Industri pulp & paper adalah peminum air kelas berat—hingga 54 m³ per ton produk—dan disinfeksi air baku bukan sekadar higienis, tapi strategis. Inilah peta lengkap chlorination, UV, ozonasi, dan rancangan multi‑barrier yang dipakai pabrik modern.
Industri: Pulp_and_Paper | Proses: Raw_Water_Intake_&_Treatment
Pabrik pulp & paper (P&P) adalah industri yang sangat intensif air. Riset industri menyebut rata-rata konsumsi mencapai 54 m³ air per ton produk di pabrik AS (watertechonline.com), dan sekitar 85% di antaranya adalah air proses (watertechonline.com). Beban mikroba—bakteri, alga, protozoa—datang bersama padatan tersuspensi dan organik terlarut (lignin, tannin, resin). Jika dibiarkan, biofouling (slimes, pitch spots) mengganggu mesin kertas, menaikkan downtime, dan menurunkan kualitas.
Itulah kenapa pretreatment berlapis jadi standar: screen kasar, sedimentasi/clarifier atau DAF (dissolved air flotation), lalu filtrasi multimedia untuk menurunkan kekeruhan—sering ditargetkan <5 NTU (Nephelometric Turbidity Unit, satuan kekeruhan) sebelum membran halus (filtox.com). Target proses tipikal lain: <50 NTU sebelum headbox (filtox.com) dan konduktivitas ≲100 µS/cm untuk showers (filtox.com). Namun setelah penghalang fisik ini, disinfeksi tetap wajib untuk patogen residu dan kontrol biofilm di perpipaan/tangki.
Kebutuhan air dan beban mikroba
Air baku dari sungai/waduk membawa padatan, organik terlarut, nutrien, dan muatan mikroba. Pretreatment multi‑tahap menurunkan kekeruhan dan sebagian mikroba, namun koliform, virus, jamur, dan pembentuk biofilm perlu diinaktivasi. Di aplikasi membran, kualitas pra‑membran sering ditahan <5 NTU (filtox.com) agar RO/UF (reverse osmosis/ultrafiltration) andal. Pada sisi proses, beberapa pabrik mengincar <50 NTU ke headbox (filtox.com) dan ≲100 µS/cm untuk showers (filtox.com), sehingga polishing dan disinfeksi konsisten menjadi krusial.
Baca juga: Pengolahan Limbah Secara Kimia
Parameter kritis dan pretreatment
Rantai awal lazimnya dimulai dari penyaringan kasar; unit automatic screen membantu mengeluarkan debris kontinu sebelum pompa. Untuk pengendapan, clarifier menurunkan padatan tersuspensi dengan waktu tinggal 0,5–4 jam yang umum di industri.
Filtrasi multimedia—misalnya media sand/silika atau antrasit—memoles air ke NTU rendah sebelum disinfeksi. Bila dibutuhkan penghalang mikroba tambahan, ultrafiltration (UF) dipakai sebagai pretreatment ke RO atau pada jalur air minum internal dari air permukaan/air tanah.
Disinfeksi dengan klorin (chlorination)
Klorin (gas Cl₂ atau hipoklorit) membentuk asam hipoklorat di air yang mengoksidasi dan membunuh bakteri serta virus. Keunggulannya: murah dan memberi residual (sisa desinfektan) jangka panjang, lazimnya ~0,2–2 mg/L free chlorine untuk menjaga desinfeksi selama air bergerak di tangki dan pipa. Untuk enteric viruses, CT (concentration×time; mg·min/L) beberapa satuan saja dapat mencapai 4‑log atau 99,99% reduksi (pmc.ncbi.nlm.nih.gov), dengan banyak virus bawaan air butuh CT <10 mg·min/L (pmc.ncbi.nlm.nih.gov).
Keterbatasannya jelas: protozoa seperti Cryptosporidium sangat resisten, memerlukan CT ≈3600 mg·min/L untuk 4‑log—praktis tidak tercapai (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Efektivitas klorin juga turun pada pH tinggi, suhu rendah, dan kekeruhan/organik tinggi—semua meningkatkan CT yang dibutuhkan (pmc.ncbi.nlm.nih.gov; pmc.ncbi.nlm.nih.gov).
