Sedimentasi ditambah koagulasi/flokulasi berbasis polimer dan presipitasi fosfat mampu memangkas kekeruhan dan fosfor lebih dari 95%—dengan biaya operasi rendah dan jejak fasilitas ringkas.
Industri: Agriculture | Proses: Fertilizer_Application
Cucian agresif alat aplikator pupuk (“rinsate”) sering sarat lumpur halus dan nutrien terlarut. Pada 2024, Indonesia menggunakan ≈4,6 Mt urea dan 4,4 Mt NPK (www.argusmedia.com); bahkan fraksi kecil yang terbuang ke air cucian bisa memicu eutrofikasi perairan sekitar. Efluen cuci yang tidak diolah dapat mengandung ratusan mg/L padatan tersuspensi dan ammonium/fosfat tinggi. Target kepatuhan lingkungan menuntut padatan tersuspensi total, TSS (total suspended solids), tertangkap >90% dan sebagian besar N/P (nitrogen/fosfor) terlarut disisihkan.
Ulasan internasional mencatat bahwa kombinasi metode konvensional—sedimentasi plus koagulasi/flokulasi (coagulation/flocculation, proses penggabungan partikel bermuatan menjadi flok) dan presipitasi—lazim untuk efluen tipe ini (www.researchgate.net). Skema gabungan ini dilaporkan memberi >95% penurunan kekeruhan dan fosfor (link.springer.com) (www.researchgate.net). Meski ada tren pemulihan nutrien (mis. kristalisasi struvite), praktik lapangan umumnya memilih presipitasi kimia berbiaya rendah (alum/kapur) untuk memenuhi baku mutu.
Regulasi Indonesia dan target mutu efluen
Regulasi efluen Indonesia (mis. PP 82/2001 dan standar Permen LHK) mewajibkan TSS, BOD (biochemical oxygen demand, kebutuhan oksigen untuk mengurai bahan organik), dan nutrien berada di bawah ambang ketat. Meski belum ada aturan spesifik “cucian pupuk”, efluen terolah idealnya memenuhi mutu air Kelas II (mis. PO₄‑P < 0,2–1,0 mg/L) untuk melindungi biota akuatik. Sebagai pembanding, panduan FAO untuk irigasi hanya memperbolehkan beberapa mg/L total P/N.
Artinya, sistem sebaiknya menghasilkan efluen dengan fosfat jejak (puluhan µg/L) dan kekeruhan mendekati nol. Ini sejalan dengan literatur: flokulasi polimer menurunkan P dari 0,32 ke 0,022 mg/L (320→22 µg/L, 95% penyisihan) dan kekeruhan dari 145 ke <3 NTU (nephelometric turbidity unit, satuan kekeruhan; 98% penyisihan) pada limpasan pertanian tersimulasi (link.springer.com). Pada praktiknya, kriteria desain akan ditetapkan dinas lingkungan setempat; sebagai panduan, tingkat penyisihan >90–95% untuk TSS dan >80–90% untuk PO₄‑P adalah target lazim.
Rangkaian proses fisik‑kimia berbiaya rendah
Rantai multi‑tahap disarankan:
- Penyaringan kasar/pemisahan pasir. Saluran berjeruji di outlet pad menangkap debris besar, melindungi peralatan hilir. Perangkat seperti manual screen merupakan contoh sederhana, dan modul kategori waste‑water physical separation membantu penghadangan awal. Sedimentasi sederhana dapat mengangkat >50–70% partikel besar secara gravitasi.
- Sedimentasi primer. Klarifier beton (tangki aliran horizontal) atau pemisah vorteks menyediakan waktu detensi ~15–30 menit. Dalam 30 menit, pasir/tanah banyak yang mengendap. Catatan: partikel koloid yang sangat halus “tidak akan mengendap dalam waktu detensi praktis” tanpa flokulasi (nepis.epa.gov). Asumsi konservatif: 50–80% beban tersuspensi tersisih di tahap ini. Peralatan seperti clarifier memfasilitasi pengendapan dan pembuangan lumpur.
