Mencuci Habis Zat Warna Tak Terikat: Panduan Soaping yang Hemat Air, Tuntas, dan Patuh Baku Mutu

Fixasi pewarna tak pernah 100%. Kuncinya ada pada urutan bilas, suhu, pH, dan kimia pencuci yang tepat—atau biaya, energi, dan kepatuhan limbah jadi taruhannya.

Industri: Textile | Proses: Dyeing_&_Printing

Di balik kain berwarna cerah, ada “pekerjaan kotor” yang menentukan mutu akhir: cuci-bilas pasca-dyeing. Pada zat warna reaktif (reactive dyes), hanya sekitar 50–90% yang benar-benar terikat pada kapas; sisanya terhidrolisis atau hanya teradsorpsi longgar dan wajib dicuci habis (iwaponline.com). Mengabaikan residu ini berisiko bleeding, noda, dan fastness yang buruk (kotani-chemical.co.jp).

Taruhannya signifikan: survei industri mencatat hingga 50% biaya dyeing habis untuk wash-off dan pengolahan efluen (www.mdpi.com). Karena itu, pabrik menerapkan rangkaian bilas berlapis—dari dingin, hangat, panas, hingga soaping alkali—agar residu dan zat warna tak terikat tersapu tuntas (www.mdpi.com; iwaponline.com).

Artikel ini merangkum protokol yang digunakan industri, peran bahan kimia khusus dan dispersant (dispersan), serta mengapa suhu dan pH bak cuci menentukan kebersihan kain dan beban efluen—berikut rujukan teknis lengkap yang menyertainya.

Baca juga: Apa itu Chemical?

Urutan bilas reaktif konvensional

Di praktik, skema multi-tahap ini lazim dipakai pada reactive dye wash-off (rasio liquor atau liquor ratio ≈20:1) (www.mdpi.com):

  • Cold rinse ≈20–30 °C (10 menit) untuk melarutkan garam dan zat warna terlarut.
  • Netralisasi bila perlu—mis. 5–10 g/L asam asetat pada 20–30 °C (10 menit) untuk menetralkan alkali residual (iwaponline.com).
  • Warm rinse 50–70 °C (10 menit) untuk mengawali difusi zat warna.
  • Alkaline soaping wash ~100 °C, pH ~10–11 (15–20 menit) dengan 1–2 g/L agen soaping khusus (surfactant) dan tambahan seperti Na₂CO₃ (www.mdpi.com).
  • Hot rinse 80–90 °C (10 menit) untuk membuang zat warna/kimia yang tersolubilisasi.
  • Final cold rinse 20–30 °C (10 menit) dengan air segar.

Variannya bisa melibatkan beberapa bilas dingin (~40–60 °C) dan panas (~80–98 °C) (iwaponline.com), dengan total waktu di laboratorium yang bisa menembus 50+ menit (“cold rinse, neutralize, warm wash, hot wash, soaping, final rinses”) (www.mdpi.com; iwaponline.com). Kauls et al. melaporkan pola multi-bilas ini sebagai praktik umum (iwaponline.com).

Agen soaping dan dispersan khusus

Inti wash-off adalah surfaktan/agen soaping tekstil—biasanya nonionik/anionik polimerik dengan daya wetting dan dispersing tinggi. Agen ideal stabil di air sadah dan kondisi alkali, aktif di suhu lebih rendah, dan “lebih menyukai” zat warna ketimbang serat (kotani-chemical.co.jp). Di praktik, seri “Emill” Kotani (mis. SK‑D) digunakan sekitar 0,5–2 g/L untuk soaping cepat dan kuat (kotani-chemical.co.jp; kotani-chemical.co.jp). Pada 75–90 °C, Kotani melaporkan >50% zat warna reaktif terhidrolisis bisa terbasuh; kombinasi soaping surfaktan efektif plus aditif mendekatkan ke pembersihan nyaris tuntas (kotani-chemical.co.jp; kotani-chemical.co.jp).

