EFB Sawit (Tandan Kosong): Hemat 75% NPK atau Jadi Bahan Bakar Boiler? Analisis Dampak Kelembapan 50–70%

EFB (empty fruit bunch/tandan kosong) bisa jadi pupuk organik yang memangkas NPK hingga ≈75% atau jadi bahan bakar boiler—tapi kelembapannya 50–70% menekan efisiensi energi. Inilah perbandingan head‑to‑head, lengkap dengan angka lapangan, tantangan teknis, dan tren kebijakan.

Industri: Palm_Oil | Proses: Empty_Fruit_Bunch_(EFB)_Processing

Di pabrik kelapa sawit, EFB (empty fruit bunch/tandan kosong) bukan sekadar residu—volumenya besar dan menentukan biaya operasional maupun jejak lingkungan. Estimasi menyebut EFB mencapai 20–28% dari bobot FFB (fresh fruit bunch/tandan buah segar) biochartoday.com www.envirobiotechjournals.com. Satu studi mencatat 100 ton FFB menghasilkan ≈20–23 ton EFB www.envirobiotechjournals.com. Di Indonesia, potensi limbah padat sawit (termasuk EFB, cangkang, serat) mencapai sekitar 90,3 juta ton pada 2017—cukup untuk menyuplai ~10% kebutuhan energi nasional www.envirobiotechjournals.com. Sebuah pabrik yang mengolah ~250.000 ton FFB/tahun akan menghasilkan ~48–50 ribu ton EFB/tahun www.researchgate.net. Dalam praktik, EFB kerap ditaruh di sekitar kebun atau pabrik sebagai residu organik yang bulky.

Di hadapan operator, pilihan besar segera muncul: kembalikan EFB ke kebun sebagai mulsa/pupuk organik yang memperbaiki tanah, atau bakar sebagai bahan bakar boiler/CHP (combined heat and power/kogenerasi). Faktanya, kelembapan EFB yang sangat tinggi—50–70% massa segar—jadi batu sandungan utama untuk opsi energi www.researchgate.net.

Komposisi nutrien dan manfaat tanah

Secara kimia, serat EFB kering mengandung sekitar 0,8% N, 0,22% P₂O₅, 2,9% K₂O (berat), plus Mg, Ca, dan unsur mikro; kandungan karbonnya tinggi (≈42,8%) sehingga menopang bahan organik tanah www.researchgate.net. Saat dikomposkan atau diaplikasikan sebagai mulsa, EFB memasok bahan organik kaya K dan C (potassium oxide ~2,9%) yang dapat menggantikan pupuk K dan amandemen organik komersial www.researchgate.net.

Dampak lapangan dan produktivitas

Uji 10 tahun di Malaysia (Abu Bakar dkk., 2011) menunjukkan aplikasi ~30 t/ha/tahun EFB (≈300 kg/pokok/tahun) meningkatkan hasil TBS secara signifikan ketimbang 15 t/ha/tahun atau pupuk kimia saja; setelah 10 tahun, perlakuan 30 t/ha menaikkan C-organik tanah dari ~1,49% menjadi 2,73% dan K-tukar, serta jauh melampaui petak 15 t/ha atau tanpa EFB (hanya kimia) dalam hasil TBS www.researchgate.net. Uji lain di Malaysia menemukan penambahan 60 atau 80 t/ha/tahun EFB (tahunan di tumpukan pelepah selang-seling) meningkatkan hasil dan kesuburan tanah dibanding kontrol tanpa EFB www.researchgate.net. Di Sumatra, studi 15 tahun membandingkan 0, 30, 60, 90 t/ha/tahun menunjukkan perbedaan hasil yang hanya moderat: akumulasi hasil ~2,4–5,9% lebih tinggi pada perlakuan EFB dibanding pupuk saja, tanpa penurunan kestabilan hasil link.springer.com. Singkatnya, mulsa EFB cenderung mempertahankan atau sedikit meningkatkan hasil TBS sambil menaikkan C‑organik tanah (SOC)—contohnya +32% SOC pada dosis menengah EFB versus kontrol link.springer.com. Meta‑analisis lintas komoditas juga mengonfirmasi amandemen berbasis EFB cenderung meningkatkan pertumbuhan; satu kajian menemukan kenaikan hasil sekitar 49% dibanding tanpa amandemen www.researchgate.net.

