Sekitar 6–11% massa serat hilang di lini spinning, tetapi semakin banyak pabrik mengubahnya jadi nilai—didaur ulang ke benang, jadi nonwoven, bahkan jadi energi.
Industri: Textile | Proses: Spinning
Produksi serat dunia melampaui 100 juta ton pada 2017, dan limbah serat pabrik pemintalan (spinning) ikut membengkak seiring lonjakan itu. Estimasi konservatif: 6–11% massa serat mentah berubah jadi limbah saat membuka, membersihkan, menggaruk (carding), dan mengombinasi serat menjadi benang (IntechOpen) (IntechOpen) (IntechOpen).
Contoh nyata datang dari Brasil: 167.850 kg kapas yang dikonsumsi menghasilkan 19.086 kg limbah spinning (≈11%) (IntechOpen). Ini bukan sekadar debu: komposisinya bervariasi dari “dirty blowroom waste” yang hanya ~35–55% serat baik, hingga limbah carding/sliver yang sering >80% serat (IntechOpen) (IntechOpen).
Di lini, limbah utama sekitar 6–8% dari input dan rata-rata memuat ~50% serat; dengan pemulihan cerdas, spinner kerap mengembalikan ~90%+ dari serat itu (dengan ≈6% residu kotoran) ke produk (IntechOpen).
Skala dan jenis limbah serat spinning
Limbah tipikal mencakup debu kapas, card flats, noils (serat pendek sisa combing), sisa ekor sliver, serpihan roving, dan benang putus (fly). “Dirty” blowroom cenderung berisi daun dan kulit biji, sedangkan limbah carding/sliver lebih “bersih” dan kaya serat (IntechOpen).
Daur ulang kembali ke proses spinning
Rute pemanfaatan paling langsung adalah mengembalikan limbah yang sudah dibersihkan ke produksi benang. “Good waste” seperti sliver noils dan fiber hasil filter belt lazim dibaurkan pada level beberapa persen: benang ring dan rotor (ring-spun vs rotor/open-end; dua teknologi pemintalan dengan karakteristik kekuatan dan ketidakteraturan yang berbeda) biasanya toleran ~2,5–5% serat daur ulang, sedangkan benang open-end kasar mampu 10–20% (IntechOpen).
Praktiknya, pabrik cenderung mengembalikan limbah ke campuran asalnya—misalnya limbah card untuk benang carded, noils untuk open-end—guna menjaga mutu. Uji laboratorium menunjukkan campuran hingga ~20% limbah umumnya hanya mengubah sifat secara minor (IntechOpen). Wulfhorst (1984) bahkan melaporkan “hingga 20%” serat pulihan bisa dipakai tanpa penurunan kualitas benang yang terlihat (IntechOpen), dan Halimi dkk. mendapati keseragaman/ketidakteraturan tetap pada rotor yarn sampai 25% limbah (IntechOpen).
Studi 50/50 virgin-to-waste pada rotor juga ada: kain dari 100% serat daur ulang menunjukkan hairiness lebih tinggi dan tensile strength lebih rendah dibanding virgin yarn, tetapi untuk penggunaan teknis masih memenuhi persyaratan (IntechOpen) (IntechOpen). Secara umum, penambahan limbah memendekkan tenasitas dan menaikkan cacat: menaikkan limbah dari 5→40% memotong breaking strength sekitar ~22% (ring) atau 52% (rotor) (IntechOpen).
Trade-off biaya signifikan: serat daur ulang praktis “gratis”. Pada uji spinning, campuran 50% limbah di rotor menghasilkan strength ~20–25% lebih rendah dan hairiness 21–22% lebih tinggi, namun pada level sampai 30% limbah hanya meningkatkan thick/thin faults secara moderat (IntechOpen). Hasilnya, pabrik memaksimalkan penggunaan limbah bersih (sliver noil, filtered fly bisa didekati 50–100% reuse) dan membatasi limbah kotor (≤30% di open-end; ≤10% di ring) untuk menyeimbangkan mutu (IntechOpen) (IntechOpen).
