Pewarnaan reaktif butuh garam dalam dosis besar—dan itu berbalik jadi limbah asin yang memukul kinerja biologi. Solusinya bukan satu, melainkan hibrida: kultur halofilik, membran (RO/NF/UF), hingga zero liquid discharge.
Industri: Textile | Proses: Highly_Colored_Effluent_Treatment
Di ruang pencelupan, garam adalah “bahan baku” yang tak terlihat. Untuk mengikat warna reaktif, pabrik memakai NaCl/Na₂SO₄ 30–60 g/L, dan hasil sampingnya adalah limbah dengan TDS (total dissolved solids) 1–10 g/L atau 0,1–1% salinitas (www.elsevier.es).
Di lapangan, kandungan garam real bisa menyentuh 12,6 g/kg (~1,26%)—sekitar sepertiga salinitas air laut—disertai warna sangat tinggi (hingga 652 Pt-Co mg/L) dan COD ratusan mg/L (iwaponline.com; iwaponline.com).
Regulasi Indonesia (PermenLH 5/2014 dan perubahannya) mengatur COD, BOD, warna, logam berat, dan lain-lain, namun tidak menyebut kadar garam secara spesifik. Praktiknya, salinitas tetap harus dikelola agar biologi hilir tidak kolaps dan untuk tujuan reuse air.
baca juga: Boiler Cleaning Chemicals
Asal garam dan beban warna tinggi
Garam dari pewarna reaktif (NaCl/Na₂SO₄) pada kisaran 30–60 g/L terikut ke efluen, menciptakan salinitas 0,1–1% TDS (www.elsevier.es). Satu studi pada limbah nyata melaporkan 12,6 g/kg (~1,26%), sekitar sepertiga air laut (iwaponline.com).
Selain garam, efluen tekstil memuat warna sangat tinggi (hingga 652 Pt-Co mg/L) dan organik (COD sering ratusan mg/L), plus surfaktan dan sulfat (iwaponline.com). Untuk prasedimentasi padatan tersuspensi sebelum proses lanjutan, unit seperti clarifier atau lamella settler membantu menstabilkan beban partikel.
Dampak salinitas pada proses biologis
Di atas ~5–8 g/L, garam mulai menekan mikroba lumpur aktif; uji SBR (sequencing batch reactor) menunjukkan penurunan removal COD dari ~80,7% (garam rendah) menjadi 59,4% pada 5.000 mg/L, lalu runtuh ke 14,9% pada 10.000 mg/L (www.elsevier.es). Penghilangan warna ikut merosot (~60% pada 5.000 mg/L TDS) dan nyaris kolaps mendekati 10.000 mg/L (www.elsevier.es; www.elsevier.es).
Kesimpulannya, sistem lumpur aktif konvensional harus diadaptasi untuk salinitas. Konfigurasi SBR—unit batch fleksibel untuk aerobik/anaerobik bergilir—sering dipilih untuk efluen asin (www.elsevier.es). Produk seperti SBR modular dan solusi activated sludge dapat menjadi basis, dengan catatan strategi toleransi garam diterapkan.
Bioproses toleran garam dan strategi operasi
Opsi biologis mencakup kultur halofilik/halotoleran dan aklimatisasi bertahap. Penambahan Halobacter halobium ke lumpur aktif memungkinkan removal COD efektif dalam limbah 1–5% NaCl (www.researchgate.net). Strain Salinivibrio menunjukkan >80% dekolorisasi pada media asin (hingga 3 g/L dye) (pmc.ncbi.nlm.nih.gov).
Praktisnya, aklimatisasi bertahap atau inokulasi halofil bisa memperluas toleransi, dengan konsorsium campuran dilaporkan sanggup hingga ~5 g/L, bahkan 10 g/L pada kasus khusus (www.elsevier.es). Nutrisi pendamping seperti molase juga dipakai untuk menjaga stabilitas pada salinitas tinggi (iwaponline.com), selaras dengan penggunaan starter kultur, booster bakteri, dan nutrien proses untuk memulihkan kinerja.
