Teknologi Dewatering Lumpur Pulp dan Kertas: Cara Menekan Volume, Ongkos, dan Dampak Lingkungan

Dari thickener gravitasi hingga belt filter press dan centrifuge, peta jalan pengelolaan lumpur terpadu di pabrik pulp & kertas menekan volume, memangkas ongkos, dan membuka jalan guna ulang—selaras regulasi Indonesia.

Industri: Pulp_and_Paper | Proses: Wastewater_Treatment

Pabrik pulp dan kertas memproduksi lumpur air limbah dalam volume besar—campuran serat halus, padatan biologis, dan residu kimia—di tahap clarifier dan pengolahan. Kajian terbaru memperkirakan yield lumpur kering 4–40 kg per ton kertas (produk) (www.researchgate.net), sementara banyak pabrik melaporkan ~40–50 kg/ton (www.sinowatek.technology) (www.researchgate.net).

Masalahnya, lumpur mentah sangat encer (TS atau total solids, fraksi padatan total, biasanya <1–2%). Bahkan setelah 12 jam pengendapan gravitasi, kadar TS baru ~2–9% (tergantung jenis—groundwood vs deinking) (nepis.epa.gov). Artinya setiap 1 m³ lumpur cuma membawa ~5–10 kg padatan—transport dan pembuangan menjadi mahal. Di Indonesia, lumpur proses semacam ini diklasifikasikan sebagai (berpotensi) B3, dengan kewajiban memprioritaskan pemanfaatan kembali (ppid.menlhk.go.id).

Karakter lumpur dan titik awal proses

Lumpur pabrik pulp/kertas didominasi organik—selulosa dan hemiselulosa ~40–50% bobot kering (www.researchgate.net)—bercampur iners seperti CaCO₃ dari filler, plus potensi logam residu atau alkalinitas anorganik (www.mdpi.com) (www.scielo.br). Padatan biologis dari proses activated sludge turut menyumbang fraksi biomassa.

Di hulu, unit pemisahan fisik seperti primary treatment dan clarifier membentuk arus lumpur yang kemudian menjadi target pengentalan (thickening) dan dewatering.

Thickening gravitasi dan flotasi

Tujuan thickening adalah menaikkan TS ke ~5–10% sebelum dewatering. Praktiknya, pabrik menggunakan thickener gravitasi atau flotasi. Thickener mekanis tipe picket-fence mengonsentrasikan primary sludge dari ~0,5–1% ke ~2–5% TS dalam 4–6 jam (nepis.epa.gov). Disc/spiral thickener menawarkan hasil serupa dengan waktu tinggal 2–3 jam.

Untuk serat halus, thickener DAF (dissolved-air flotation) lazim dipakai dan, dengan conditioning polimer, mencapai ~5–7% TS. Dosis polimer (flocculant/coagulant) yang stabil—misalnya melalui flocculants dan kontrol injeksi dengan dosing pump—mendorong performa. Desain tipikal memuat 200–800 ft² per ton beban padatan dan 4–6 jam detention; performa bergantung pada karakter lumpur (fibrous vs mineral) (nepis.epa.gov). Pengentalan mengurangi volume ~3–5× (contoh: 1% → 5% TS setara ~80% pengurangan volume), dan dengan polimer yang dioptimalkan, banyak thickener modern mencapai effluent ~6–10% TS.

Data kunci: thickener gravitasi di pabrik pulp menghasilkan ~3–9% TS setelah 12 jam (nepis.epa.gov); disc thickener tipikal ~5–7% TS—konsentrasi 5–7× ini memangkas beban dewatering secara drastis.

Baca juga: Pengolahan Limbah Secara Kimia

Dewatering mekanis: opsi dan kinerja

 

Setelah thickening, dewatering mekanis mengekstrak air bebas. Di pabrik pulp/kertas, dua teknologi dominan adalah belt filter press dan decanter centrifuge; opsi lain dipakai pada kasus khusus.

