbuhan flok. Metrik: kecepatan pengendapan (mm/menit atau cm/detik) dan kejernihan supernatan. Pada slurry batubara, target praktis adalah pengendapan awal cepat (>100 mm/menit) dan NTU <10. Dosis umumnya dihitung per ton padatan.

Naik tingkat ke bench‑scale. Gunakan kolom thickening untuk memproyeksi underflow pada berbagai dosis, atau sel vakum/belt‑filter laboratorium untuk mengukur kelembapan cake dan kekeruhan filtrat di bawah kompresi. Metode modern mencakup perangkat LUM (untuk memetakan dosis vs kejernihan dan kekuatan cake) dan Capillary Suction Timer/CST sebagai indeks dewatering. Panduan tailings.info menekankan uji settling “SuperFlo” sebagai pra‑pilot guna menentukan tipe flocculant dan dosis optimum.

Selanjutnya pilot/ujicoba lapangan pada peralatan nyata atau skala serupa. Pada thickener, uji unit pilot bergerak atau uji kirim‑kembali sampel untuk memvalidasi pola feed kimia, kecepatan rake, % padatan underflow, dan kejernihan terhadap waktu. Pada belt press/centrifuge, jalankan pilot dewatering untuk menyetel laju umpan, titik injeksi polimer, dan kekeringan cake. Ukur semuanya: kelembapan dan kompresibilitas cake, turbidity/TSS filtrat/centrate, serta perubahan recovery.

Optimasi berlanjut dengan pelacakan kuantitatif. Untuk tiap kombinasi kimia, catat dosis (g/t padatan atau ppm), turbidity overflow (NTU atau mg/L TSS), dan % padatan cake. Biaya kimia vs manfaat dewatering dibandingkan objektif. Sering kali skema dua tahap paling ekonomis: koagulant kationik 10–50 g/t padatan, diikuti polimer anionik berat molekul tinggi ~20–50 g/t (www.mdpi.com; www.scielo.org.za). Titik injeksi krusial: koagulant lebih dulu ke feed slurry atau feedwell thickener, lalu polimer segera sebelum thickener atau alat dewatering agar pembentukan flok puncak terjadi tepat sebelum pemisahan. Pada pengoperasian, pemantauan daring dengan meter NTU atau probe padatan pada overflow dianjurkan; dosis disesuaikan bila seam batubara berganti, pH berfluktuasi, kekerasan air berubah, atau suhu musiman memengaruhi pengendapan.

Intinya, program kimia optimal ditemukan secara iteratif: (1) jar test untuk shortlist reagen dan perkiraan dosis (www.scielo.org.za); (2) bench/pilot thickening untuk memvalidasi tangkapan padatan dan kualitas overflow (tailings.info); (3) commissioning di lokasi dengan pemantauan real‑time untuk mematangkan dosis. Setiap langkah didokumentasikan—misalnya, “Dose = 30 g/t polimer menghasilkan overflow = 5 NTU dan cake = 75% padatan.”

Baca juga: 

Grinding Aid untuk Efisiensi Pabrik Semen dan Umur Media Lebih Panjang

 

Catatan sumber teknis

Data dan praktik di atas merujuk pada: Kumar et al., 2014, studi flokulasi tailings batubara dan performa NTU (www.scielo.org.za); Khazaie et al., 2022, tinjauan koagulasi/flokulasi pada slurry batubara (www.mdpi.com; www.mdpi.com); Cacciuttolo Vargas & Pérez Campomanes, 2022, praktik filtered tailings di Chile‑Peru termasuk 15–25% kelembapan cake dan 0,3–1 m³/m²·jam (www.mdpi.com); Klima et al., 2011, pengujian baseline filter press dan solid‑bowl centrifuge pada underflow thickener batubara, termasuk <0,6% padatan filtrat, 24,2–36,4% kelembapan produk, centrate 0,5–11%, kapasitas >300 kg/jam (www.researchgate.net; www.researchgate.net); perbandingan dan definisi thickener oleh McLanahan (www.mclanahan.com; www.mclanahan.com) dan WestTech Water untuk paste thickening (www.westechwater.com); serta panduan uji lab/pilot oleh tailings.info.

Chat on WhatsApp