Di instalasi nyata (~1–1,3% salinitas), skema anaerob–aerob meraih ~70% penghilangan warna (puncak absorbansi), namun removal COD/sulfat butuh penambahan karbon eksternal (molase) untuk mencapai reduksi sulfat 87% vs 23% tanpa perlakuan (iwaponline.com). Kinerja anjlok tajam di atas ~1–1,3% garam bahkan pada biomassa teraklimasi (www.elsevier.es). Pada 5.000 mg/L, SBR masih bisa ~60% removal COD/dye, tetapi di ~10.000 mg/L turun ke <20% (www.elsevier.es; www.elsevier.es).
Desalinasi membran RO/NF/ED dan pra‑perlakuan
Reverse osmosis (RO) adalah metode utama untuk melepas garam terlarut; dengan pra‑filtrasi ultrafiltration (UF), RO bisa menolak >95–99% garam dan menghasilkan permeat sangat murni. Studi integrasi ozon + NF (nanofiltration) + RO + ion exchange mencatat 77% pemulihan air dan 66% pemulihan NaCl, mengonversi 115.000 m³/tahun efluen menjadi air reuse dan 680 ton garam—setara penghematan sekitar US$176 ribu (air) dan US$37 ribu (garam), sekaligus membuka jalan ke ZLD (www.researchgate.net).
Konsekuensinya, RO memusatkan garam ke brine sekitar 5–10% dari volume influen; TDS brine bisa mendekati ~50.000 mg/L (ep-bd.com). Karena potensi fouling organik/garam, pra‑perlakuan lazim mencakup koagulasi (mis. PAC cair industri), adsorpsi karbon aktif seperti GAC, dan UF sebagai guard filter sebelum RO. Untuk paket RO air payau (maksimum TDS 10.000 mg/L), opsi seperti brackish-water RO menjadi platform umum.
NF/UF berperan sebagai langkah sebelum/sesudah RO. Pada skala industri, pilot UF+NF menurunkan kesadahan ~98%, menghasilkan permeat dengan kesadahan <9°f (<160 mg/L CaCO₃) dan Cl⁻ <500 mg/L—cukup untuk seluruh proses pencelupan (pmc.ncbi.nlm.nih.gov; pmc.ncbi.nlm.nih.gov). NF spiral‑wound pada air payau menunjukkan removal ~96–98% kesadahan dan ~79–86% klorida (pmc.ncbi.nlm.nih.gov).
Electrodialysis (ED) memindahkan ion lewat membran dengan gaya listrik, memungkinkan pemisahan air dan larutan garam tanpa panas. Literatur menyimpulkan RO dan ED adalah satu‑satunya desalinasi praktis untuk efluen tekstil (www.mdpi.com). Untuk menjaga kinerja, program antiscalant membran dan cleaning membran diperlukan, bersama pemilihan elemen RO andal seperti membran Filmtec atau Toray. Sistem lengkap bisa dikemas dalam paket membran dengan proteksi housing dan kontrol dosing.
Di hulu, filtrasi granular seperti media pasir‑silika dan antrasit, serta polishing cartridge filter, membantu menurunkan beban fouling. Pada tahap polishing ionik, ion exchange relevan untuk spesies target setelah RO/NF.
baca juga:
Pengertian dan Pengaruh TDS dan TSS Terhadap Kualitas Air
Zero liquid discharge dan pemulihan garam

ZLD (zero liquid discharge) berarti tanpa efluen cair: seluruh air diproses dan dipakai ulang, dengan residu padat (sludge/kristal garam) saja yang keluar. Train tipikal: penyaringan kasar/klarifikasi → UF/GAC → RO → (opsional ED) → konsentrasi termal (evaporator/crystallizer). Alternatif non‑termal seperti membrane distillation atau ED dapat mengkonsentrasikan brine sebelum penguapan; kolam evaporasi surya menjadi opsi terakhir jika lahan memadai.
Manfaatnya nyata: studi pemulihan brine menunjukkan ~77% volume air dan ~66% NaCl bisa dimanfaatkan kembali, dengan potensi reuse 115.000 m³ air dan 680 ton garam/tahun yang secara ekonomi setara ~US$213.000 (gabungan penghematan, dirinci US$176.000 untuk air dan US$37.000 untuk garam), serta mendorong “tujuan ZLD” (www.researchgate.net). Di Indonesia, forum industri melaporkan sistem recycle air yang mencapai >80% pemakaian ulang (www.jpnn.com).
