Screen Rejects Pabrik Pulp: Dari Beban Landfill ke Bahan Bakar Boiler

Aliran “reject” dari brown‑stock screening sebenarnya bernilai energi setara kayu, namun kuncinya ada di dewatering dan penanganan kotoran abrasif. Banyak pabrik sudah membakarnya di bark/power boiler untuk menghemat bahan bakar dan biaya pembuangan.

Industri: Pulp_and_Paper | Proses: Brown_Stock_Washing_&_Screening

Brown‑stock screening (tahap penyaringan pulp cokelat awal setelah pulping kimia) memisahkan “knots” dan “shives” — gumpalan kayu tak matang dan serat halus tak tersaring. Idealnya, knotter reject rate hanya sekitar ~0,5% dari umpan kayu (www.paperadvance.com), sementara angka lebih tinggi 2–5% menandakan furnis kayu atau proses cooking yang buruk (www.paperadvance.com).

Secara massa, rejects sering di bawah 1–2%, namun volumenya tetap besar pada kapasitas pabrik modern. Sebagai pembanding, pabrik di Indonesia mengonsumsi ~6,6 juta ton/tahun kertas daur ulang dan menghasilkan hydropulper rejects 5–10% (~0,33–0,66 Mt/tahun) (www.researchgate.net). Pada pengumpulan, rejects umumnya sangat basah (sering >70% air), didominasi serat lignoselulosa dengan abu rendah — namun tetap memiliki “significant heating values” dan “low moisture” relatif terhadap limbah lain (text.123docz.net). Pelet reject kering dilaporkan ~29 MJ/kg (www.researchgate.net) — sekelas kayu atau bark.

Komposisi dan volume aliran rejects

Knots (coarse rejects) dan shives (fine rejects) utamanya adalah kayu tak matang/parsial matang, bark, pasir, dan trash tak terelakkan. Siklus re‑sirkulasi menambah risiko: satu studi mencatat setiap “generasi” knots yang disirkulasikan kembali dapat memunculkan 17,5% rejects tambahan, sehingga memukul yield; karena itu meminimalkan rejects/recirculation lebih disukai (www.paperadvance.com).

Penyisihan awal material kasar dapat dilakukan dengan screen berkelanjutan seperti automatic screen untuk debris >1 mm, atau pra‑tangkap menggunakan manual screen pada titik masuk. Di area air limbah pabrik, unit pemisahan fisik terintegrasi seperti physical separation systems lazim sebagai pretreatment sebelum dewatering utama.

Baca juga: Pengolahan Limbah Secara Kimia

Opsi pemanfaatan dan pembuangan

Recirculation atau refining. Banyak pabrik mengembalikan knots ke digester atau melakukan refining lalu re‑screen untuk memulihkan serat (www.paperadvance.com), namun berisiko heterogenitas dan over‑processing bila re‑cooking tak pernah menuntaskan pemasakan knots (www.paperadvance.com).

Landfill. Pembuangan ke landfill dimungkinkan tetapi semakin tak disukai regulasi modern. Di Eropa, kerangka kebijakan mewajibkan meminimalkan pembuangan organik ke landfill (text.123docz.net); hukum limbah Indonesia juga menekankan reduksi dan pemulihan energi bila layak. Jika rejects sangat terkontaminasi (pasir, logam), fraksi anorganik perlu dipisahkan dan ditimbun, sementara fraksi bakar dipulihkan.

Insinerasi di pabrik. Hampir semua pabrik dengan recovery boiler atau bark boiler membakar limbah kayu mereka (termasuk screen rejects) untuk memulihkan energi (text.123docz.net). Screen rejects bersifat combustible seperti bark/hog fuel dan bisa dikirim ke utility boiler atau tungku khusus. Kelebihannya adalah pemulihan energi: rejects yang benar‑benar kering menghasilkan ~16–20 MJ/kg (sebanding kayu), sembari menghindari biaya pembuangan. Satu studi memperkirakan bio‑oil dari pirolisis rejects kertas daur ulang memiliki kandungan energi ~77,8 MJ/kg (catatan: nilai tampak tinggi, kemungkinan basis karbon) (www.researchgate.net).