Bahan baku untuk produk non-spinning
.png?width=667&height=1000&name=ChatGPT%20Image%20Oct%2030%2c%202025%2c%2002_49_58%20PM%20(1).png)
Saat tidak dipintal ulang, serat limbah dialihkan ke nonwovens dan insulasi. Limbah kapas/blend bisa dibonding jadi mat, pad, atau batting (nonwoven: kain tanpa tenun, diikat kimia/termal/mekanis). Contohnya, byproduct cotton diikat kimia menjadi nonwoven dengan tearing strength hingga ~23 g menggunakan 25% polyvinyl alcohol sebagai binder (ResearchGate).
Kinerja termal pun solid: mat serat denim daur ulang mencapai ~0,131 W/m·K pada 20–40% kandungan serat (ResearchGate), sekelas polistirena. Perbandingan lain menyebut papan tekstil daur ulang dapat menyamai XPS foam atau mineral wool (IntechOpen).
Di luar insulasi, serat limbah menjadi komposit dan filler. Tinjauan riset mencatat kapas, jute, hemp, dan serat lain dari limbah diimpregnasi ke polimer, beton, dan binder alami untuk panel konstruksi dan komponen otomotif (MDPI). Contohnya, campuran kapas/poliester dipres menjadi blok semen atau papan epoksi, meningkatkan kekakuan dan massa termal.
Jalur komersial lain mencakup barang konsumen dan industri: noils berkualitas rendah dibaurkan ke benang industri (pel, permadani) atau isian nonwoven. Secara historis, limbah dibales sebagai “cotton batting” untuk isi kasur/perabot (ILO Encyclopaedia). Panduan industri menyebut limbah ring-spinning kerap dijual untuk benang pel, sementara limbah carding (“garnetting”) dipres jadi insulasi bedding (ILO Encyclopaedia). Di Indonesia, Asia Pacific Fibers (APF) mengangkat program “textile-to-textile” yang mengubah pakaian bekas menjadi campuran serat baru (Asia Pacific Fibers).
Secara kimia, limbah kaya selulosa adalah bahan baku bio-produk. Penelitian terbaru menunjukkan pirolisis (pyrolysis: dekomposisi termal tanpa oksigen) terhadap limbah kapas murni menghasilkan sekitar 45% minyak cair (kelas heavy naphtha) dan char kaya karbon (∼75% C) yang dapat menjadi activated carbon; untuk campuran kapas/poliester, produk dominan adalah gas mudah bakar kaya H₂ (ScienceDirect). Temuan ini membuka opsi bahan bakar boiler on-site atau bahan baku kimia. Secara prinsip, kapas limbah juga dapat menuju etanol selulosa atau furfural (dengan praproses yang diperlukan) (ScienceDirect).
Opsi pembuangan dan arah kebijakan
Bila tak dimanfaatkan, limbah serat historisnya dibakar atau ditimbun, dengan konsekuensi emisi dan polutan. Studi mencatat insinerasi limbah tekstil melepaskan gas toksik seperti furan dan dioksin (Reuters via WSAU). Analisis Reuters tentang hub tekstil Asia menyebut kapasitas daur ulang yang tak tercukupi membuat “sisanya menyumbat badan air, mencemari tanah atau dibakar” (Reuters via WSAU).
Di Uni Eropa, tekstil yang dikumpulkan terpisah dan ditangani pada 2022 sekitar 1,38 juta ton; 12% masuk landfill dan 15% ke insinerasi (EEA). Namun bila menghitung limbah tekstil yang bercampur limbah kota, total sekitar 73% masih berakhir dibakar atau ditimbun (EEA). Sebaliknya, beberapa negara melaporkan pemulihan tinggi: India memulihkan ~60% dari 4,7 Mt limbah tekstil (Reuters via WSAU).
Pemulihan energi adalah opsi lain: boiler modern bisa membakar limbah tekstil selulosa bersama lignit/biomassa, meski asal fosil poliester menurunkan nilai kalor dan meningkatkan kekhawatiran SO₂/NOₓ. Lebih berkelanjutan, pirolisis seperti di atas memulihkan energi dan material (ScienceDirect). Landfill semakin dibatasi regulasi (mis. aturan Waste Textiles yang akan datang di UE).