- Koagulasi/flokulasi. Di tangki pencampur, dosis koagulan dan polimer bermuatan tinggi (mis. kationik polyacrylamide, polyDADMAC, atau polyamine) dengan pengadukan cepat, lalu zona flokulasi lembut (retensi 15–30 menit) untuk pembesaran flok. Dosis terukur dengan dosing pump menjaga konsistensi. Kinerja: flok polimer mampu mengangkat 90–98% kekeruhan/koloid dan porsi besar fosfat; satu studi melaporkan 95% penyisihan PO₄‑P dan 98% penurunan kekeruhan pada dosis polimer ~10 mL/L (link.springer.com). Dibanding koagulan alami seperti tannin (yang mencapai <75% penyisihan P), polimer sintetis sangat efektif (www.researchgate.net). TSS residu pasca flokulasi sangat rendah (<20 mg/L). Produk flocculants dan coagulants lazim dipakai pada tahap ini.
Presipitasi fosfat dan kendali pH
Setelah flokulasi, fosfat terlarut yang tersisa perlu dipresipitasi. Di bejana reaksi terpisah (atau titik dosis di bejana flok), tambahkan garam logam seperti aluminum sulfate “alum”, ferrous sulfate, atau kapur. Alum lazim dipakai: ~80 mg/L alum pada pH ~6–7 menangkap ≈83% P pada uji pilot (www.researchgate.net). pH optimal sedikit asam (5,5–7) untuk membentuk presipitat Al(OH)₃ (sumber sama). Desain perlu memasukkan penyesuaian pH (dosis asam bila air cuci basa, atau kapur bila perlu menaikkan pH setelah alum). Mencapai 80–90% presipitasi P realistis dengan dosis tepat; pada beban moderat, total P dapat turun ke <0,1 mg/L, dan nilai efluen terolah <0,02 mg/L PO₄‑P telah dilaporkan di studi laboratorium (www.researchgate.net). Ko‑presipitasi dengan besi atau kalsium adalah alternatif bila alum tidak tersedia, meski logam menambah volume lumpur. Untuk opsi koagulan berbasis aluminium, formulasi seperti PAC lazim dipadukan sesuai kebutuhan proses.
Polishing efluen dan opsi reuse
Tahap akhir berupa filtrasi untuk “polishing” dapat memakai filter pasir atau media ganda. Media seperti sand silica efektif menangkap flok sisa, sementara untuk partikel halus yang tersisa dapat dipakai cartridge filter. Jika reuse butuh disinfeksi, UV dapat ditambahkan; opsi ultraviolet memberikan inaktivasi patogen tanpa bahan kimia dan dengan biaya operasi rendah. Untuk limbah bernutrien, disinfeksi biasanya tidak esensial.
Metri kinerja gabungan
Dikombinasikan, rangkaian ini mampu mencapai >95% penyisihan padatan tersuspensi dan >80–90% penyisihan fosfor. Sebagai contoh, proses koagulasi‑pengendapan dua langkah dengan polimer dapat menurunkan kekeruhan 95–99% (link.springer.com). Pada praktiknya, efluen pasca olah diharapkan <50 mg/L TSS (sering <10 mg/L) dan PO₄‑P <0,5 mg/L, sehingga memenuhi baku buang/irigasi.
Parameter desain dan kebutuhan kimia
Debit & ukuran: volume cuci per sesi ≈1–5 m³. Sediakan ~1–2 m³ equalization untuk meredam lonjakan. Tangki sedimentasi memberi retensi ~0,2–0,5 m³ per m³/menit aliran (koefisien desain umum ≈30–60 m²·menit/m³). Dosis koagulan/polimer otomatis ~10–50 mg/L. Contoh: mengolah 1 m³ dengan 20 mg/L polimer memerlukan 20 g produk—biaya hanya beberapa sen per cuci (harga polimer ≈$500–1500/ton). Dosis alum ~50–100 mg/L (50–100 g per m³). Tahap kimia dimonitor dengan meter kekeruhan dan pH.