Co‑firing di power boiler. Saat dibakar di power/steam boiler (sering circulating fluidized bed/CFB atau stoker‑type), reject dapat menggantikan batubara atau minyak bakar. Pada kelembapan tipikal (~50% b/b), co‑firing bisa dilakukan hingga fraksi moderat (sering puluhan persen) tanpa perubahan besar pada boiler; pulp boiler memang dirancang untuk bahan bakar basah seperti black liquor dan bark. Ada kasus pelet reject dengan ~50% moisture “mungkin digunakan sebagai bahan bakar boiler dengan blending bersama batubara” (vincentcorp.com). Rekomendasi lain adalah menargetkan >40% solids (≤60% moisture) dan nilai kalor >11 MJ/kg agar insinerasi reject praktis (www.studocu.com). Secara praktik, pabrik memaksimalkan dry solids (DS, kadar padatan kering) sebelum pembakaran, karena pembakaran macet saat moisture melampaui ~65% (link.springer.com). Intinya, fraksi ringan kaya serat (setelah grit disingkirkan) “umumnya dibakar di bark boiler pabrik” (text.123docz.net).

Pembakaran eksternal/pelet. Bila boiler on‑site tidak tersedia atau penuh, rejects dapat dipelletisasi atau dibriket. Di Indonesia, peneliti mem‑pellet hydropulper rejects (sekitar ~20% serat, 80% plastik HDPE) (www.researchgate.net) dan memperoleh pelet dengan ~29,3 MJ/kg (dry) (www.researchgate.net). Pirolisis pelet tersebut menghasilkan ~40% bio‑oil dengan nilai kalor tinggi ~77,8 MJ/kg dan syngas yang mendukung ~1,08 kWh listrik per kg reject (www.researchgate.net). Penggunaan baru lain termasuk daur ulang ke papan partikel ringan yang kinerjanya kompetitif terhadap standar (www.researchgate.net).

Opsi lain. Composting atau land‑spreading umumnya tidak praktis karena lignin tinggi, potensi organik terklorinasi, serta plastik/kaca. Daur ulang industri (mis. ke fiberboard kualitas lebih rendah atau mulch mats) mungkin memanfaatkan fraksi serat, tetapi campuran stickies/plastik sering menghambat valorisasi bersih.

baca juga: Media Filtrasi : Sand Filter, Carbon Filter dan Iron Filter

Pembakaran di boiler daya: potensi energi dan batasan

Pembakaran rejects di boiler pabrik berkontribusi pada listrik/uap on‑site. Data volatilitas uap menunjukkan per kg dry waste, kira‑kira 2–3 kWh thermal power dapat dipulihkan (yakni ~7–10 kWh electricity equivalent) bergantung pada efisiensi boiler. Studi pirolisis pelet di Indonesia menyiratkan energi tersedia ~1,08 kWh/kg dari syngas saja (www.researchgate.net) — menandakan potensi energi total lebih besar saat char ikut dibakar. Secara praktik, penambahan reject akan menggantikan porsi bark/fuel lain. Satu pabrik fiberboard Amerika Utara mencatat, saat reject dipadatkan ≥40% solids, blending ke coal boiler layak secara teknis, meski umumnya pada rasio campur rendah (vincentcorp.com).

Kendala terbesar adalah kelembapan dan impurities. Limbah basah (<50% solid) butuh pengeringan besar dan kontrol stabilitas api. Studi Spirac menunjukkan aliran reject hanya ~3% solids harus ditambah padatannya jadi ~15–20% lalu dipres hingga ~30% DS (www.spirac.com; www.spirac.com). Bahkan 30% DS (70% moisture) sudah mendekati batas pembakaran mandiri (link.springer.com), sehingga sering co‑fired dengan bahan lebih kering. Logam atau kaca dapat memercik/merusak burner; karena itu separator magnetik dan densitas kerap ditambahkan (seperti pada sistem Bellmer) (www.bellmer.com). Korosi dan fouling juga mengintai: klorin dan anorganik lain terkonsentrasi di abu dan dapat mengkorosi tube boiler, sehingga beberapa pabrik mencuci abu atau mengendalikan komposisi umpan.

