Surfactant untuk Irigasi: Cara Meningkatkan Infiltrasi Air, Hasil Panen, dan Efisiensi Biaya

Bahan pembasah (surfactants) mengubah cara air bergerak di tanah: menurunkan tegangan permukaan, “menjembatani” partikel hidrofobik, dan memangkas limpasan hingga 52–75%. Bukti di lapangan menunjukkan efisiensi penggunaan air naik, hasil panen terdongkrak, dan profit meningkat sekitar 19–20% dengan kenaikan biaya irigasi hanya ~4,7%.

Industri: Agriculture | Proses: Irrigation_Systems

Air yang biasanya “menggenang dan kabur” di permukaan bisa diubah perilakunya. Ditambahkan ke air irigasi, wetting agent (surfactants: molekul aktif-permukaan) menurunkan tegangan permukaan air, membuat tetesan menyebar dan menembus pori tanah lebih cepat, terutama di tanah hidrofobik seperti pasir atau tanah dengan bahan organik tinggi. Efeknya konkret: infiltrasi lebih merata, pooling dan runoff berkurang, dan air bertahan lebih lama di zona perakaran.

Dalam uji kolom rumah kaca pada tanah lempung berpasir dan pasir, penambahan surfactant ke irigasi terpisah menurunkan volume leachate (drainase/runoff) hingga 52–75% dibanding air biasa—lebih dari separuh air yang tadinya terbuang tertahan di profil tanah (www.researchgate.net) (www.researchgate.net). Di jagung, penggunaan surfactant nonionik meningkatkan hasil dan irrigation water-use efficiency (IWUE: efisiensi penggunaan air irigasi) pada semua tingkat defisit—bahkan dengan 40% air lebih sedikit, laba setara dengan irigasi penuh (acsess.onlinelibrary.wiley.com).

Mekanisme kimia pembasah tanah

Surfactants adalah bahan amfifilik: punya kepala hidrofilik dan ekor hidrofobik. Ketika dilarutkan dalam air irigasi, mereka menurunkan tegangan permukaan air (dari ~72 mN/m menjadi ~20–30 mN/m tergantung jenis), serta menurunkan sudut kontak sehingga air tidak lagi “membentuk manik” di permukaan tanah melainkan menyebar ke dinding pori (edis.ifas.ufl.edu) (www.mdpi.com). Definisi ringkas: tegangan permukaan adalah “gaya kulit” di permukaan air; menurunkannya membuat air lebih mudah membasahi media padat.

Di tanah hidrofobik (water-repellent), terutama pasir yang dilapisi senyawa organik berlilin, surfactants “menjembatani” partikel tersebut dengan molekul air sehingga sifat tolak air pecah dan tanah kembali basah secara seragam. Song dkk. menegaskan pembentukan “bridge” antara permukaan pasir hidrofobik dan air yang secara signifikan memperbaiki pembasahan pada tanah kering (www.mdpi.com). Moore & Kostka (2010) menyimpulkan surfactant “mengubah dinamika aliran air dan memulihkan wettability tanah”, menghasilkan perilaku hidrologi yang lebih baik (lebih sedikit pooling/runoff, distribusi kelembapan lebih merata) dan membuka peluang konservasi air (www.researchgate.net).

Studi turf mencatat kenaikan volumetric water content (kadar air volumetrik) di lapisan atas tanah hingga ~17% dibanding kontrol tanpa surfactant—“localized dry spots” menghilang (www.mdpi.com).

Dampak pada infiltrasi dan runoff

Dengan wettability pulih, laju dan keseragaman infiltrasi naik drastis. Dalam studi kolom rumah kaca, surfactant pada skema irigasi parsial memangkas leachate hingga 52–75% dibanding air biasa, baik pada loam maupun pasir (www.researchgate.net) (www.researchgate.net). Survei pada pasir hidrofobik lapangan golf menunjukkan agen pembasah menghilangkan “fingering flow” dan kanal sehingga aplikasi drip atau spray meresap merata (www.researchgate.net) (www.researchgate.net).

