Dentuman Seismik di Laut: Dampaknya pada Mamalia Laut dan Seberapa Jauh “Soft Start” Menolong

Survei seismik untuk eksplorasi minyak dan gas memompa pulsa suara rendah hingga ~200–260 dB re 1 µPa @1 m, setiap beberapa detik, menambah kebisingan laut yang sudah meningkat ≈12 dB dalam 30 tahun di beberapa wilayah. Di Indonesia, operasi ini kini wajib memiliki UKL-UPL spesifik demi melindungi ekosistem laut.

Industri: Oil_and_Gas | Proses: Exploration

Dari jarak dekat, seismic airguns terdengar seperti meriam berulang: impuls bertenaga rendah (low-frequency) ditembakkan tiap beberapa detik untuk “memotret” geologi bawah laut. Level tekan suaranya mencapai ~200–260 dB re 1 µPa @1 m (satuan akustik bawah air; dB re 1 µPa adalah referensi tekanan suara di air), dan merambat hingga kilometer, menaikkan kebisingan ambien laut (pubs.usgs.gov). Data pengamatan menunjukkan kebisingan laut meningkat drastis —≈12 dB dalam 30 tahun di beberapa wilayah (www.mdpi.com).

Kekhawatiran ini bukan isapan jempol. Indonesia kini mewajibkan rencana UKL-UPL spesifik untuk survei seismik di laut (makassar.bsilhk.menlhk.go.id). Alasannya jelas: fauna laut —terutama paus dan lumba-lumba— bergantung pada suara untuk navigasi, komunikasi, dan mencari makan (www.frontiersin.org).

Profil kebisingan seismik bawah air

Pulsa airgun berulang menaikkan kebisingan latar dan berpotensi memicu serangkaian efek pada biota: masking (menutupi sinyal komunikasi), stres, gangguan perilaku, hingga cedera pendengaran dalam kondisi ekstrem (www.frontiersin.org). Praktik regulasi seperti U.S. NMFS kerap memakai ~180 dB re 1 µPa (rms; root mean square, metrik level efektif) sebagai ambang cedera untuk cetacea (pubs.usgs.gov). Catatan samping: banyak analisis regulasi menggunakan ambang 160 dB re 1 µPa (rms) untuk “behavioral harassment” cetacea dan 120 dB untuk ikan, dengan cedera diasumsikan pada 180–190 dB —kriteria ini adalah proxy yang kasar.

Baca juga: Pengolahan Limbah Secara Kimia

Dampak pada mamalia laut

Pada cetacea dan pinniped, pulsa seismik dapat menutupi panggilan/ekolokasi, mengganggu makan atau migrasi, dan memicu respons startle, penghindaran, atau pola selam yang berubah (www.frontiersin.org) (www.frontiersin.org). Pada level terima tinggi, hewan dapat mengalami TTS/PTS (temporary/permanent threshold shift; penurunan sensitivitas pendengaran sementara/ permanen). Ambang cedera ~180 dB re 1 µPa (rms) untuk cetacea lazim dipakai regulator (pubs.usgs.gov).

Studi perilaku lebih banyak daripada bukti kehilangan pendengaran langsung. Pada 2002, kampanye seismik 3D di Brazil bertepatan dengan lonjakan strandings paus bungkuk dan memicu pelarangan seismik saat musim kawin (www.researchgate.net) (www.researchgate.net). Namun kausalitasnya masih diperdebatkan: pakar menilai survei seismik mungkin merusak organ sonar cetacea, tetapi bukti pasti strandings belum konklusif (jakartaglobe.id) (jakartaglobe.id).

Data lapangan menunjukkan hewan sering hadir di area survei. Di Teluk Meksiko, dari ~194.000 jam survei (2002–08) tercatat 3.963 sighting cetacea (≈28.000 individu), didominasi paus sperma (1.136 catatan) dan lumba-lumba kecil (www.researchgate.net). Banyak yang masuk zona eksklusi sehingga operator menghentikan penembakan sementara.

