Sampah Serat Tekstil: Dari Blowroom ke Balik Pasar — Angka, Opsi Daur Ulang, dan Rintangan Logistik

Volume serat global menembus 100 juta ton dan limbah ikut melonjak. Di balik retorika “circular”, industri menghadapi realitas pahit: hanya sebagian kecil yang kembali jadi tekstil, sisanya menumpuk atau terbakar.

Industri: Textile | Proses: Fiber_Spinning_&_Weaving

Produksi serat global menembus lebih dari 100 Mt (juta ton metrik) pada 2017 — polyester sekitar 51%, kapas ~25% — dan terus tumbuh, yang berarti lonjakan scrap pra‑konsumen di pabrik pemintalan dan penenunan (IntechOpen). Di lantai produksi modern, sekitar 2,5–4,5% kapas yang masuk blowroom (tahap pembukaan dan pembersihan serat) dan tambahan 4–7% di carding (pembentangan serat menjadi web/sliver) berakhir sebagai “clean” waste fiber, sementara kehilangan blowroom serat sintetis biasanya <0,5% (TextileBlog) (TextileBlog).

Inefisiensi agronomi dan manufaktur memperparahnya: sebuah studi menemukan produsen garmen di India kehilangan ~11% kapas yang dikonsumsi sebagai limbah (IntechOpen). Di Eropa, total limbah tekstil mencapai ~7–7,5 Mt per tahun (~15 kg per kapita); sekitar 85% merupakan pasca‑konsumen (pakaian dibuang), hanya ~15% berupa offcut industri dan limbah pabrik; yang terkumpul pun baru ~33% yang didaur ulang secara formal (Fiber Journal) (Fiber Journal).

Di Indonesia, skala masalah kian mendesak: data KLHK menunjukkan sekitar 2,3 juta ton limbah tekstil pada 2021, namun baru ~0,3 Mt yang didaur ulang (~13% pemulihan) (ANTARA). Pemerintah merespons: Indonesia menyiapkan aturan Extended Producer Responsibility (EPR) melalui revisi Permen LHK 75/2019 — mewajibkan seluruh produsen tekstil, dari pabrik besar hingga UMKM, menyusun peta jalan pengurangan limbah dan melaporkan upaya daur ulang (ANTARA).

Ekonomi daur ulang di sumber

Mendaur ulang scrap di sumber produksi itu rasional secara biaya — biaya serat mendominasi harga benang (IntechOpen). Jalur paling lazim adalah mechanical recycling (proses fisik: pencacahan, pembersihan, re‑carding, lalu pemintalan ulang tanpa reaksi kimia). Polyester (PET) limbah bahkan sudah luas dipakai: r‑PET yarn dibuat “100% atau dalam blend” dari material daur ulang (IntechOpen).

Di pasar berkembang, blend tinggi kian mungkin. Studi dengan rotor dan ring spinning (dua jenis frame pemintalan; rotor cepat dan efisien, ring menghasilkan benang halus) menghasilkan benang berkualitas dengan hingga 25% kapas daur ulang diblending ke kapas murni (ResearchGate). Lebih jauh, studi teknis 2024 menunjukkan bahwa, dengan pengoptimalan duct pembersih, 100% pre‑consumer cotton waste dapat dipintal menjadi ring‑spun cotton yarn yang memenuhi kriteria mutu standar; R&D senior juga mencatat frame baru (seperti Rieter R37) mampu “spin yarns… exclusively from 100% cotton waste” pada kekuatan yang dapat diterima (PMC).

Untuk scrap sintetis, re‑spinning mekanis (mis. sliver akrilik, polyester daur ulang) dimungkinkan, tetapi pemendekan serat — tipikal 30–40% panjang hilang selama proses — sering memaksa blend dengan serat murni (Fiber Journal). Untuk aliran monomaterial (hampir murni PET atau PA), pelletizing‑and‑extruding alias thermo‑mechanical recycling (melelehkan polimer, mengekstrusi ulang) menghasilkan serat baru dari melt polymers (Fiber Journal).