Dari sisi operasional, kimia ini dipahami dengan baik, mudah didosis (gas atau cair), dan residualnya melindungi downstream; organisme yang dilabel resisten klorin pun sering tidak aktif pada praktik tertentu, sementara bakteri/virus umum cepat diinaktivasi (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Dosis tipikal 1–3 mg/L dengan waktu kontak 30–60 menit. Data literatur menyebut CT 4‑log untuk E. coli sekitar 0,1–0,3 mg·min/L pada 20°C; virus sering <10 mg·min/L (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Banyak panduan (WHO/EPA) menarget 3–4‑log reduksi koliform; residual bebas sering ditetapkan (contoh 0,5 mg/L) untuk menahan regrowth. Standar air minum Indonesia (Permenkes) juga mensyaratkan 0/100 mL koliform (E. coli tidak terdeteksi).
Catatan penting: klorin membentuk disinfection byproducts (DBPs) toksik. Seperti ditekankan Arnott (2011), “chlorination…generates disinfection byproducts… which may potentially introduce another public health risk” (waterworld.com). THMs (trihalomethanes) dan HAAs (haloacetic acids) terbentuk saat Cl₂ bereaksi dengan organik alami; di pabrik pulp, organik dari kayu dapat bereaksi dan menaikkan AOX (adsorbable organic halides). Penanganan gas klorin juga menuntut keselamatan dan scrubbing. Klorin menambah garam dan keasaman (NaCl/HCl) yang dapat mempercepat korosi; klorida menekan pipa baja karbon, dan klorin mempercepat scaling pada membran—alasan beberapa praktisi merekomendasikan ozon untuk “eliminate long-term residual and make the water less caustic to the membranes” (watertechonline.com).
Untuk memproduksi desinfektan dengan aman di lokasi, sistem electrochlorination kerap dipilih, sedangkan injeksi residual dapat dikendalikan akurat memakai dosing pump.
baca juga:
Pengertian dan Pengaruh TDS dan TSS Terhadap Kualitas Air
Sterilisasi UV (UV‑C 254 nm)
Ultraviolet menonaktifkan mikroorganisme dengan merusak DNA/RNA tanpa bahan kimia. Pada desain medium‑pressure, input sekitar 400 W‑hr/m³ dapat menghasilkan dosis 20–40 mJ/cm². Banyak bakteri mencapai 4‑log inactivation di ~10 mJ/cm² (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Banyak virus umum (enterovirus, adenovirus) butuh 10–50 mJ/cm² (pmc.ncbi.nlm.nih.gov; pmc.ncbi.nlm.nih.gov), dan beberapa yang resisten memerlukan ~100–140 mJ/cm² (pmc.ncbi.nlm.nih.gov; pmc.ncbi.nlm.nih.gov). UV sangat efektif pada protozoa resisten klorin; dosis 40 mJ/cm² kerap dikutip setara ~3–4‑log untuk Cryptosporidium. Waktu tinggal reaktor detik—proses cepat.
Kelebihan UV: tidak meninggalkan residu atau byproduct beracun—“only energy has been applied (no chemicals), there is no negative impact to the water” (waterworld.com). Unit UV mudah dipasang/retrofit, perawatannya ringan (ganti lampu dan pembersihan). Umur lampu tipikal ~9.000 jam (~1 tahun) dengan pembersihan tahunan (waterworld.com). Pada dosis terjaga, ~4‑log bakteri/virus dapat dicapai andal (waterworld.com).
Kekurangan: tidak ada residual, sehingga re‑kontaminasi downstream mungkin terjadi; karena itu UV sering dipasangkan dengan dosis kecil klorin (waterworld.com). Kinerja UV turun pada kekeruhan tinggi—partikel dan warna “membayangi” patogen; pra‑filtrasi penting untuk <5 NTU (bahkan <1 NTU) sebelum UV (filtox.com). Beban listrik dan perawatan lampu menambah OPEX; beberapa virus/spora yang sangat resisten dapat lolos pada dosis normal.
Dalam praktik, banyak instalasi merancang minimal 20–40 mJ/cm² untuk >4‑log E. coli, Giardia, dan mayoritas virus, dengan sistem low‑pressure yang baik kerap menjamin >4‑log bakteri dan 2–3‑log virus saat kualitas air baik (waterworld.com).
