Pengolahan POME: Kolam Terbuka vs Digester Tertutup – Hemat Lahan, Tangkap Biogas, Hasilkan Energi

Sistem kolam anaerob-fakultatif untuk POME memakan 30–45 acre dan melepas metana. Reaktor modern seperti UASB memang lebih mahal, tetapi jauh lebih kompak, terkontrol, dan mengubah emisi menjadi listrik.

Industri: Palm_Oil | Proses: Palm_Oil_Mill_Effluent_(POME)_Treatment

Di hulu rantai pasok sawit, limbah cair pabrik kelapa sawit (POME, Palm Oil Mill Effluent) datang deras setiap jam. Di banyak pabrik, resep lamanya masih sama: kolam terbuka berderet, menunggu alam menguraikan organik selama berbulan-bulan. Hasilnya? Lahan termakan, metana (CH₄) terlepas, dan energi terbuang.

Di sisi lain, reaktor anaerob kompak—termasuk UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket; reaktor aliran naik dengan “selimut” lumpur aktif)—bekerja dalam hitungan hari, bukan bulan, sambil menangkap hampir seluruh biogas. Trade-off‑nya jelas: CAPEX lebih tinggi untuk kontrol proses yang lebih ketat dan revenue energi.

Angka-angka yang terkumpul dari studi peer‑reviewed dan analisis industri menegaskan ini: kolam butuh puluhan acre dan HRT (Hydraulic Retention Time; waktu tinggal hidrolik) 100–160 hari; reaktor kompak memadatkan jejak lahan ~10× dan mengubah organik menjadi gas metana yang bisa dibakar.

Jejak lahan dan waktu retensi hidraulik (HRT)

Sistem ponding tradisional mengandalkan rangkaian kolam anaerob‑fakultatif yang “sangat luas”—puluhan acre. Studi melaporkan ukuran tipikal sebesar 30–45 acre (12–18 ha) per pabrik dengan total HRT sekitar 100–160 hari (mdpi.com). Kolam tanah ini pada dasarnya tidak tertutup dan memanjang (sering belasan hingga puluhan kolam)—alias “butuh lahan besar”—sehingga makin tak praktis dekat area terbangun (intechopen.com) (researchgate.net).

Kebalikannya, digester bertangki tertutup atau reaktor UASB memproses POME dalam hitungan hari, sehingga untuk debit sama hanya butuh sebagian kecil lahan (sering sekitar sepersepuluh atau kurang dari footprint kolam). Satu studi pemodelan bahkan mengasumsikan sebuah tangki anaerob yang mengolah 1 m³ POME per unit dengan HRT 20–25 hari (mdpi.com), sementara ponding HRT‑nya >100 hari (mdpi.com)—mengindikasikan volume sekitar 4–5× lebih kecil, sehingga areanya juga turun sebanding. Dalam praktik, reaktor UASB laju tinggi bekerja pada HRT 1–5 hari (vs >>50 hari pada kolam (intechopen.com) (mdpi.com)), sering memotong footprint ~10× atau lebih. Penghematan akhir tergantung beban hidrolik dan desain; contoh, sistem laguna anaerob pabrik 30 t/h (tonnes per hour; ton per jam) diperkirakan ±12–15 ha (mdpi.com), sedangkan digester berbasis UASB 1,9 MW di pabrik 60 t/h dapat dibangun hanya di lahan datar beberapa ratus m² (researchgate.net).

Penangkapan biogas dan hasil energi

Manfaat terbesar dari digester tertutup adalah penangkapan gas. Kolam terbuka tidak ditutup, sehingga sebagian besar metana lolos ke atmosfer dan tidak bisa dimanfaatkan. Studi baseline melaporkan “jumlah signifikan” CH₄ (≈5,5 kg CH₄ per ton POME) yang terbentuk tapi hilang di kolam terbuka karena tak ada sistem penangkapan gas (mdpi.com). Sebaliknya, digester tertutup/laju tinggi disegel dan menangkap nyaris 100% biogas yang dihasilkan. Model komersial menunjukkan hasil sekitar 21 m³ biogas per m³ POME mentah (mdpi.com).