Secara keseluruhan, pemulihan energi dari rejects bisa signifikan. Laporan pabrik pulp menyebut lebih dari separuh kebutuhan energi pabrik kerap disuplai oleh limbah biomassa (bark, rejects, sludge) yang dibakar on‑site (www.studocu.com). Namun, volume rejects sendiri kecil; manfaat utamanya adalah menghindari biaya pembuangan plus tambahan energi.

baca juga: 

Pengertian dan Pengaruh TDS dan TSS Terhadap Kualitas Air

Dewatering dan penanganan: tahapan dan kendala

ChatGPT Image Oct 17, 2025, 11_18_00 AM

Screen/pulper rejects sangat encer. Praktiknya, pabrik menggunakan tahap berjenjang: contoh pabrik newsprint memiliki aliran ~3% solids, lalu digabung thickener+compactor ke ~10–20% solids dan akhirnya dipres hingga ~30% DS (www.spirac.com; www.spirac.com). Pemasok seperti Bellmer/Spirac merekomendasikan disc thickener hulu (AKSE F) untuk pre‑concentration fibrous rejects, diikuti screw/belt press (AKUPRESS/AKUPAC) untuk mencapai 25–35% DS (www.bellmer.com; www.spirac.com). Screw press unggul untuk bundel serat, otomatis saat beban fluktuatif, dan minim perawatan (vincentcorp.com). Dari inlet 5–10% DS, output bisa naik ke 30–50% DS bergantung proses; belt press tipikal ~30% cake, sedangkan screw press yang memadai dapat mendekati 50% (vincentcorp.com).

Tantangannya nyata: contaminants besar/“sticky” (plastik film, wet‑strength fiber, fines, adhesives) menutup screen/press; diperlukan inlet besar dan flushing periodik. Abrasif (pasir/grit) mengikis screw; perangkap partikel berat seperti cyclone/SISAK kerap dipasang (www.bellmer.com). Konveyor koil atau compactor harus menangani feed “ragg” yang tak beraturan. Kandungan air tinggi berarti volume besar dan energi untuk pemompaan/pemerasan. Minimasi air — lewat thickening, saringan drain parsial, bahkan waste‑heat dryers — menjadi kunci menekan beban pengangkutan dan beban penguapan di boiler.

Dari sisi ekonomi/teknis, dewatering kerap menjadi bottleneck: mengeluarkan air dengan murah itu sulit. Literatur industri menekankan “maximum dry content = high calorific value = maximum economic performance” (www.bellmer.com). Setiap persen DS tambahan berarti beban penguapan lebih sedikit dan daya bersih lebih tinggi. Namun pengeringan jauh di atas ~50% DS biasanya memerlukan thermal drying — jarang layak untuk rejects. Secara praktis, kompaksi dan pembakaran langsung pada ~30–40% DS adalah batas ekonomis. Peralatan pendukung handling seperti konveyor, compactor, dan kontrol material kasar dapat dikategorikan sebagai ancillaries untuk water/wastewater di area utilitas pabrik.

Baca juga: 

Penerapan Sistem Biofilter dalam Pengolahan Limbah Air

Implikasi operasional di pabrik

Dengan penanganan yang tepat, fraksi kaya serat yang dikeringkan dapat dibakar sebagai bahan bakar, memulihkan ~15–18 MJ/kg energi (www.researchgate.net; link.springer.com) sambil menghindari landfill. Trade‑off utama adalah biaya modal/energi untuk dewatering versus penghematan pembelian bahan bakar dan biaya pembuangan. Dalam skema utilitas, integrasi screening/pretreatment yang rapi dengan unit seperti pemisahan fisik air limbah menjaga keandalan press dan boiler dari debris liar.

Chat on WhatsApp