Dispersan (dispersants) seperti STPP (sodium tripolyphosphate) 1–2 g/L dan sodium lignosulfonate menjaga partikel zat warna halus tetap terdispersi, sementara sekuestan mengikat ion logam. Penambahan STPP 1–2 g/L di bak soaping tercatat meningkatkan penghilangan zat warna tak terikat (kotani-chemical.co.jp). Pada operasi skala besar, polimer penghambat transfer zat warna (dye transfer inhibitors/DTI) seperti polyvinylpyrrolidone atau kopolimer vinylimidazole “menjebak” zat warna yang terlepas agar tak mendeposit kembali (www.mdpi.com; www.mdpi.com). Studi siklus bilas dengan DTI menunjukkan penghematan sumber daya dramatis—sekitar 90% energi dan 40% air—dengan tetap menangkap ≥95% zat warna tak terikat (www.mdpi.com).

Pada kain tercetak, residu thickener/pengikat (mis. CMC, pati, PVA, akrilat) ditangani dengan pembersih khusus; detergen enzimatik (amylase/cellulase) memecah polimer alami itu dan mempercepat pelepasan pasta serta zat warna. Proses paten Novo Nordisk menunjukkan pencucian enzimatik pada kapas tercetak dengan zat warna reaktif (dan thickener polimer) secara drastis meningkatkan pelepasan keduanya, memotong waktu bilas dan konsumsi air (www.freepatentsonline.com). Oksidator seperti H₂O₂ atau NaClO kadang dipakai pasca‑soaping untuk menghilangkan tanin atau residu zat warna vat, namun perlu kontrol ketat agar serat tidak rusak.

Pasokan bahan kimia pencuci dan bantu proses biasanya dikonsolidasikan lewat paket bahan air–limbah industri; misalnya lini bahan kimia air dan limbah untuk mengatur soaping, dispersing, hingga netralisasi, bergantung formulasi internal pabrik.

Pengaruh suhu pada pelepasan zat warna

Suhu mendorong pembengkakan serat dan difusi zat warna—dan karenanya mempercepat pembersihan. Menaikkan bilas dari 50 °C ke 70 °C “secara signifikan” meningkatkan laju dan jumlah zat warna tak terikat yang terbasuh (www.fibre2fashion.com; kotani-chemical.co.jp). Karena itu, praktik industri memakai soaping mendidih atau mendekati titik didih untuk reactive dyes (www.mdpi.com); Kotani mencatat bilas panas 70–95 °C dapat menghapus >50% zat warna reaktif terhidrolisis pada kapas (kotani-chemical.co.jp).

Namun ekstrem suhu harus dikendalikan. Suhu sangat tinggi atau rendah bersama pH ekstrem bisa menghidrolisis kromofor zat warna dan mengubah warna (kotani-chemical.co.jp; www.fibre2fashion.com). Profil bertahap adalah best practice: awal moderat 30–60 °C untuk membilas garam dan zat warna lepas (iwaponline.com), lalu naik ke 80–100 °C saat soaping dan bilas akhir untuk memaksimalkan kelarutan.

Baca juga: Dissolved Air Flotation

Kontrol pH di bak cuci

Fixasi zat warna reaktif ke kapas berlangsung di pH alkali (biasanya pH 10–11 dengan soda ash/NaOH) (www.mdpi.com). Alkalinitas serupa dipertahankan di bak soaping agar zat warna terhidrolisis tetap larut; praktik standar mengatur pH soaping ~10–11, misalnya dengan ~20–25 g/L Na₂CO₃ (www.mdpi.com). Sering ada langkah netralisasi antara dyeing dan soaping—bilas asam asetat encer (pH ~3–5) untuk menetralkan alkali sebelum kembali ke soaping alkali (iwaponline.com).

Menjaga pH mencegah re-adsorpsi: residu zat warna dijaga tetap terlarut. Setelah pencucian, bilas akhir kerap dibuat netral atau sedikit asam agar kain aman dan seluruh zat warna larut, sementara efluen yang dibuang wajib berada di kisaran netral pH 6,0–9,0 sesuai regulasi Indonesia (www.scribd.com). pH ekstrem dihindari: terlalu tinggi mendorong hidrolisis lanjutan zat warna, terlalu rendah memicu presipitasi atau bahkan menyerang serat—ketidakseimbangan pH dapat memicu “discoloration due to hydrolyzing of dyestuff” (kotani-chemical.co.jp).