Pada kadar CH₄ tipikal (~50–60%), ini setara kira-kira 10–13 m³ CH₄ per m³ POME (sekitar 200–300 MJ), atau sekitar 2,29 kWh listrik per m³ gas (≈48 kWh per m³ POME) saat dibakar di gas engine (mdpi.com). Untuk konteks, Indonesia menghasilkan ≈28,7 juta ton POME per tahun (esdm.go.id). Jika setiap ton (~1 m³) menghasilkan 21 m³ biogas, potensi itu ~600 juta m³ biogas/tahun (atau ~1,38×10^9 kWh energi termal) yang bisa ditangkap. (Dalam praktiknya, output listrik akan lebih rendah karena efisiensi genset.) Analisis di Malaysia menunjukkan pemasangan perangkap biogas di pabrik tipikal menaikkan daur ulang limbah dari ~81,8% ke ~99,99% dan memangkas jejak GHG rantai pasok dari 0,814 ke 0,196 tCO₂‑eq per ton CPO (mdpi.com), menggambarkan penghindaran pelepasan CH₄ dan nilai tambah energi.

Praktisnya, kolam terbuka menghasilkan CH₄ namun nyaris tak ada yang ditangkap (rutin memancarkannya sehingga semua potensi listrik hilang), sedangkan reaktor tertutup mengonversi hampir seluruh metana menjadi bahan bakar berguna, sering menghasilkan sekitar 100–200 kW per 100 t/d POME.

Kinerja pengolahan dan kendali proses

Kolam terbuka mengandalkan stratifikasi alami dan waktu detensi panjang, tanpa pengadukan mekanis atau kontrol suhu presisi. Praktiknya, kinerja menjadi tidak mantap (tergantung cuaca, variabilitas beban, pembentukan busa/kerak) dan efisiensi pengurangan organik moderat. Sistem ponding tipikal mencapai sekitar 50–75% penurunan COD (Chemical Oxygen Demand; kebutuhan oksigen kimia) atau ~55–60% BOD (Biochemical Oxygen Demand; kebutuhan oksigen biologis) (mdpi.com) (intechopen.com) sebelum memerlukan pemolesan hilir (downstream polishing)—misalnya unit klarifikasi clarifier untuk menurunkan padatan tersuspensi.

Berbanding terbalik, reaktor anaerob laju tinggi seperti UASB dalam payung sistem digesti biologis lazimnya mencapai konversi jauh lebih tinggi (umumnya 85–95% penghilangan COD) dalam satu langkah. Satu ulasan mencatat UASB/reaktor filtrasi anaerob rutin menghilangkan >90% COD, dengan ~60% darinya dikonversi menjadi CH₄ (intechopen.com). Studi POME pada reaktor filtrasi oleh Anand melaporkan hingga 94% penghilangan COD dan 63% CH₄ pada biogas pada beban ~4,5 kgCOD/m³·hari (intechopen.com).

Dengan sistem tertutup, operator bisa mengendalikan kondisi secara aktif: suhu mesofilik (≈35°C), penyanggaan pH (pH buffering), HRT pendek, dan pengadukan internal. (Sebagai contoh, panduan desain untuk kondisi Indonesia merekomendasikan operasi mesofilik dibanding rezim termofilik yang lebih panas namun berbiaya lebih tinggi (organicsbali.com).) Sebaliknya, kolam terbuka “memerlukan lahan besar” dan “sistem kontrol serta pemantauannya sulit karena ukuran kolam” (researchgate.net). Ringkasnya, digester laju tinggi memberi pengolahan yang lebih cepat dan konsisten (hari, bukan bulan) dan menghasilkan efluen berkualitas lebih tinggi (puluhan mg/L BOD/COD) hanya dengan satu langkah anaerob. Untuk menunjang kontrol ini, pabrik biasanya membutuhkan perlengkapan pendukung dan instrumentasi—kategori peralatan pendukung pengolahan air limbah relevan dalam konteks ini.

Biaya modal dan operasi (cost–benefit)

Kolam terbuka punya CAPEX/OPEX sangat rendah—hampir tanpa peralatan rumit, lebih banyak pekerjaan tanah. Itulah mengapa ia tetap populer meski banyak kekurangan. Model menunjukkan sistem kolam konvensional mungkin menelan sekitar US$4 juta CAPEX untuk pabrik ukuran menengah, dengan OPEX ~US$120 ribu/tahun (mdpi.com). Sebaliknya, digester laguna tertutup kira‑kira 1,5×–2× lebih mahal (sekitar US$6–9 juta CAPEX) dengan O&M tahunan lebih tinggi (~US$180–270 ribu) (mdpi.com) karena adanya pompa, mixer, dan penanganan gas. (Angka‑angka ini berasal dari model studi kasus 2025—biaya aktual mengikuti skala dan lokasi—namun menggambarkan ordo besarnya.)