Substitusi pupuk dan sertifikasi

Dengan mendaur ulang hara, EFB berpotensi memangkas pupuk sintetis secara drastis. Studi LCA (life‑cycle assessment/penilaian siklus hidup) memperkirakan kompos berbasis EFB dapat mengurangi penggunaan NPK sintetis per hektare ≈75% (biochar EFB tetap memangkas ~35%) biochartoday.com. Dalam praktik, dosis 15–30 t/ha/tahun EFB menaikkan pH tanah (dari ~4,5 menjadi 5,5–6,5) dan CEC (kapasitas tukar kation) ke ~11–13 cmol/kg versus 8,2 pada tanah yang hanya menerima pupuk kimia, setelah 10 tahun www.researchgate.net. Manfaat ini berimbas pada penghematan biaya pupuk dan tambahan sekuestrasi karbon di tanah.

Banyak pabrik sudah menerapkan mulsa EFB karena input ini tak perlu dibeli. Namun volumenya yang bulky dan kelembapannya tinggi membuat pengumpulan dan penyebaran intensif tenaga kerja. Sejumlah pabrik di Indonesia mengeksplorasi solusi pengomposan—sering mengombinasikan EFB dengan POME (Palm Oil Mill Effluent/limbah cair pabrik)—untuk menghasilkan pupuk organik tersertifikasi; produk yang lolos uji dapat meraih sustainability credits www3.wipo.int. Studi kasus WIPO mencatat pabrik bermitra dengan perusahaan bio‑kompos, menciptakan kompos EFB/POME yang menurunkan emisi GHG dan—setelah pengujian mutu—memenuhi syarat sertifikasi pemerintah dan bisa dijual kembali www3.wipo.int. (Hambatan regulasi tetap ada: kompos berbasis EFB harus memenuhi standar komposisi ketat sebelum dipasar­kan, dan pengujiannya masih berjalan www3.wipo.int.)

Ketika pengomposan digabung dengan pengelolaan POME, pretreatment sederhana membantu menurunkan padatan dan sampah: unit automatic screen memisahkan debris >1 mm secara kontinu sebelum proses biologis. Untuk mengurangi TSS dan minyak, flotasi DAF menurunkan beban ke tahap berikutnya. Sistem biologis seperti MBBR (media biofilm tersuspensi) efektif untuk beban organik yang fluktuatif, dan polishing akhir dengan MBR (UF membranes) menghasilkan efluen reusable.

Ringkasan data mulsa kebun

Penerapan mulsa EFB 10–30 t/ha/tahun dapat meningkatkan hasil secara moderat (2–6%), menaikkan C‑organik tanah 20–30%, memperbaiki retensi air dan suplai K www.researchgate.net link.springer.com, dan memangkas mayoritas pupuk sintetis (≈75% NPK) menurut estimasi LCA biochartoday.com. Praktik ini juga menghindari open burning (risiko kebakaran/asap) dan memberi environmental credits (carbon offsets dari C‑tanah).

EFB sebagai bahan bakar boiler

Dari sisi energi, EFB mengandung serat dan minyak yang bisa dibakar, tetapi densitas energinya rendah karena air. Nilai kalor EFB segar hanya ~10,1–10,6 MJ/kg (basis basah) dan dapat naik ke ~17,5 MJ/kg setelah pengeringan menyeluruh (HHV/higher heating value/nilai kalor atas) www.researchgate.net www.researchgate.net. Satu ton EFB kering kira‑kira setara energi kayu kering. Banyak pabrik sudah membakar serat dan cangkang; EFB pun bisa menjadi bahan bakar boiler atau CHP komersial. Contohnya, sebuah pabrik Malaysia memasang boiler uap 80 t/jam yang didesain membakar EFB tercacah www.zbgboiler.com. Total EFB Indonesia (10–20 Mt/tahun) secara prinsip dapat menggantikan sebagian batubara/minyak tanah di pabrik atau PLT‑bio lokal; sebuah analisis bahkan menunjukkan total limbah sawit Indonesia berpotensi memenuhi ~10% energi nasional—meski asumsi ini mengandaikan pengumpulan optimal www.envirobiotechjournals.com.

Kendala teknis: kelembapan 50–70%

Hambatan utama: air. EFB segar umumnya mengandung 50–70% air. Seperti dirangkum sebuah tinjauan, “high moisture content (in excess of 50%) requires more fuel to be consumed,” memangkas efisiensi boiler secara tajam www.researchgate.net. Praktisnya, membakar EFB basah menghasilkan energi bersih sangat rendah (sekitar separuh biomassa kering). Pengangkutan jarak jauh pun tak ekonomis karena pada dasarnya mengirim air plus serat bulky www.researchgate.net. Di lokasi, EFB mentah cenderung menggumpal/menjembatani feeder, dan abunya yang kaya K/Cl memicu fouling; banyak unit harus beroperasi di bawah 900 °C untuk mencegah slagging pada pipa pemanas www.researchgate.net.