Ozonasi dan oksidasi lanjut
Ozon (O₃) adalah oksidator kuat yang diproduksi di lokasi (gas >10 wt% dicampur oksigen). Dalam kontak air, ozon merusak membran sel dan kapsid virus, menginaktivasi hampir semua patogen sekaligus menguraikan banyak organik (warna, fenolik, prekursor AOX). Kinetiknya cepat; 4‑log inaktivasi virus kerap tercapai pada CT <2 mg·min/L (pmc.ncbi.nlm.nih.gov)—misal 1 mg/L selama 2 menit. Banyak bakteri butuh sekitar CT≈10 mg·min/L (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Dosis praktiknya 0,5–1,5 mg/L dengan waktu kontak beberapa menit, dan ozon menembus biofilm lebih baik daripada klorin tanpa membentuk DBP terklorinasi.
Kelebihan lain: ozon menghilangkan warna/bau, dan tidak membentuk AOX/THMs; residunya hanya oksigen terlarut (serta sedikit hidrogen peroksida). Pada loop proses berfiltrasi tinggi, penggunaan ozon “eliminates long-term residual and makes water less caustic to the membranes” (watertechonline.com).
Keterbatasan: generator ozon, kontaktor, dan off‑gas destructor menaikkan CAPEX/OPEX; gas O₃ beracun sehingga sistem harus rapat dan berventilasi aman. Ozon bereaksi dengan bromida membentuk bromat (karsinogen teratur), sehingga jika air baku mengandung bromida, bromat harus dipantau. Ozon cepat terurai sehingga tidak memberi residual; dan beban organik tinggi “menghabiskan” ozon, menuntut dosis lebih besar.
Data aplikasi: virus bisa terinaktivasi pada CT <2 mg·min/L (contoh 20 mg/L×6 detik) (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Pada salah satu efluen sekunder, 0,5–1,0 mg/L ozon (~5–10 menit kontak) cukup untuk inaktivasi lengkap Pseudomonas dan Staphylococcus (researchgate.net). Energi untuk advanced oxidation (ozon + UV/H₂O₂) berada di kisaran ~0,2–0,4 kWh/m³ pada aplikasi reuse.
Baca juga:
Penerapan Sistem Biofilter dalam Pengolahan Limbah Air
Biocides oksidatif alternatif
Peracetic acid (PAA) kerap dipakai di pabrik pulp sebagai oksidator alternatif: kuat terhadap bakteri, virus, jamur, spora; terurai cepat menjadi asam asetat dan oksigen, tanpa byproduct terhalogenasi; efektif pada air panas/dingin dan dapat diaplikasikan inline—namun biayanya lebih tinggi dan cairannya korosif (filtox.com). Chlorine dioxide juga memberikan kill luas tanpa membentuk THMs; penggunaannya dalam air proses pulp lebih jarang.
Perbandingan kinerja dan risiko
Efikasi: ketiganya (Cl₂, UV, O₃) mampu mencapai >99,9% (multi‑log) di kondisi ideal. Dalam uji laboratorium, klorin dan ozon menginaktivasi virus yang “hipersensitif” pada CT ≲10 mg·min/L (pmc.ncbi.nlm.nih.gov), sedangkan UV memerlukan ~10–40 mJ/cm² untuk 4‑log bakteri, dan lebih tinggi untuk virus yang resisten (pmc.ncbi.nlm.nih.gov; waterworld.com). UV sangat efektif pada protozoa resisten klorin; ozon efektif lintas spektrum.
Residual: hanya klorin yang memberi residual di perpipaan; UV dan O₃ praktis tidak. Karena itu banyak pabrik mengombinasikan UV + residual klorin dosis rendah (waterworld.com), atau ozon disusul klorin/PAA rendah untuk menjaga jalur distribusi.
Byproduct: klorin menghasilkan DBPs (THMs, HAAs, AOX) yang berdampak kualitas/risiko; UV dan ozon tidak memproduksi DBP terklorinasi, namun ozon dapat membentuk bromat bila ada bromida. PAA menyisakan asetat.
Biaya & operasi: klorin murah dan mudah ditangani namun membawa isu keselamatan/limbah; UV butuh modal dan listrik moderat (lampu ~80 W per unit umum di pasar) dan perawatan; ozon tertinggi di biaya peralatan dan energi. Namun ketiganya berjejak ruang kecil dibanding unit operasi lain: reaktor UV/kontaktor ozon kompak, klorin hanya butuh tangki.
