Jar Test: Menentukan di Antara Alum, Ferric, dan PAC Pada Air Baku Pabrik Kertas

Koagulasi–flokulasi yang diikuti klarifikasi dan filtrasi terbukti memangkas kekeruhan hingga 90–99% pada air permukaan untuk pabrik pulp-kertas. Kuncinya: jar test yang disiplin, kontrol pH–alkalinitas, dan troubleshooting berbasis data.

Apa itu Jar Test?

Jar test (uji toples) adalah metode laboratorium sederhana yang digunakan untuk menentukan jenis, dosis, dan kondisi optimal bahan kimia koagulan–flokulan dalam proses pengolahan air, terutama pada tahap koagulasi–flokulasi

Industri: Pulp_and_Paper | Proses: Raw_Water_Intake_&_Treatment

Pabrik pulp dan kertas menghabiskan air tawar dalam jumlah besar—sekitar 60 m³ per ton kertas (sumber: www.researchgate.net). Tantangannya, air permukaan dari sungai atau waduk datang dengan kekeruhan tinggi dan koloid organik yang berubah musim ke musim (www.nyjxxb.net).

Solusi kerjanya sudah baku: koagulasi–flokulasi (C/F) memakai garam logam (alum, ferric chloride/sulfate) atau koagulan prepolimer seperti PAC (poly aluminum chloride), dibantu flocculant polimer ber-MW tinggi sebagai “coagulant aid”. Dalam kondisi optimal, C/F merontokkan 90–99% kekeruhan pada air permukaan ber-turbiditas tinggi (www.researchgate.net; link.springer.com). Studi bahkan melaporkan sekitar ~95% penurunan kekeruhan dengan ferric chloride dan ~99% dengan alum pada kondisi jar test (www.researchgate.net).

Kualitas hasil akhir ditopang oleh klarifikasi lalu filtrasi media cepat. Dengan flok yang kuat, >90% padatan dapat mengendap; efluen klarifier kerap mencapai <5–10% dari kekeruhan awal dan dipoles filter cepat ke <0,2–1 NTU (www.researchgate.net; www.researchgate.net).

Variabilitas kualitas air baku sungai

Air baku untuk pabrik pulp–kertas sering bersumber dari sungai/waduk yang fluktuatif. Laporan Indonesia menyorot variasi kekeruhan dan komposisi kimia yang nyata dari waktu ke waktu (www.nyjxxb.net). Implikasinya, jenis koagulan, pH, dan dosis harus dioptimasi spesifik sumber, bukan disalin dari tempat lain—dan di sinilah jar test menjadi penentu (www.researchgate.net).

Dasar C/F dan pilihan koagulan–flokulan

Koagulan hidrolysis seperti alum (aluminium sulfat) atau ferric chloride/sulfate bekerja dengan mendestabilisasi partikel bermuatan; PAC (pre-polymerized aluminium) sering memberi performa lebih stabil pada rentang pH lebih lebar. Flocculant polimer kationik/anionik berfungsi menjembatani partikel agar flok membesar. Temuan terbaru menunjukkan formulasi PAC berkinerja tinggi umumnya mengungguli alum dalam menurunkan kekeruhan; delapan PAC yang diuji menghasilkan kekeruhan residual lebih rendah daripada alum (www.researchgate.net). Dalam praktik industri, ragam koagulan seperti PAC dan paket coagulants dipilih setelah uji lab.

Contoh lokal: pada air waduk Indonesia dengan total padatan tersuspensi ≈320 mg/L, jar test menemukan dosis optimum ferric sulfate ~100 mg/L pada pH≈9 (jurnal.ugm.ac.id). Pada air keruh berlumpur ≈250 NTU, alum optimum ~250 mg/L pada pH~6 (link.springer.com). Contoh ini menegaskan: koagulan, pH, dan dosis harus ditentukan spesifik sumber.