Di Indonesia, UU 32/2009 dan standar Kementerian Lingkungan Hidup mengatur limbah non-B3; potongan tekstil diklasifikasikan non-B3 dan menuntut penanganan berizin serta pembuangan yang benar (Rafika Transindo). Produsen serat besar Indonesia mulai berkomitmen pada strategi sirkular—Asia Pacific Fibers merujuk Circular Economy Roadmap nasional yang “memprioritaskan industri tekstil” dan berkomitmen membangun aliran daur ulang tekstil-ke-tekstil (Asia Pacific Fibers) (Asia Pacific Fibers).
Tantangan penanganan dan sistem konveying
Serat limbah sangat bulky (bervolume besar, densitas rendah) dan mudah terbang, sehingga penanganan dan konveying rumit. Campuran serat pendek (fiber fly) paling efektif ditangkap dengan koleksi pneumatik: pabrik modern menggunakan sistem vakum terpusat yang menyedot limbah dari mesin ke hopper limbah, mengurangi kerja manual dan paparan debu (ILO Encyclopaedia).
Massa yang terkumpul harus dipadatkan: gudang limbah klasik mengumpulkan scrap hingga cukup untuk dibale (sekitar 200+ kg per bale) (ILO Encyclopaedia). Kini, horizontal bale press otomatis memadatkan limbah yang dikoleksi vakum, memperbaiki logistik penanganan (ILO Encyclopaedia).
Namun problem teknis tetap ada. Lint limbah membawa banyak debu dan muatan statis, sehingga ducting harus rapat dan dilindungi (explosion-protection). Sifat campuran limbah menambah langkah: satu pabrik mencatat blowroom waste “sangat kotor” (≈22% trash seperti daun dan kulit biji) yang perlu dekontaminasi sebelum reuse (ResearchGate). Serat pendek mudah menggumpal; kenaikan “nep” pada rotor yarn kerap dilacak ke inklusi limbah card (IntechOpen).
Konveyor sabuk bisa macet saat serat terlilit atau menumpuk, sehingga konfigurasi sering memilih sedot vertikal + baling ketimbang konveyor terbuka panjang. Menjaga rasio feed limbah yang konsisten pun kompleks—stok limbah tersortir harus dikelola ketat untuk menghindari ayunan mutu. Singkatnya, volume besar, ringan, dan campuran serat limbah menuntut infrastruktur dedikasi (vakum koleksi, sliver breaker, bale press) serta kendali kelembapan dan debu yang saksama (ILO Encyclopaedia).
Angka, tren, dan implikasi bisnis
Pasar daur ulang tekstil global tumbuh; sebuah laporan 2025 menilai peluang sekitar USD 9,4 miliar pada 2027 (Reuters via WSAU). Regulasi baru memprioritaskan daur ulang serat pra- dan paska-konsumsi (mis. EU Ecodesign for Sustainable Products). Di Indonesia, inisiatif sirkular yang diakui—seperti “Sustainable Stitch” APF—menandai adopsi korporat terhadap reuse dan recycling (Asia Pacific Fibers).
Secara teknis, studi konsisten menemukan bahwa reuse limbah spinning pada kisaran 15–25% secara material menurunkan biaya bahan baku dan volume limbah, dengan trade-off mutu yang moderat (IntechOpen) (IntechOpen). Bagi pengambil keputusan, investasi pada sistem penanganan limbah (suction/baling otomatis) dan saluran hilir untuk produk berbasis limbah berpotensi mengonversi biaya pembuangan menjadi aliran nilai baru—serat daur ulang lebih murah, panel insulasi, bahan komposit, atau bahan bakar/material via pirolisis—dengan syarat tantangan penanganan teratasi dan spesifikasi mutu terdefinisi dengan jelas.
Sumber data: studi industri dan akademik internasional (IntechOpen) (IntechOpen) (IntechOpen) (ScienceDirect) (IntechOpen) (IntechOpen) (Reuters via WSAU) (ILO Encyclopaedia) (Asia Pacific Fibers). Konteks Indonesia merujuk laporan industri dan publikasi perusahaan (Asia Pacific Fibers) (Rafika Transindo).