Belt Filter Press—Sistem kontinu yang menggabungkan drainase gravitasi dan tekanan bertahap. Umpan 3–10% TS (setelah thickening) dialirkan di antara sabuk berfilter tegang; untuk campuran biologis, feed dapat 0,5–4% TS (nepis.epa.gov). Dengan polimer, cake umumnya 20–44% TS; primary sludge sering 28–44% TS (nepis.epa.gov). Keterbatasan: konsumsi polimer, kebutuhan wash water, dan daya moderat. Loading rate tipikal di kisaran ratusan kg DS/jam per meter lebar sabuk (nepis.epa.gov). Volume menyusut ~4–6× dibanding lumpur yang sudah thickened. Cake terikat polimer cenderung berfraksi volatile solids lebih tinggi, memudahkan insinerasi atau komposting (nepis.epa.gov).

Decanter Centrifuge—Centrifuge memisahkan padatan via gaya sentrifugal. Dengan polimer, dryness sebanding atau lebih baik dari belt press (~20–30% TS, khusus “sludge-decanting” dilaporkan hingga ~30–35%) (www.flottweg.com). Kelebihan: kompak, toleran variasi umpan (sering 1–5% TS). Konsekuensi: konsumsi daya tinggi dan keausan. Untuk kelembapan umpan tertentu, cake sering lebih kering dibanding belt, terutama dengan conditioning polimer di awal.

Screw Press—Peras mekanis kontinu dengan biaya lebih rendah. Output cake tipikal ~15–25% TS (nepis.epa.gov), konsumsi polimer/energi minimal. Rentan clogging pada lumpur berserat; lazim untuk debit kecil (sering <10 m³/jam/unit).

Plate-and-Frame/Chamber Filter Press—Operasi batch dengan dryness sangat tinggi (40–50%+ TS). Jarang dipakai untuk volume besar karena kebutuhan tenaga/operasi batch; relevan jika targetnya dryness maksimum.

Vacuum Drum Filter—Teknologi lebih lama; lazimnya menghasilkan ~15–20% TS pada lumpur berserat.

Ringkasnya: setelah dewatering, kadar padatan 20–40% membuat yield padatan per volume melonjak ~4–10× di atas lumpur yang sudah thickened (nepis.epa.gov). Secara keseluruhan, dari lumpur mentah (>0,5% TS) ke cake 25% TS, reduksi volume dapat melampaui 10–20×. Contoh: 1.000 L pada 1% TS (~10 kg padatan) ditingkatkan menjadi 5% (200 L) lalu didewatering ke 30% cake (~33 L) — volume turun ~30×.

  • Gravity Thickener: feed 1–2% → 5–8% TS; reduksi volume vs raw ~4–6×.
  • Belt Filter Press: feed 3–10% TS; cake 20–44% TS (nepis.epa.gov); reduksi ~6–12×.
  • Decanter Centrifuge: feed 1–5% TS; cake ~20–30% TS; reduksi ~5–10×.
  • Screw Press: feed 3–8% TS; cake 15–25% TS; reduksi ~3–6×.

(TS = total solids; “reduksi volume” membandingkan volume cairan lumpur mentah ke cake pada bobot kering sama.) Periferal seperti spray wash dan konveyor termasuk ancillaries yang tak bisa diabaikan dalam desain unit.

Baca juga: 

Penerapan Sistem Biofilter dalam Pengolahan Limbah Air

Penghematan volume dan biaya

Pengurangan volume satu orde besaran punya dampak ekonomi jelas. Literatur mencatat biaya pembuangan sludge kertas sekitar US$30 per ton kering (AS) (www.mdpi.com) dan US$332–441/ton untuk insinerasi (www.researchgate.net). Mengurangi 10.000 L/hari menjadi 500 L memangkas angkut dan biaya secara drastis. Satu studi AS menyebut pabrik besar (100 t/hari pada 50% TS) menanggung ~US$1 juta/tahun biaya landfill saja (www.mdpi.com); dengan dewatering, biaya itu dapat turun >90%.