Dampak pada ikan dan rekrutmen

Semua ikan teleost mendengar frekuensi rendah (<500 Hz), sehingga pulsa airgun dapat mengejutkan atau mengganggu schooling dan pemijahan (www.mdpi.com). Norwegia sempat menutup area pemijahan untuk seismik pada 1980–90an. Namun uji terkontrol menemukan mortalitas langsung hanya pada jarak sangat dekat: pada larva cod, efek mematikan terbatas ~2 m dari airgun, skenario terburuk 0,45% mortalitas larva per survei —jauh di bawah mortalitas alami harian 5–15% (www.mdpi.com). Kebijakan pun diperbarui: pembatasan dilonggarkan, dengan koridor pemijahan/migrasi kritis tetap ditutup (www.mdpi.com) (www.mdpi.com). Konsensusnya: dampak pada rekrutmen ikan di skala populasi bisa diabaikan; efek lethal/sublethal muncul hanya dalam beberapa meter dari sumber (www.mdpi.com) (www.mdpi.com). Beberapa dampak minor dan sementara sempat dilaporkan —mis. gangguan keseimbangan pada larva ikan atau krustasea— namun perilaku pulih cepat.

Baca juga: 

Optimasi Klarifikasi & Pemurnian Minyak Sawit: Strategi Suhu Terkendali untuk Menjaga Karoten & Menurunkan Peroksida

Dampak pada invertebrata

Eksperimen pada krustasea (lobster, kepiting) dan zooplankton menunjukkan tidak ada mortalitas luas kecuali pada jarak sangat dekat. Satu ulasan besar menemukan tidak ada kematian invertebrata kecuali larva krill di dekat sumber (www.frontiersin.org). Beberapa studi lapangan mencatat stres fisiologis pada lobster di jarak dekat (refleks righting terganggu, kerusakan rambut sensorik) (www.frontiersin.org). Efek ekosistem meluas belum terbukti; ulasan menekankan masking/gangguan terjadi pada jarak lebih besar daripada cedera fisik, sementara dampak populasi jangka panjang masih minim terukur (www.mdpi.com) (www.frontiersin.org).

Ringkasan efek dan ambang risiko

Singkatnya, pulsa seismik memicu masking/stres pada banyak organisme dan efek akut jika hewan sangat dekat dengan sumber. Mamalia laut paling sering dikaji, dengan penghindaran area dan—jarang—cedera di level tinggi; ikan dan invertebrata umumnya terdampak hanya dalam beberapa meter (www.mdpi.com) (www.frontiersin.org). Satu tinjauan sistematis merangkum: “Seismic surveys did not result in invertebrate mortalities except larval krill” dan efek fisiologis bervariasi menurut spesies dan usia (www.frontiersin.org). Penilaian kehati-hatian biasanya menetapkan zona risiko. (Catatan: ambang 160 dB re 1 µPa (rms) untuk gangguan perilaku cetacea, 120 dB untuk ikan; cedera pada 180–190 dB —proxy kasar.)

Baca juga: 

Kondensat Sterilizer Sawit: Limbah Panas yang Bisa Diubah Jadi CPO dan Penghematan Energi

Ramp‑up (soft start) 20–40 menit

Mitigasi utama adalah ramp‑up: menyalakan airgun bertahap —misalnya mulai dari satu “gun” kecil lalu menambah unit selama 20–40 menit— memberi “peringatan” agar hewan menjauh. Praktik ini lazim diwajibkan, termasuk saat melanjutkan penembakan (www.researchgate.net). Namun panel ahli menilai efektivitasnya belum pasti (www.conservationevidence.com).

Uji terkontrol pada paus bungkuk menunjukkan ramp‑up hanya menurunkan puncak level terima ~3 dB dibanding tembakan langsung, dan hanya sekitar separuh paus yang bergerak menjauh (pmc.ncbi.nlm.nih.gov). Data Teluk Meksiko: sighting lumba‑lumba 9% lebih rendah saat ramp‑up dibanding periode senyap, dan rata‑rata jarak mereka bertambah beberapa meter (www.researchgate.net). Ramp‑up memang memperpanjang total waktu survei, tetapi downtime teramati relatif kecil: selama enam tahun survei AS, 32 penundaan ramp‑up memakan ~18,5 jam inaktivitas (www.researchgate.net). Catatan: pengurangan level bertahap dapat menurunkan stres bagi hewan yang responsif dan pergi lebih awal (pmc.ncbi.nlm.nih.gov), tetapi jika hewan tidak merespons suara awal yang lemah, ramp‑up terutama memperpanjang paparan kebisingan.