Di sisi manfaat, biaya tambahan membuka pendapatan dari biogas (dan listrik) plus potensi kredit karbon. Misalnya, studi tekno‑ekonomi pabrik 30 t/h menemukan digester anaerob plus pembangkit listrik (menggunakan model digester laguna) menelan biaya ~US$1,98 juta, menghasilkan IRR (Internal Rate of Return; tingkat pengembalian internal) ≈12,5% dan payback ≈6,6 tahun (researchgate.net). Instalasi yang lebih besar bahkan lebih menarik: pabrik 60 t/h dengan unit UASB‑CHP 1,9 MW (CHP, combined heat and power; kogenerasi) mencapai IRR ~29,7% (payback 3,7 tahun) dalam satu analisis (researchgate.net). Sebaliknya, kasus debit rendah di Indonesia menunjukkan IRR turun ke ~6,8% dan payback ~10,8 tahun saat pasokan POME kurang (researchgate.net)—menegaskan kecukupan POME adalah kunci. Singkatnya, digester tertutup/berpipa punya CAPEX minimal dua kali lipat, tetapi membuka nilai energi POME, sehingga bisa masuk akal secara ekonomi terutama pada skala besar atau dengan tarif listrik yang baik. Kolam terbuka, meski murah, kehilangan pendapatan ini: tidak menghasilkan biogas yang bisa ditagihkan dan hanya menanggung biaya pembuangan (dan liabilitas GHG).

Konteks lingkungan dan kebijakan

Dari sisi lingkungan, digester tertutup jelas unggul dalam mitigasi metana. Di Indonesia, baru ~30 MW dari potensi POME‑to‑power sebesar 1,5 GW yang dikembangkan per 2018 (esdm.go.id), artinya sebagian besar pabrik masih melampiaskan metana tanpa penanganan. Pemanfaatan gas POME mengurangi GHG secara signifikan: satu studi memperkirakan 572–693 ribu ton CO₂e per tahun dapat dihindari jika metana Indonesia ditangkap (aspekpir.org). Regulasi kian mendorong penangkapan: standar Indonesia mensyaratkan buangan POME ≤100 mg/L BOD, namun para ahli mencatat bahkan efluen “terolah” tetap membawa nutrien (K, P, NH₄) yang merusak ekosistem (aspekpir.org). Mereka mendorong pergeseran paradigma—misalnya menggunakan POME yang sebagian terolah di lahan dan menangkap metananya (aspekpir.org) (aspekpir.org)—alih‑alih hanya mengandalkan ponding yang ekstensif.

Dalam praktik, banyak pabrik beralih ke sistem tertutup/laju tinggi (terutama saat lahan terbatas atau ada komitmen GHG). Malaysia kini mewajibkan semua pabrik menangkap biogas, dan perusahaan telah memasang digester tertutup untuk menutup loop (mdpi.com). Kekurangannya adalah biaya dan kapabilitas teknis; kelebihannya terukur: satu kasus Malaysia melaporkan kenaikan pendapatan 2,3% dan penurunan besar GHG hanya dengan menambah sistem penangkapan biogas (mdpi.com) (dengan konsekuensi sedikit memperlambat metrik pertumbuhan lain).

Ringkasan komparatif

Intinya, sistem kolam terbuka unggul pada kesederhanaan dan CAPEX/OPEX rendah, tetapi memakan lahan sangat besar, laju pengolahan rendah, dan praktis nol penangkapan metana (biogas terlepas sebagai emisi). Reaktor anaerob kompak/UASB membutuhkan lahan jauh lebih sedikit (sering >90% pengurangan jejak), mencapai penghilangan polutan lebih tinggi, dan—krusial—menangkap hampir semua metana untuk energi. Ini memberi manfaat langsung (listrik, pengurangan biaya bahan bakar, kredit karbon) dengan biaya modal lebih tinggi dan operasi lebih kompleks. Pilihannya adalah trade‑off rekayasa/ekonomi: bila lahan murah dan batasan lingkungan longgar, kolam bisa cukup; tetapi saat lahan terbatas atau metana harus dikendalikan, sistem laju tinggi memberi manfaat jauh lebih besar per hektare dan per ton (mdpi.com) (mdpi.com). Analisis kuantitatif (mis. ROI, payback, biaya abatement CO₂) konsisten menemukan bahwa—meski biaya awal lebih tinggi—sistem digester modern dapat menutup biayanya melalui penjualan energi dan penghindaran emisi (researchgate.net) (researchgate.net).

Chat on WhatsApp