Di Indonesia, pembuangan lumpur B3 sangat diatur—pemanfaatan/valorisasi didahulukan (ppid.menlhk.go.id). Itu sebabnya dewatering menjadi prasyarat untuk reuse yang ekonomis dan kepatuhan.

Opsi akhir: aplikasi lahan, insinerasi, dan lainnya

Aplikasi Lahan (pembenah tanah)—Lumpur pulp/kertas yang sudah didewatering kaya karbon organik (lignoselulosa ~40–50% OC) dan bisa meningkatkan struktur/kesuburan tanah (www.researchgate.net). Ulasan UK/Eropa mengonfirmasi manfaat hasil panen dan tanpa dampak ekologis besar pada laju aplikasi tipikal (www.researchgate.net). Risiko termasuk imobilisasi N dan potensi logam/ toksin; co‑application dengan pupuk N dapat memitigasi (www.researchgate.net). Pra‑perlakuan seperti stabilisasi kapur atau komposting menurunkan patogen dan amonia. Negara seperti Finlandia dan Brasil berhasil memanfaatkan lime mud dan sludge di pertanian (www.scielo.br). Di Indonesia, sludge dengan logam berat atau senyawa terklorinasi kemungkinan dikategorikan B3; setiap aplikasi lahan harus membuktikan keamanan sesuai pedoman KLHK. Alkalinitas tinggi (dari CaCO₃) memberi kemampuan pengapuran; bahkan abu sludge pasca‑insinerasi disetujui di beberapa wilayah sebagai kapur pertanian (www.researchgate.net). Kelebihan: hindari landfill/insinerasi dan mengembalikan organik ke tanah. Batasan: logistik, kontrol kualitas (logam berat, patogen), dan kepatuhan regulasi.

Insinerasi (recovery energi)—Pembakaran langsung di boiler atau recovery furnace lazim di pabrik terintegrasi. Cake 25–30% TS bisa co‑firing di recovery boiler atau insinerator khusus, mengganti bahan bakar fosil. Nilai kalor sludge kertas kering ~15,5 MJ/kg kering (www.mdpi.com). Biaya: analisis terbaru menunjukkan insinerasi (listrik, tenaga, transport, kontrol emisi) sekitar US$300–440/ton kering, sementara energi/nilai abu hanya ~US$92/ton (www.researchgate.net). Emisi harus dikendalikan; misalnya, insinerasi sludge pulp AS melepas 40.000 t SO₂ dan 59.000 t NOx (baseline 2005) (www.researchgate.net). Meski begitu, insinerasi bisa mengompensasi GRK jika mengganti batu bara dan bersinergi dengan produksi biogas melalui pencernaan anaerobik. Di Indonesia, insinerasi langsung sludge takterolah mungkin mensyaratkan insinerator B3 (karena klorin/organik), tetapi banyak pabrik co‑firing primary fiber sludge di recovery boiler (non‑B3) sebagai praktik rutin. Abu hasil (kaya karbonat logam alkali) dapat dipakai sebagai kapur atau di‑loop kembali ke pabrik; Turner et al. menyoroti manfaat pengapuran abu sludge ini (www.researchgate.net).

Opsi lain (valorisasi)—Komposting bersama limbah hijau; pelletizing menjadi RDF (refuse‑derived fuel); dan pyrolysis/torrefaction. Lumpur kertas yang dicacah dapat dibentuk menjadi pelet/briket bahan bakar (id.aishred.com) (www.researchgate.net). Kiln semen dapat melakukan co‑processing sebagai bahan bakar sekaligus bahan baku mineral. Biokonversi (mis. pencernaan anaerobik) menghasilkan biogas namun lebih jarang untuk sludge berserat (biodegradabilitas rendah kecuali dipretreatment) (www.researchgate.net) (www.mdpi.com). Solusi pencernaan dapat dirujuk pada sistem anaerobik/aerobik. Di Indonesia, opsi seperti RDF atau co‑processing berpotensi berkembang sejalan kebijakan minimisasi limbah, namun implementasi praktisnya masih awal. Prinsipnya jelas: rute yang memulihkan energi/pupuk—sesuai hierarki Reduce–Reuse–Recycle—lebih baik daripada landfill. Landfilling tetap jalan terakhir dalam panduan EU/EPA dan hukum Indonesia.