Observer visual dan zona eksklusi

Operator menempatkan marine mammal observers (MMO) terlatih untuk memantau zona eksklusi (radius ratusan meter hingga >1 km, bergantung prediksi level suara). Pada survei 1999 di California, diwajibkan tiga observer visual siaga setiap saat (pubs.usgs.gov). Jika spesies dilindungi memasuki zona keselamatan (sering didefinisikan di mana level terima >~180 dB atau radius tetap), airgun wajib shut‑down. Di Teluk Meksiko, MMO mencatat 144 shut‑down karena paus memasuki zona (97% paus sperma), tiap shut‑down rata‑rata ~58 menit; total ~125,7 jam selama enam tahun (www.researchgate.net). MMO juga melakukan pre‑watch 30 menit sebelum ramp‑up; kepatuhan ~86% (www.researchgate.net). Protokol umum lain: tanpa ramp‑up saat malam/visibilitas buruk (www.researchgate.net) dan manuver kapal (kecepatan/haluan) bila ada spesies dilindungi di dekat sumber.

Penghindaran spasial dan temporal

Pengaturan ruang/waktu sering paling efektif: menghindari habitat kritis dan musim peka. MMO Observer Association menyebut mitigasi “paling penting” adalah menjauh dari area kawin/melahirkan dan koridor migrasi pada tahap perencanaan (mmo-association.org). Contoh: pasca strandings di Brazil, seismik dilarang di Abrolhos Bank selama Juli–November (musim paus bungkuk) (www.researchgate.net) (www.researchgate.net). Di Indonesia, ilmuwan mendorong pembatasan survei di wilayah seperti Laut Sawu di luar puncak migrasi cetacea (jakartaglobe.id). Mitigasi “lunak” lainnya termasuk sistem deteksi vokalisasi malam hari (passive acoustics) dan menjaga koridor eksklusi satwa saat mobilisasi.

Langkah tambahan dan biaya operasional

Beberapa pedoman meminta zona deteksi khusus per spesies (lebih besar untuk baleen whales, lebih kecil untuk lumba‑lumba) berdasarkan sensitivitas frekuensi (mmo-association.org). Observer dapat memakai teropong, infra‑merah, atau night‑vision untuk pengamatan malam. Di sejumlah negara, passive acoustic monitoring (PAM) melengkapi visual, meski penggunaannya di kondisi survei seismik masih berkembang. Nozzle atau bubble barrier (lazim di konstruksi) tidak praktis untuk survei komersial. Semua ini menambah biaya, tetapi data menunjukkan proporsinya kecil: pada satu program multi‑tahun, downtime karena seluruh mitigasi hanya ~0,06% dari total jam survei (www.researchgate.net).

Baca juga: 

Mengapa Sterilizer Horizontal & Kontrol Otomatis PLC/SCADA Jadi Pilihan Utama di Pabrik Kelapa Sawit

Kinerja mitigasi: angka lapangan

Ramp‑up: dari ~32.939 ramp‑up terdokumentasi lintas survei, 90% patuh durasi 20–40 menit; rata‑rata 2,5 ramp‑up per kapal per hari (www.researchgate.net) (www.researchgate.net). Sebanyak 57% ramp‑up dimulai siang hari, memudahkan pengawasan zona eksklusi; hanya ~3% yang tanpa pre‑watch 30 menit penuh (www.researchgate.net). Ketika satwa hadir, ramp‑up ditunda; total penundaan 18,5 jam dalam enam tahun dan 75% karena cetacea kecil (www.researchgate.net).