Baca juga: Sea Water Reverse Osmosis

Kapabilitas kapasitas dan permintaan pasar

ChatGPT Image Oct 28, 2025, 11_26_15 AM

Asia menaikkan kapasitas. Di India, Ganesha Ecosphere — mengonversi botol PET pasca‑konsumen menjadi benang polyester — melaporkan kapasitas daur ulang ~15.000 ton/bulan hari ini, dan merencanakan ekspansi ke 25.000 ton/bulan (Indian Textile Journal). Perusahaan Indonesia dan Tiongkok juga menambah lini daur ulang pasca‑industri. Di sisi permintaan, merek besar (IKEA, H&M, Zara, dll.) “gradually shifting to products made from recycled materials”, mengerek minat terhadap benang dari limbah serat (Indian Textile Journal).

Serat limbah sebagai bahan produk lain

Saat re‑spinning langsung terhalang oleh mutu serat atau kontaminasi, limbah serat bernilai di nonwoven dan komposit. Serat pendek/heterogen kerap dibonding jadi mat untuk insulasi dan isi (filling). Berbagai studi menunjukkan cacahan tekstil bisa jadi panel insulasi bangunan; riset Briga‑Sá dkk. (2013) dan lainnya mengubah potongan longgar menjadi papan berinsulasi termal dengan performa sebanding polystyrene atau mineral wool (IntechOpen). Campuran kapas/kelapa/jerami dan tekstil (densitas ~100–450 kg/m³) dipadatkan ke rongga dinding atau panel, mencapai konduktivitas termal rendah dan keselamatan kebakaran yang setara busa EPS/XPS (IntechOpen).

Limbah tekstil juga dicampur semen atau bitumen menjadi bata ringan dan material atap. Di tekstil teknis otomotif/industri, serat limbah dibonding dengan needlefelting/needlepunching (pembentukan kain tanpa tenun dengan jarum): misalnya scrap polyester dan kapas dijahit‑jarum menjadi geotekstil, backing karpet, atau panel akustik cetak. Seorang eksekutif industri mencatat polyester daur ulang “dulu hanya untuk spinning yarn” tapi kini masuk ke produk teknis seperti geotextiles, carpets, filters, dan spunlace nonwovens (Indian Textile Journal).

Pengembalian ke tanah dan energi

Kapas dan wol (alami) cocok untuk pemanfaatan agrikultur atau energi. Serat alami terurai hayati; scrap kapas bisa dikomposkan atau dicerna anaerobik alih‑alih ditimbun. Penelitian Australia menilai “return‑to‑soil” komposting tekstil kapas untuk memangkas emisi TPA (Australian Cotton Sustainability). Serat alami dan sintetis juga bisa dibakar untuk energi (quaternary recycling: pemulihan energi), meski makin ketat regulasinya karena emisi.

Rute termokimia yang muncul — pyrolysis/gasification (pemanasan tanpa oksigen/pengubahan menjadi gas sintetik) — dapat mengonversi limbah polyester/nylon menjadi pyrolysis oil (bahan bakar atau umpan monomer) atau syngas untuk bahan bakar/kimia (Fiber Journal) (Fiber Journal). Contohnya, pyrolysis terkontrol PET menghasilkan crude polyester oil; gasification memproduksi syngas yang dapat dikatalisis menjadi metanol atau prekursor plastik. Jalur ini masih berkembang untuk feed campuran, tetapi secara konseptual mengubah limbah serat menjadi bahan baku bahan bakar/kimia.

Baca juga: Dissolved Air Flotation

Kebijakan, pembuangan, dan batas emisi

Karena hanya sebagian kecil limbah serat tekstil terkumpul untuk didaur ulang, sisanya lazimnya dibakar atau ditimbun. Di UE, sekitar dua pertiga tekstil yang terkumpul tetap menuju landfill/incinerator (Fiber Journal). Indonesia selama ini minim aturan pembuangan scrap tekstil, namun situasi berubah: PP No. 22/2021 dan regulasi KLHK yang akan hadir memperkuat tanggung jawab produsen. Laporan 2023 menyebut produsen tekstil di Indonesia segera wajib “memetakan dan melaporkan pengurangan limbah” (mengacu praktik industri kemasan) (ANTARA).