Pretreatment pengeringan dan densifikasi

Untuk kinerja bakar yang masuk akal, EFB biasanya dicacah lalu dikeringkan atau dipellet. Pengeringan sederhana (mis. tenaga surya atau waste‑heat) dapat menaikkan HHV ke ~17–18 MJ/kg, namun 40–60% massa awal (air) terbuang www.researchgate.net. Torrefaksi atau hidrotermal karbonisasi juga diusulkan untuk menurunkan kelembapan dan menaikkan densitas energi www.researchgate.net www.researchgate.net. Contoh laboratorium: setelah oven‑dry 105 °C, energi “yield” yang dicapai sekitar ~41% relatif terhadap EFB mentah www.researchgate.net. Konsekuensinya, pretreatment menambah biaya modal dan energi, sementara densitas curah EFB mentah sangat rendah (hanya beberapa ratus kg/m³) sehingga butuh hopper/kipas berukuran besar www.researchgate.net.

Di sisi utilitas, efisiensi boiler biomassa juga sangat bergantung pada kualitas air umpan. Penurunan kesadahan dengan softener membantu mencegah scale yang mengurangi transfer panas. Pengendalian O₂ terlarut dengan oxygen scavengers yang ditakar stabil melalui dosing pump menjaga korosi tetap rendah di drum dan pipa—praktik umum pada operasi boiler biomassa.

Perbandingan nilai guna dan kebijakan

Membakar EFB bisa mengganti fosil (atau “membebaskan” serat/cangkang untuk dijual) dan mengurangi GHG dengan mendisplacing batubara/diesel. Namun, karena kelembapan dan abu, imbal balik energi bersihnya modest; studi boiler basah melaporkan pembakaran EFB membutuhkan 1,5–2× massa bahan bakar dibanding kayu kering. Sebaliknya, penggunaan di kebun tak memberi energi bakar, tetapi bernilai agronomis seperti di atas. Keputusan akhirnya sangat kontekstual: pabrik jauh dari kebun bisa lebih memilih energi, sedangkan mulsa di kebun meningkatkan hasil dan memangkas tagihan pupuk.

Ada pula faktor kebijakan. Pada 2024–2025 pemerintah membatasi ekspor “palm oil residues” (termasuk EFB) untuk mengamankan pasokan domestik bagi pencampuran biodiesel www.reuters.com.

Ringkasan data bahan bakar

EFB mentah dengan kelembapan >50–60% adalah bahan bakar buruk tanpa pengeringan www.researchgate.net www.researchgate.net. Densitas curah yang rendah dan kadar abu tinggi membatasi desain boiler www.researchgate.net. Jika benar‑benar kering, nilai kalor ~17,5 MJ/kg cukup baik, tetapi energi untuk pengeringan menggerus keuntungan. Secara teknis, opsi energi ini feasible—beberapa pabrik sudah memasang boiler biomassa 10–80 t/jam www.zbgboiler.com—namun perlu pretreatment dan penanganan cermat. Sebaliknya, mulsa EFB mengembalikan nilai langsung di kebun (sedikit menaikkan hasil dan memangkas pupuk sintetis) sering tanpa investasi modal besar baru.

Pertimbangan bisnis dan trade‑off

  • Hasil vs. Energi: Model menyiratkan setiap hektare yang menerima (~30 t/tahun EFB) dapat menggantikan ~75% kebutuhan NPK hektare tersebut biochartoday.com sambil menaikkan hasil beberapa persen link.springer.com. Yield energi ekuivalen (~30 t EFB kering≈525 GJ) umumnya hanya cukup untuk kebutuhan uap internal dan tidak banyak menghasilkan listrik di luar pabrik.
  • Biaya dan Logistik: Mulsa memang memakan tenaga kerja dan angkutan (EFB bulky dan basah), tetapi pada dasarnya input gratis. Pemasangan boiler atau dryer butuh modal besar dan pasokan bahan bakar kontinu (membatasi lokasi). Pabrik dekat kebun cenderung memilih mulsa (seperti lazim di Malaysia/Indonesia), sementara pabrik yang terisolasi mungkin membakar EFB jika kebun sekitar minim akses pupuk.
  • Dampak Lingkungan: Mulsa menambah stok karbon tanah dan menghindari open burning. Pembakaran EFB menghasilkan CO₂, tetapi menggantikan batubara/diesel dan menghindari metana dari pelapukan tak terkendali. Keduanya jauh lebih baik daripada pembuangan tanpa kendali.

Sumber data dan studi yang dikutip: biochartoday.com www.envirobiotechjournals.com link.springer.com www.researchgate.net www.researchgate.net, serta tren regulasi (mis. pembatasan ekspor EFB) yang didukung berita terbaru www.reuters.com. Semua klaim kuantitatif dirujuk ke literatur tersebut.

Chat on WhatsApp