Untuk pengaturan alkali/asam yang presisi di tiap bak, fasilitas proses umumnya mengandalkan perangkat dosing kimia; misalnya pemakaian pompa dosing untuk kontrol pH yang konsisten antar-tahap.

Kinerja pembersihan dan beban efluen

ChatGPT Image Oct 30, 2025, 11_18_48 AM

Dengan eksekusi yang benar, >90% kromofor terlarut sisa dapat dihapus lewat siklus soaping yang tepat (kotani-chemical.co.jp). Hasilnya: wash fastness tinggi dan COD akhir yang lebih mudah ditangani atau di‑reuse. Jika wash-off kurang, residu zat warna muncul sebagai COD/warna tinggi di air limbah.

Skala prosesnya besar. Untuk mewarnai 1 kg kapas, satu batch reaktif rata-rata memakai 100–150 L air dan puluhan kilogram garam/alkali (iwaponline.com; iwaponline.com). Tiap siklus bilas menyumbang gram‑gram zat warna/kimia ke efluen. Inovasi berbasis polimer bahkan mencatat pengurangan energi ~90% dan air ~40% sembari memenuhi syarat fix/fastness yang sama (www.mdpi.com).

Dampaknya bagi bisnis nyata: wash-off yang efektif mengantar kain lebih bersih dengan colorfastness tinggi (minim reject) dan meringankan pengolahan air limbah. Sebaliknya, bilasan buruk menaikkan beban efluen—biaya dan risiko sanksi pun meningkat. Target Indonesia ketat: bahkan pada masa transisi, efluen buangan wajib mencapai COD <150 mg/L dan TSS <50 mg/L serta warna (true color/PtCo) ≤200 (www.scribd.com).

Di hilir, unit pemisahan dan biologis lazim dipadukan untuk mencapai kepatuhan—misalnya tahap klarifikasi seperti clarifier atau DAF sebelum pengolahan biologis lanjut. Untuk sasaran air olahan berkualitas reuse, instalasi modern kerap memilih skema membran‑biologi semacam membrane bioreaktor (MBR), menurunkan warna/COD dari proses cuci agar selaras dengan standar emisi yang disebutkan.

Ringkasan resep soaping

Secara praktis, resep soaping untuk kapas tercetak‑reaktif adalah: naikkan suhu bilas dari ambien hingga ~100 °C, selingi langkah asam/alkali untuk mengatur pH, dan gunakan ~1–2 g/L detergen tekstil efisiensi tinggi plus dispersan (mis. STPP, polimer DTI) dan enzim untuk melepas thickener. Data mendukung: 50% zat warna reaktif bisa terbasuh pada 90 °C hanya dengan air (kotani-chemical.co.jp), sementara soaper/dispersan khusus mendorong hingga 90–100% pelepasan. Pengendalian pH (netralisasi lalu re‑alkalisasi sesuai kebutuhan) dan suhu tinggi memaksimalkan pelarutan sambil mencegah redeposisi (kotani-chemical.co.jp; www.fibre2fashion.com). Di uji percontohan, protokol seperti ini mencapai wash‑fastness yang disyaratkan dengan energi/air jauh lebih rendah (mis. memangkas waktu siklus atau menurunkan COD di efluen) dibanding bilasan yang serampangan (www.mdpi.com).

Baca juga: Sea Water Reverse Osmosis

Sumber dan rujukan teknis

Rujukan utama: Islam et al. (IWA Water Reuse Desalination, 2019) (iwaponline.com; iwaponline.com) soal proses wash‑off zat warna reaktif; Martin et al. (Sustainability, 2024) (www.mdpi.com; www.mdpi.com) tentang siklus wash‑off dan biaya; Kotani Chemical (catatan teknis, 2020) (kotani-chemical.co.jp; kotani-chemical.co.jp) tentang kimia soaping; Parkes (Fibre2Fashion, 2008) (www.fibre2fashion.com) soal efek suhu; Abdullah et al. (J. Natural Fibers, 2008) dan US Patent 5,405,414 (www.freepatentsonline.com) untuk pelepasan thickener enzimatik; serta regulasi Indonesia (Permen LHK No. P.16/2019) (www.scribd.com; www.scribd.com).

Chat on WhatsApp