Untuk sisa limbah serat, co‑processing di kiln semen atau insinerator berizin menjadi opsi. Namun pembakaran scrap — terutama tekstil berpewarna/berlapis — berisiko membentuk dioksin dan toksin bila tanpa kendali suhu tinggi. Pedoman UNEP (diadopsi Indonesia) menghindari pembakaran terbuka tekstil untuk mencegah PCDD/PCDF. Insinerasi kini wajib memenuhi ambang emisi ketat; panduan regulasi untuk sludge tekstil merekomendasikan ≥1200°C guna menghancurkan dioksin (ANTARA). Kesimpulannya, pembuangan adalah opsi terakhir: analisis EEA/UNEP menegaskan hanya ~1–2% material tekstil global yang didaur ulang kembali menjadi tekstil baru (MDPI) (Fiber Journal).

Penanganan dan konveyor: sifat serat menantang

Pengumpulan dan pemindahan scrap serat longgar adalah tantangan praktis. Limbah serat punya bulk density sangat rendah dan cenderung membentuk gundukan. Dalam sistem pneumatik atau gravitasi, serat mudah menggumpal dan bridging. Sebuah analisis paten mencatat “difficulty in handling textile fiber” karena “fiber tends to settle in mounds or piles” alih‑alih menyebar merata (Google Patents). Dalam praktiknya, pipa pneumatik yang mengisi silo sering menimbunkan kerucut padat di bawah inlet, sehingga butuh distributor khusus untuk membagi aliran dan meratakan muatan (Google Patents).

Kandungan lint/fluff tinggi juga memicu bahaya combustible dust (debu mudah terbakar). Debu kapas/wol dapat membentuk awan eksplosif; OSHA/NFPA mengklasifikasikan debu tekstil rawan ledakan, dan kebakaran di pabrik terdokumentasi. Di AS pada 2006–2017 tercatat ~111 insiden combustible‑dust di tekstil (66 korban jiwa, 337 luka) (SonicAire). Penyakit pernapasan seperti byssinosis (brown lung) akibat debu kapas juga menjadi perhatian (HSE).

Sistem konveyor dan duct perlu desain keselamatan: grounding antistatik (loncatan statis dapat memicu debu) (Tehnoguma) dan sering kali ekstraksi debu 100%. Konveyor massal harus menghindari tikungan tajam tempat mat serat bisa tersangkut; hopper memerlukan vibrator atau air‑pulser untuk mencegah arching. Intinya, penanganan scrap serat butuh sistem tertutup, ter‑grounding, dan pembersihan berkala. Good housekeeping (vacuum rutin untuk lint) krusial guna mencegah penumpukan debu (SonicAire).

Baca juga: Apa itu Chemical?

Catatan data dan rujukan

Angka produksi serat global, komposisinya, dan keekonomian daur ulang di sumber: IntechOpen (IntechOpen) (IntechOpen).

Persentase waste blowroom/carding dan kehilangan serat sintetis: TextileBlog dan TextileBlog.

Kerugian kapas di garmen India: IntechOpen. Data UE (7–7,5 Mt; 15 kg; 85% pasca‑konsumen; 15% industri; 33% daur ulang formal) dan analisis global 1–2% closed‑loop: Fiber Journal; Fiber Journal; MDPI.

Indonesia (2,3 Mt; 0,3 Mt; ~13% pemulihan) dan regulasi EPR/PP 22/2021 serta rekomendasi suhu ≥1200°C untuk sludge tekstil: ANTARA; ANTARA.

Kapasitas Ganesha Ecosphere dan tren permintaan merek: Indian Textile Journal; Indian Textile Journal.

Studi ring/rotor spinning 25% kapas daur ulang dan validasi 100% pre‑consumer cotton waste: ResearchGate; PMC.

Nonwoven/insulasi bangunan: IntechOpen. Rute termokimia pyrolysis/gasification: Fiber Journal; Fiber Journal. Komposting kapas: Australian Cotton Sustainability.

Handling dan keselamatan: paten distribusi serat di silo (Google Patents), bahaya debu mudah terbakar dan kesehatan pernapasan (HSE), statistik insiden 2006–2017 (111/66/337) dan housekeeping (SonicAire), serta grounding antistatik (Tehnoguma).

Chat on WhatsApp