baca juga: 

Pengertian dan Pengaruh TDS dan TSS Terhadap Kualitas Air

Regulasi dan dampak lingkungan

Hukum Indonesia menekankan waste valorization: pemerintah dan KLHK mewajibkan pelaku usaha memanfaatkan (reuse/recycle) sebelum pembuangan final (ppid.menlhk.go.id). Berdasarkan PP 101/2014 (limbah B3) dan turunannya, sludge yang mengandung bahan berbahaya (klorin, logam berat dari tinta/kimia) wajib dikelola sebagai B3. Standar Industri Hijau (Permen 11/2019) mendorong teknologi daur ulang air limbah/limbah padat, dan PROPER memberi nilai “beyond compliance” bagi pemanfaatan di lokasi (mis. co‑firing di boiler, aplikasi lahan terawasi) (ppid.menlhk.go.id). Untuk aplikasi lahan, standar pembenah tanah (Permen LHK 05/2014) menuntut analisis laboratorium logam dan polutan organik. Insinerasi harus memenuhi baku mutu emisi (mis. merkuri, dioksin)—biasanya via insinerator khusus atau recovery boiler dengan scrubber.

Hasil lingkungan: rencana holistik (thickening + dewatering + guna ulang) dapat memangkas volume drastis; contoh 1.000 L sludge → ~30 L cake (reduksi ~30×) memotong emisi transport dan disposal >97%. Turner et al. melaporkan, dibanding landfill, penyebaran sludge pulp di lahan menurunkan net GHG berkat input karbon tanah (www.researchgate.net). Menghindari dekomposisi sludge berair (~98% air) juga mencegah metana anaerobik dari landfill. Sebaliknya, insinerasi yang cermat energi dapat memulihkan ~10–12 MJ/kg dan menggeser bahan bakar, namun menghasilkan CO₂ dan NOx (CO₂ biogenik pulp umumnya net‑zero). Satu studi kasus menunjukkan pengolahan biologis lanjut yang ko‑mencerna sludge pulp dapat memangkas separuh jejak karbon WWT (www.researchgate.net).

Tren biaya: peningkatan conditioning/dewatering memberi penghematan landfill/transport 20–50%. Kebutuhan polimer dan daya untuk press/centrifuge diimbangi penghematan ini. Penyedia teknologi mencatat press generasi baru menurunkan konsumsi energi 10–30% vs model lama (www.sinowatek.technology). Dengan biaya landfill Indonesia dan ongkos insinerasi B3 yang tinggi, investasi moderat pada peralatan terbayar cepat.

Rencana terpadu dan eksekusi

ChatGPT Image Oct 20, 2025, 02_53_58 PM

Rencana pengelolaan lumpur yang terpadu menetapkan pengentalan primer (~5–10% TS), diikuti dewatering mekanis (target ~25–35% TS). Pemilihan belt press vs centrifuge ditentukan laju alir dan biaya: belt unggul pada debit besar kontinu; centrifuge pada beban variatif atau target dryness lebih tinggi. Polishing thickening dapat memanfaatkan DAF dengan flocculants yang dikontrol oleh dosing pump. Pada akhirnya, jalur guna ulang didahulukan: co‑firing cake di recovery boiler, atau pemrosesan menjadi pembenah tanah/RDF. Pemantauan rinci (TS, logam) menjamin kepatuhan.

Mencapai 25% TS cake (dibanding 1% raw) menciutkan volume ~25×, memangkas tagihan pembuangan ~96% (nepis.epa.gov) (www.mdpi.com). Di saat bersamaan, potensi aplikasi lahan memanfaatkan organik sludge (terbukti efektif secara internasional, www.researchgate.net) dan selaras mandat “reduce–reuse” Indonesia (ppid.menlhk.go.id).

Chat on WhatsApp