Strategi multi‑barrier di pabrik
Karena tidak ada satu proses yang absolut, pabrik menerapkan pendekatan multi‑barrier—menggabungkan beberapa penghalang saling melengkapi. Seperti digambarkan sektor air, strategi dimulai dari perlindungan sumber, dilanjutkan tahapan pengolahan dan disinfeksi berurutan (waterworld.com).
Urutan tipikal air baku pabrik pulp: penyaringan kasar; diikuti sedimentasi atau DAF; kemudian filtrasi (sand/multimedia, dan bila perlu UF) untuk menurunkan kekeruhan ke <5 NTU (filtox.com) sembari mengeluarkan >90% mikroba secara fisik (filtox.com). Lalu disinfeksi primer (UV atau ozon), dan terakhir disinfeksi sekunder/residual (klorin atau PAA) untuk mencegah regrowth; “introducing a UV unit as primary, chlorine use can be minimized… while maintaining the benefit of low-level residual chlorine to protect the water” (waterworld.com).
Dari sisi hasil, pengurangan berlapis saling memperbanyak efek: misal dari 10⁵ CFU/100 mL koliform, tahapan awal menurunkan 90%, filtrasi 90% lagi, dan UV menginaktivasi 99,99% sisa—total bisa >9‑log sebelum klorin residual menyentuh air. Praktiknya, target ND (non‑detect) koliform dan HPC sangat rendah di tiap tahap. WHO dan referensi industri menekankan pola ini: “filtration will always be necessary to remove suspended particles…and then eliminate any or all harmful organisms” (waterworld.com). Di iklim tropis seperti Indonesia, di mana regrowth lebih cepat, redundansi ini kian krusial.
baca juga: Media Filtrasi : Sand Filter, Carbon Filter dan Iron Filter
Contoh implementasi dan target kinerja
Pada satu retrofit pabrik pulp, beralih dari klorin ke generator ozon (dosis 3 mg/L) memangkas AOX sekitar 90% dan memungkinkan reuse bleach filtrate (watertechonline.com). Laporan lain mencatat kombinasi UF/RO ber‑efisiensi tinggi dengan polishing UV menghasilkan air <1 NTU untuk showers (filtox.com), memungkinkan 90% white‑water reuse dengan konduktivitas feed boiler <50 µS/cm (filtox.com).
Di banyak instalasi, kombinasi koagulasi + UF + UV mampu memangkas biaya total pengolahan 20–30% dibanding metode konvensional karena penghematan kimia dan tingkat reuse yang lebih tinggi (filtox.com; filtox.com). Untuk integrasi membran, paket RO/NF/UF kerap disiapkan di jalur proses maupun utilitas; jika diperlukan perlindungan membran dari residu klorin, agen dechlorination digunakan sebelum RO.
Pengendalian operasional dan monitoring
Keandalan disinfeksi bergantung pada disiplin operasi: kendali kekeruhan, residual klorin, dan uji mikrobiologi seperti ATP/HPC assays (filtox.com). Di jalur kimia, penggunaan dosing pump memudahkan penyesuaian CT yang dituju; di sisi fisik, kapasitas filtrasi dapat ditingkatkan dengan menambah train UF untuk memastikan pre‑UV <1–5 NTU yang disyaratkan.
Kesimpulannya: setiap teknologi punya keunggulan—klorin murah dan punya residual namun berisiko DBP; UV bebas bahan kimia dan cepat pada virus/kista namun tanpa residual; ozon sangat kuat namun lebih mahal dan transien. Rancangan multi‑barrier—filtrasi + UV/ozon + disinfeksi residual—mendatangkan margin keselamatan terbaik. Dengan desain dan monitoring yang tepat (turbidity, residual klorin, ATP/HPC) (filtox.com), pabrik dapat memenuhi kebutuhan operasional sekaligus tuntutan regulasi—baik untuk air proses maupun jalur air minum internal.
Sumber: data dan studi kasus industri—kinerja tiap teknologi diulas dalam literatur pengolahan air (pmc.ncbi.nlm.nih.gov; waterworld.com). AWWA/WHO dan referensi industri menekankan pendekatan multi‑barrier (waterworld.com; waterworld.com). Laporan kontemporer P&P menyediakan angka beban kontaminan, target pengolahan, dan hasil nyata (watertechonline.com; watertechonline.com; filtox.com), yang menjadi dasar rekomendasi di atas.