Dampak ikutannya: lebih sedikit runoff berarti erosi dan kehilangan hara menurun. Moore & Kostka menekankan bahwa tanah water-repellent tanpa perlakuan rawan “loss of wettability, increased runoff and preferential flow, reduced access to water for plants, reduced irrigation efficiency” serta risiko pencemaran non-point yang lebih tinggi; surfactant yang “menghubungkan kembali” air dan tanah membalik tren tersebut dan menekan limpasan permukaan (www.researchgate.net) (www.researchgate.net).

Kenaikan hasil dan efisiensi air

Di jagung, Chaichi dkk. (2015) menunjukkan penambahan surfactant nonionik pada irigasi—di level defisit apa pun—secara signifikan meningkatkan grain yield dan biomassa dibanding tanpa surfactant, sekalipun irigasi hanya 40–80% dari evapotranspirasi normal (acsess.onlinelibrary.wiley.com). IWUE meningkat di semua perlakuan (acsess.onlinelibrary.wiley.com), dan dengan 40% air lebih sedikit plus surfactant, profit setara dengan kontrol yang diairi penuh (acsess.onlinelibrary.wiley.com). Secara angka, profit naik sekitar 19–20% sementara biaya irigasi hanya naik ~4,7% (acsess.onlinelibrary.wiley.com).

Konsisten lintas studi, surfactant meningkatkan kelembapan tanah sekitar ~5–15% dan hasil dengan margin serupa atau lebih besar; Chaichi dkk. juga melaporkan sekitar ~1:4 kenaikan profit untuk setiap unit tambahan biaya irigasi (acsess.onlinelibrary.wiley.com).

Panduan pemilihan berdasarkan jenis tanah

Tidak ada satu surfactant yang cocok untuk semua. Pemilihan bergantung tekstur, kandungan organik, dan tujuan irigasi. Ringkasannya:

• Tanah pasir hidrofobik: gunakan wetting agent kuat (sering berbasis silikon atau polimer). Kelas seperti alkyl block copolymers (ABP) atau alkoxylated polyols (PoAP) berperan besar meningkatkan wettability dan memecah lapisan organik (crimsonpublishers.com). “Super-spreaders” ini cepat menghilangkan sifat tolak air; aplikasi praktis berupa larutan encer 0,1–0,2% v/v melalui sistem irigasi (crimsonpublishers.com).

• Tanah lempung berpasir/campuran: surfactant nonionik moderat (mis. ethoxylated alcohols atau alkyl polyglucosides) umumnya memadai. Nonionik populer karena stabil, kompatibel dengan pupuk/pestisida, dan tidak memflokulasi liat (edis.ifas.ufl.edu). Aplikasi berulang (bulanan atau dua mingguan) mungkin diperlukan jika sifat tolak air muncul kembali.

• Tanah liat atau bahan organik tinggi: masalah utama bukan hidrofobik, melainkan pemadatan/penyegelan permukaan atau dispersi. Surfactant anionik (mis. sulfat) dapat meningkatkan dispersi liat dan memperparah penyegelan, sehingga tipe nonionik atau amfoter biasanya lebih aman (edis.ifas.ufl.edu). Pada tanah organik tinggi (gambut/humus), surfactant yang menarget lapisan organik—mis. “Alkyl Block Polymer”—sering digunakan (www.mdpi.com) (crimsonpublishers.com).

Efektivitas “sangat tergantung pada sifat tanah, kandungan bahan organik, dan kimia surfactant” (crimsonpublishers.com). Uji kecil (simulator hujan atau infiltrometer) sangat membantu untuk memilih opsi paling efektif di lahan. Faktor biaya juga penting: “secara teori semua empat kelas” (anionik, kationik, amfoter, nonionik) bisa meningkatkan efisiensi penggunaan air, tetapi harganya berbeda signifikan—pilih yang paling cost-effective (edis.ifas.ufl.edu).

