Mengejar 89% ISO Brightness: Mengapa Temperatur, pH, dan Konsistensi Menjadi Trio Penentu di Bleaching Pulp

Setiap 10 °C kenaikan suhu bisa melipatgandakan laju reaksi oksidasi; pH 3,0 di tahap klorin dioksida dan pH ≥10,5 di ekstraksi adalah pagar betis; dan konsistensi 10–25% mengatur mixing hingga waktu tinggal. Sensor brightness online menutup loop kendali secara real time.

Industri: Pulp_and_Paper | Proses: Bleaching

Mengejar ISO brightness tinggi—sering >88–90% untuk grade cetak—bukan soal menambah bahan kimia semata. Kunci ada pada kendali ketat tiga parameter: temperatur, pH, dan konsistensi pulp. Data dari literatur teknis, uji pabrik, dan vendor menunjukkan bahwa deviasi kecil saja segera memantul ke kecerahan, viskositas, dan efisiensi biaya (www.researchgate.net) (new.abb.com).

Kinetika temperatur dan jendela optimal

Temperatur mengatur kinetika: tiap kenaikan 10 °C kira‑kira menggandakan laju reaksi oksidatif—termasuk delignifikasi dan brightening (www.researchgate.net). Tahap ClO₂ asam D₀ (tahap klorin dioksida awal) lazimnya di 50–75 °C, dengan hardwood dapat didorong hingga ~95 °C (www.researchgate.net). Suhu yang lebih tinggi biasanya menaikkan perolehan brightness dan bahkan mengurangi brightness reversion; studi menunjukkan ~50% lebih sedikit reversion pada temperatur lebih tinggi (www.researchgate.net).

Batas atasnya nyata: panas berlebih (>85–90 °C) cepat menurunkan kualitas pulp. Pada eucalyptus kraft, tahap “DHT” di atas 85 °C tidak memberi kenaikan brightness bersih tetapi justru memangkas viskositas dan yield (www.researchgate.net). Tahap ozon mesti dijaga <50 °C untuk mencegah yellowing (www.researchgate.net). Praktiknya, pabrik menargetkan rentang optimal—sekitar ~80 °C untuk D₀ dan ~100 °C untuk peroksida atau ekstraksi—dan menyesuaikan aliran steam agar tetap di sana.

Baca juga: Pengolahan Limbah Secara Kimia

Disiplin pH per tahap bleaching

Setiap tahap punya pH idealnya. Tahap klorin dioksida dijalankan asam dengan target ~3,0 saat reaksi (www.researchgate.net). Jika tanpa penetral (neutralizer), pulp keluar dari tahap ClO₂ di pH 3,0–3,8 (www.researchgate.net). Operasi di pH ~3 memaksimalkan penghilangan lignin; turun di bawah ~2,5 memberi imbal hasil menurun cepat dan merusak viskositas (www.researchgate.net).

Kebalikannya, tahap alkali—baik delignifikasi O₂/peroksida maupun ekstraksi kaustik—membutuhkan pH tinggi. Tahap ekstraksi (E) menuntut pH terminal pulp >10,5 (basis 25 °C) untuk mengionisasi lignin teroksidasi secara penuh; jika pH akhir jatuh di bawah ~9, garam lignin bisa mengendap kembali dan brightness mandek (www.researchgate.net). Dosis NaOH atau Mg(OH)₂ diatur untuk memegang setpoint tiap menara. Pada satu uji pabrik, tahap peroksida akhir di pH 5,5 (setelah quench/penghentian reaksi) justru memberi brightness lebih baik dibanding pH konvensional 3,5–4,0—menunjukkan bahwa tahap “brightening” pun kadang diuntungkan oleh pH mendekati netral (www.researchgate.net).

Pengukuran dan pengumpanan kimia presisi menjadi vital; di banyak pabrik, fungsi ini dijalankan melalui DCS (Distributed Control System) yang mengatur pH dan aliran bahan kimia. Pengumpan dosis presisi seperti dosing pump membantu menjaga setpoint tanpa over‑dosing.

Konsistensi pulp dan waktu tinggal

Konsistensi pulp (konsentrasi padatan) menentukan kualitas mixing dan perpindahan panas. Menara bleaching beroperasi pada konsistensi medium (~8–12% padatan, 88–92% air) atau tinggi (~20–30%). Di menara konsistensi medium, stok encer mudah tercampur dan pemanasan cepat, tetapi energi terbuang untuk memanaskan air. Konsistensi tinggi memusatkan kimia di sekitar serat dan menghemat steam, namun menuntut agitasi dan pemompaan yang lebih kuat.