Tantangannya: energi dan biaya. Analisis jejak karbon menunjukkan pabrik ZLD tekstil tipikal memakai ~35% energi lebih tinggi (dan emisi lebih besar) dibanding konvensional, terutama karena pengolahan brine termal (www.researchgate.net). Di Bangladesh, reject RO (~10% volume) bisa mencapai ~50.000 mg/L TDS (~5% garam), sehingga penguapan berenergi tinggi sering jadi pilihan (ep-bd.com). India mewajibkan ZLD untuk unit pencelupan >25 m³/hari (www.fibre2fashion.com).
Secara praktis, banyak pabrik menerapkan pendekatan hibrida: pemulihan air/garam bertahap (mis. cascade NF/RO), sebagian aliran dilingkarkan kembali, sisanya menuju evaporasi. Rantai ZLD yang tangguh lazimnya menempatkan bioreaktor toleran garam di depan desalinasi, lalu konsentrasi bertahap. Di bagian awal train, unit physical separation dan ancillary perawatan air menekan beban ke hilir.
Angka kunci dan faktor keputusan
Target ZLD: 95–99% penghilangan garam terlarut via RO/ED (www.mdpi.com), dengan ~1–5% sisa dikelola lewat kristalisasi. Biologi tahan garam bisa menurunkan beban organik ~50–80% pada salinitas moderat (iwaponline.com; www.elsevier.es), sehingga membran bekerja pada air lebih bersih.
Tingkat reuse air 75–90%+ dilaporkan pada sistem integrasi ini (www.researchgate.net; www.jpnn.com), namun dengan konsekuensi energi/karbon ZLD ~2–3× dibanding pengolahan konvensional (www.researchgate.net). Keputusan bisnis/teknis bertumpu pada batas efluen, harga air, dan biaya energi; di kasus pemulihan brine, penghematan bisa ratusan ribu USD/tahun (www.researchgate.net).
Rangka operasional dan uji pilot
Strategi optimal cenderung hibrida: maksimalkan penurunan organik/warna secara biologis (dengan kultur halofil, ramp aklimatisasi, kontrol beban), lalu aplikasikan RO/NF/ED dan konsentrasi termal untuk patuh regulasi atau reuse. Di banyak lokasi, ketersediaan energi menentukan kelayakan ZLD; dengan waste heat atau opsi efisiensi seperti mechanical vapor recompression, dampaknya bisa ditekan—tanpa itu, alternatif seperti blending, partial reuse, atau dilusi kadang lebih rasional saat ZLD tidak wajib.
Keputusan harus berbasis data: uji pilot UASB/SBR pada salinitas aktual untuk memetakan penurunan COD/warna; pilot RO/NF untuk melihat rejection dan opsi pembuangan brine; serta estimasi biaya partial vs full ZLD. Dalam desain, pretreatment granular, nanofiltration dan paket membran yang tepat, hingga polishing ion exchange, akan memotong beban ke tahap evaporasi.
Baca juga: Pengolahan Limbah Secara Kimia
Kesimpulan teknis
Pengelolaan salinitas tinggi di efluen tekstil adalah pekerjaan spesialis. Bioproses efektif hanya jika disetel untuk garam (konsorsium halofilik, aklimatisasi, kontrol pakan) dan dipadukan dengan desalinasi. RO/NF/ED—satu‑satunya cara praktis melepas sebagian besar garam—akan selalu menghasilkan brine yang perlu dikelola melalui penguapan/kristalisasi (www.mdpi.com).
Bagi pabrik yang membidik “zero discharge”, sistem ZLD yang matang dapat memulihkan >75% air dan sebagian besar garam (www.researchgate.net), dengan biaya modal dan energi yang harus diperhitungkan sejak awal. Data dari studi peer‑review dan kasus industri—mulai penurunan COD saat asin (www.elsevier.es), recovery RO/NF (www.researchgate.net; pmc.ncbi.nlm.nih.gov), hingga konsumsi energi ZLD (www.researchgate.net)—memberi peta jalan untuk rancangan yang patuh, efisien, dan bankable.