Pada praktik injeksi lewat jaringan irigasi dengan larutan 0,1–0,2% v/v, peralatan penakaran kimia presisi seperti dosing pump akurat umum digunakan untuk menjaga konsistensi dosis.

Integrasi ke sistem irigasi

Air irigasi yang bersih membantu distribusi wetting agent yang seragam. Di banyak kebun, saringan kasar dipasang sebagai tahap awal; opsi yang lazim adalah manual screen untuk menahan debris berukuran besar.

Untuk polishing partikel halus, operator kerap memakai cartridge filter yang mampu menghilangkan partikel 1–100 mikron guna menjaga kebersihan jaringan.

Pada debit lebih besar atau sumber air dengan muatan partikel tinggi, media filtrasi dual seperti sand silica digunakan untuk menahan partikel 5–10 mikron sebelum kimia ditambahkan.

Perhitungan untung-rugi

Evaluasi ekonomi oleh Chaichi dkk. menunjukkan biaya surfactant hanya menaikkan ongkos irigasi ~4,7%, namun total profit naik 19,75% (acsess.onlinelibrary.wiley.com). Mereka juga mencapai profit identik dengan 40% air lebih sedikit plus surfactant dibanding irigasi penuh tanpa surfactant (acsess.onlinelibrary.wiley.com).

Ilustrasi aritmetika sederhana: skema irigasi normal memakai 5000 m³/ha (US$0,10/m³) untuk jagung 10 t/ha di US$300/t. Profit awal = 3000 – 500 = US$2500. Beralih ke irigasi terbatas (mis. 60%) dengan surfactant memakai 3000 m³ (US$300) dengan hasil 10,5 t/ha (pendapatan US$3150) dan biaya surfactant US$30/ha; profit = 3150 – 330 = US$2820. Itu kenaikan profit 12,8% meski ada ≈10% tambahan biaya (air+surfactant) — mencerminkan ROI tinggi. Estimasi konservatif pun menunjukkan titik impas pada kenaikan hasil yang jauh lebih kecil. Singkatnya, “biaya marjinal surfactant umumnya jauh terimbangi oleh penghematan air dan kenaikan hasil” (acsess.onlinelibrary.wiley.com) (www.researchgate.net).

Ringkasan dampak terukur

• Abagandura dkk. (2021): penurunan volume drainase 52–75% dengan surfactant (www.researchgate.net) (www.researchgate.net).

• Chaichi dkk. (2015): IWUE dan profit naik; profit meningkat 19,8% dengan surfactant (acsess.onlinelibrary.wiley.com). Lintas komoditas, perbaikan WUE (water-use efficiency: efisiensi penggunaan air) sering 10–30% (acsess.onlinelibrary.wiley.com) (www.researchgate.net).

Sumber dan referensi

Ringkasan ini merujuk studi teruji dan laporan penyuluhan. Termasuk Chaichi dkk. (2015) tentang hasil jagung dan WUE (acsess.onlinelibrary.wiley.com) (acsess.onlinelibrary.wiley.com); Moore & Kostka (2010) tentang efek hidrologis surfactant (www.researchgate.net); Abagandura dkk. (2021) tentang kelembapan tanah/leachate (www.researchgate.net) (www.researchgate.net); Liu dkk. (UF/IFAS HS1230, 2014) tentang kimia surfactant (edis.ifas.ufl.edu) (edis.ifas.ufl.edu); Song dkk. (2019) tentang mekanisme wetting agent (www.mdpi.com) (www.mdpi.com); dan tinjauan terbaru (Figueira 2024) yang merangkum kelas surfactant dan ketergantungan jenis tanah (crimsonpublishers.com). Semua data, persen, dan angka yang dikutip berasal dari sumber-sumber tersebut.

Chat on WhatsApp