Contoh di literatur menyebut 10–15% padatan untuk menara medium dan ~25% untuk menara tinggi (patents.google.com). Pada satu proses high‑yield, 10% padatan dipakai di bleaching awal dan 25% pada tahap akhir konsistensi tinggi (patents.google.com). Secara umum, makin tinggi konsistensi berarti waktu tinggal lebih pendek dan kontak lebih agresif—operator harus mencegah channeling. Tanpa kendali baik, padatan tinggi bisa memicu bleaching tak merata dan menurunkan mutu.

Jalan tengahnya adalah menyeimbangkan konsistensi untuk throughput versus energi: misalnya, langkah 10% bisa memakai waktu tinggal 5–8 menit, sedangkan 25% berpotensi butuh waktu lebih singkat tetapi mixing lebih kuat.

Baca juga: 

Optimasi Klarifikasi & Pemurnian Minyak Sawit: Strategi Suhu Terkendali untuk Menjaga Karoten & Menurunkan Peroksida

Studi kasus DHT–(PO)–D dan target DCS

Kendali ketat membayar. Dalam urutan tiga tahap DHT–(PO)–D pada eucalyptus kraft, penalaan cermat menghasilkan 89% ISO brightness dengan hanya 9,7 kg ClO₂, 4,5 kg H₂O₂, dan 8,6 kg NaOH per ton kering oven pulp (www.researchgate.net). Setelah ramp‑up, pabrik yang sama melihat ~21% penurunan konsumsi ClO₂, 58% lebih sedikit H₂O₂, dan 18% lebih sedikit NaOH dibanding proses lama (www.researchgate.net).

Temuan penting: mendorong menara DHT di atas ~85 °C atau pH di bawah 3,0 merusak viskositas dan menggelapkan pulp (www.researchgate.net). Data tersebut diterjemahkan menjadi target kendali di DCS pabrik: temperatur ~80–85 °C dan pH ≈3,0 di D‑stage (www.researchgate.net), pH ≥10,5 di E‑stage (basis 25 °C) (www.researchgate.net). Hasilnya: brightness reproduksibel sesuai spesifikasi dengan minimal over‑dosing.

Baca juga: 

Mengapa Sterilizer Horizontal & Kontrol Otomatis PLC/SCADA Jadi Pilihan Utama di Pabrik Kelapa Sawit

Sensor brightness online dan APC

ChatGPT Image Oct 13, 2025, 04_10_04 PM

Pabrik modern memakai sensor brightness online untuk umpan‑balik kontinu. Probe optik inline—umumnya mengukur reflektansi pada 457 nm untuk memberi ISO brightness—dipasang di keluaran washer atau setelah tiap tahap bleaching. Keluarga sensor “Cormec” dari Valmet mengukur brightness pulp dan parameter optik terkait seperti efek OBA atau kandungan tinta ERIC secara real‑time (new.valmet.com) (www.valmet.com).

Kecepatan ukur yang sangat tinggi memungkinkan deteksi segera setiap drift whiteness. Dengan mengalirkan pembacaan brightness ke DCS atau kendali lanjutan (APC, advanced process control), dosis bahan kimia (ClO₂, H₂O₂, caustic) bisa disetel on‑the‑fly. Valmet menyatakan sensornya “provide accuracy and reliability for bleaching control” dan “extremely fast measurements” untuk “shorten control loops” (www.valmet.com).

Di praktiknya, pengendali prediktif model yang mengintegrasikan brightness online (beserta pH/Kappa—indikator lignin sisa) mencatat 30–50% pengurangan variasi brightness dan 3–10% penurunan pemakaian bahan kimia (new.abb.com) (new.abb.com). Solusi APC vendor (“Expert Optimizer Bleach”) mengiklankan hingga 50% pengetatan sebaran brightness serta penghematan signifikan biaya reagen (new.abb.com).

Intinya, sensor inline menutup loop: misalnya, penurunan mendadak brightness keluaran menara memicu peningkatan dosis ClO₂ atau sedikit penyesuaian pH. Pabrik melaporkan bahwa kendali semacam ini bukan hanya menstabilkan brightness akhir, tetapi juga memangkas residu kimia tak terpakai (menurunkan beban efluen). Keuntungan ini mendukung kepatuhan lingkungan; pendekatan ECF/TCF (tanpa klorin elemental/total bebas klorin) memangkas AOX (senyawa organik terhalogen adsorbabel) sejak desain (www.researchgate.net).

Baca juga: 

Kondensat Sterilizer Sawit: Limbah Panas yang Bisa Diubah Jadi CPO dan Penghematan Energi

Catatan sumber

Sources: Technical literature, mill studies and vendor data (Hart (2019); Milanez & Colodette IPBC 2005; Suess 2010; Valmet product literature; ABB APC; Indonesian industry experience) (www.researchgate.net) (www.researchgate.net) (www.researchgate.net) (www.researchgate.net) (patents.google.com) (new.abb.com) (www.valmet.com) (new.valmet.com) (www.researchgate.net) (www.researchgate.net). Setiap sitasi berkorelasi dengan baris di sumber.

Chat on WhatsApp