Peralatan: agitator atau static mixer untuk dispersi koagulan; weir klarifier dengan hopper lumpur; pompa peristaltik untuk injeksi bahan kimia; kendali pH dengan tangki asam/basa; gunakan material tahan korosi. Kategori peralatan pendukung seperti water‑treatment ancillaries mencakup aksesori seperti housing dan fitting. Residu (sludge) terakumulasi di bak dan harus dikuras berkala ke TPA atau kompos; presipitat fosfat tak larut bisa diaplikasikan ke lahan sebagai pupuk P inert jika aturan lokal mengizinkan.
Kepatuhan lingkungan dan praktik operasi
Wash pad dan containment harus mencegah limpasan (beton atau lining plastik) dan mengumpulkan semua air bilasan. Banyak sistem menambahkan pemisah minyak/air bila ada oli/lemak (peralatan bertekanan tinggi kadang membawa pelumas); perangkat oil removal membantu menurunkan minyak bebas. Monitoring berkala mutu efluen (TSS, PO₄, NH₄) disarankan untuk menunjukkan kepatuhan. Dengan memakai kembali air tertangkap (untuk bilasan sekunder atau pengencer pupuk), pemakaian air berkurang dan nutrien tersirkulasi di lahan—pendekatan sirkular yang selaras kebijakan terbaru. Efluen terolah dibuang aman (mis. ke kolam resapan tertutup atau jaringan kota) hanya setelah memenuhi baku mutu.
Blueprint fasilitas wash‑down
- Wash Pad: lantai cuci berlereng, non‑porous, berpembatas; mengalir ke sump pusat (pit tanam).
- Bak Primer: sump dan saringan kasar (menangkap kerikil/daun); opsi perangkap minyak bila perlu.
- Tangki Sedimentasi: bawah tanah atau tangki dengan retensi ~30 menit; hopper scum/lumpur.
- Reaktor Flokulasi: zona rapid‑mix (injeksi koagulan/polimer) lalu zona flokulasi (adukan lembut).
- Klarifier Pengendap: untuk mengendapkan flok/presipitat; limpasan permukaan menuju outlet.
- Penyesuaian pH: dosing in‑line (kapur atau asam) untuk optimasi presipitasi bila perlu.
- Filter Akhir (opsional): cartridge atau sand filter untuk memastikan efluen bening.
- Pembuangan: outlet ke saluran irigasi, sumur resapan, atau sewer (sesuai regulasi).
Dosis kimia dan kontrol level otomatis memastikan penggunaan bahan kimia optimal, menekan biaya—fungsi yang selaras dengan peran dosing pump. Pembuangan lumpur rutin (mis. triwulanan) menjaga kinerja. Biaya investasi/MRO untuk usaha kecil tergolong moderat: tangki, mixer, dan pompa (sering
Kinerja akhir dan opsi tanpa pembuangan
Dengan desain ini, efluen cucian alat pupuk dapat turun ke <10 mg/L TSS dan <0,5 mg/L PO₄‑P—jauh di bawah batas lingkungan tipikal. Operasi berkelanjutan memulihkan air dan nutrien: fosfat yang tertangkap berpotensi mengimbangi sebagian kebutuhan pupuk jika presipitat didaur ulang atau diaplikasikan ke lahan. Fasilitas semacam ini bahkan dapat memenuhi sasaran “Zero Liquid Discharge” dengan menggunakan kembali seluruh air cuci ke lahan sekitar setelah pengolahan.
Sumber dan tolok ukur teknis
Metode dan capaian di atas selaras dengan ulasan/studi otoritatif: koagulasi dengan polimer merupakan standar untuk air bernutrien (www.researchgate.net) (link.springer.com); uji lab menunjukkan >95% penyisihan P dan penurunan kekeruhan nyaris lengkap setelah flokulasi polimer (link.springer.com) (www.researchgate.net); presipitasi dengan alum (~80 mg/L) mencapai ≈83% tangkapan P (www.researchgate.net); polimer sintetis (mis. PAC) secara signifikan melampaui ekstrak alami (80% vs <75% penyisihan P) (www.researchgate.net). Temuan ini menjadi rujukan target desain di atas.