Shutdown: 144 penghentian karena paus memasuki zona eksklusi; 97% dipicu paus sperma; tiap kasus rata‑rata ~58 menit hilang, kumulatif ~125,7 jam selama enam tahun (www.researchgate.net). Respons perilaku: sighting lumba‑lumba 9% lebih rendah saat ramp‑up dibanding periode senyap; jarak rata‑rata mereka paling besar saat tembakan penuh, menurun saat ramp‑up, dan terpendek saat senyap (www.researchgate.net). Fakta bahwa banyak lumba‑lumba tetap terlihat dekat airgun beroperasi —dengan sedikit penghindaran skala besar— menegaskan mitigasi memberi perlindungan inkremental kecuali hewan benar‑benar keluar dari zona risiko.

Implikasi operasional dan regulasi

ChatGPT Image Oct 2, 2025, 02_16_00 PM

Dampak kuantitatif terhadap operasi kecil namun nyata: ramp‑up, observer, dan shutdown menambah jeda ~0,02–0,06% waktu survei (pada data GOM yang dikutip), dengan program multi‑tahun melaporkan ~0,06% downtime dari total jam survei (www.researchgate.net). Pada survei 3D tipikal (100+ hari), artinya “beberapa jam” hilang —biasanya dapat diterima dibanding risiko ekologis. Kepatuhan protokol tinggi, walau efektivitas bervariasi menurut spesies.

Tidak ada satu langkah yang sakti. Soft‑start terbatas manfaatnya jika hewan tak merespons (pmc.ncbi.nlm.nih.gov); pengamatan visual bisa gagal di malam/ cuaca buruk sehingga banyak pedoman melarang ramp‑up di kegelapan (www.researchgate.net). Kombinasi metode (observer + penghindaran musiman/spasial) memberi hasil terbaik.

Perencanaan harus spesifik lokasi dan spesies: hindari area melahirkan paus (contoh Brazil; www.researchgate.net) atau puncak migrasi (rekomendasi untuk Laut Sawu, Indonesia; jakartaglobe.id). Gunakan riset terbaru: regulator New Zealand dan Uni Eropa mengintegrasikan data kepadatan paus lokal untuk menetapkan ukuran zona dinamis. Di Indonesia, standar UKL‑UPL mensyaratkan langkah pengelolaan (makassar.bsilhk.menlhk.go.id), sementara praktik terbaik internasional (IAGP, IMOA) menekankan penghindaran habitat kritis dan rencana pemantauan rinci (mmo-association.org) (mmo-association.org).

Ringkasan

Kebisingan airgun yang keras dari survei seismik dapat mengganggu mamalia laut (masking, stres, perubahan perilaku) dan, dalam derajat jauh lebih kecil, ikan serta invertebrata. Cedera pendengaran dan mortalitas terburuk terjadi sangat dekat sumber; dampak populasi luas belum terbukti, kecuali melalui eksklusi habitat atau stres kronis. Dalam praktik, ramp‑up dan pemantauan visual menurunkan risiko cedera insidental: operator menunda atau menghentikan operasi jika satwa dilindungi mendekat. Secara kuantitatif, laporan pengawasan dari program besar lepas pantai menunjukkan porsi waktu hilang karena mitigasi sangat kecil —puluhan jam dari ribuan jam operasi (www.researchgate.net). Namun prosedur ini krusial untuk kepatuhan perizinan dan social license to operate. Perencana proyek sebaiknya mengalokasikan waktu/biaya mitigasi, menerapkan EIA berbasis lokasi (sesuai standar Indonesia; makassar.bsilhk.menlhk.go.id), dan menjadwalkan survei di luar puncak keberadaan mamalia laut untuk meminimalkan konflik.

Sumber metodologi, data, dan regulasi yang dikutip dalam artikel ini: Frontiers Mar. Sci. 2023 (www.frontiersin.org); MDPI J. Mar. Eng. Sci. 2021 (www.mdpi.com) (www.mdpi.com); US BOEM BMP 2012 (www.researchgate.net) (www.researchgate.net); J. Exp. Biol. 2017 (pmc.ncbi.nlm.nih.gov); dokumentasi regulator (AS, Indonesia; makassar.bsilhk.menlhk.go.id), serta laporan investigasi Jakarta Globe (jakartaglobe.id) (jakartaglobe.id).

Chat on WhatsApp