Baca juga: Pengolahan Limbah Secara Kimia

Prosedur jar test laboratorium

Jar test (uji toples berpengaduk) adalah metode baku untuk memilih dan mengoptimasi koagulan–flokulan. Tahapan umum: ambil sampel representatif; ukur parameter awal (kekeruhan/NTU, pH, alkalinitas); siapkan beberapa beaker 1 L; siapkan larutan stok koagulan (Al₂(SO₄)₃, FeCl₃, PAC) dan polimer; dosis koagulan berbeda-beda (misalnya 0–300 mg/L), lalu segera lakukan rapid mix ~1–3 menit—contoh protokol: 250 rpm selama 2 menit untuk alum/ferric (studylib.net). Setelahnya, alihkan ke slow mix 40–60 rpm selama 10–15 menit untuk pertumbuhan flok (studylib.net), henti, dan endapkan 30–60 menit. Ukur kekeruhan efluen terendap di tiap beaker (www.researchgate.net).

Variasi pH (tambahan asam/basa) dan dosis polimer dilakukan bertahap: pertama, cari koagulan dan jendela pH/dosis terbaik; kedua, tambahkan flocculant polimer—seringkali 1–5 mg/L polimer kationik—setelah 1–2 menit rapid mix, kadang disusul “pulse” 10 detik di 250 rpm, lalu beberapa menit slow mix (studylib.net). Tujuan visualnya: flok besar, padat, cepat mengendap. Seluruh kondisi–hasil (NTU, pH) dicatat dan diplot untuk menentukan titik optimum; data ini kemudian diturunkan menjadi setpoint dan inventori bahan kimia.

Untuk penyiapan dan injeksi kimia presisi di unit uji maupun skala pabrik, solusi seperti dosing pump memudahkan replikasi kondisi jar test ke operasi penuh. Flocculant sebagai “coagulant aid” (bila diperlukan) dapat dirujuk pada portofolio flocculants.

Unit klarifikasi dan filtrasi media

Setelah C/F, air berflok masuk ke klarifier (bak pengendap). Desain yang umum: waktu tinggal 1–2 jam, distribusi aliran lembut, dan pembuangan lumpur rutin. Hanya dengan klarifier, efisiensi pelepasan padatan tersuspensi tipikal berada di kisaran 70–90% bergantung mutu flok dan beban permukaan; partikel >10–20 µm banyak yang tersisih. Implementasi industri kerap memanfaatkan peralatan seperti clarifier untuk fase ini.

Langkah berikutnya, filtrasi cepat berlapis (multimedia) untuk polishing. Media pasir–antrasit lazim dipakai; efluen pasca filter umumnya <0,5–1 NTU untuk air proses dan kerap mencapai mutu air minum <0,2–0,5 NTU (www.researchgate.net; www.researchgate.net). Skema backwash diperlukan untuk membersihkan media. Media yang relevan dalam konfigurasi ini mencakup sand silica dan anthracite.

Dalam beberapa sistem, klarifikasi diganti oleh flotasi udara terlarut (DAF) atau bahkan filtrasi membran—namun skema sedimentasi + media filter tetap tipikal. Pada kasus penggunaan membran, pra‑treatment dengan ultrafiltration (UF) dapat berperan sebagai penghalus partikel sebelum tahap hilir.

Baca juga: 

Penerapan Sistem Biofilter dalam Pengolahan Limbah Air

Kinerja gabungan dan isu lumpur

Secara keseluruhan, rangkaian C/F + klarifier + filter yang dioptimasi dapat menghapus lebih dari 5 log unit materi partikulat. Contohnya, plant pasca jar test kerap mencapai >99% pengurangan kekeruhan dan efluen jauh di bawah 1 NTU (www.researchgate.net; www.researchgate.net).

Dari sisi lumpur, garam Al (alum) umumnya menghasilkan volume lumpur lebih besar (Al(OH)₃) daripada garam Fe atau PAC pada dosis logam ekuivalen. Penambahan flocculant dapat mengurangi volume dengan membentuk flok lebih padat. Pemantauan berkelanjutan kekeruhan, pH, alkalinitas, dan residu logam (Al, Fe) pada efluen klarifikasi menjadi indikator performa.

Tren data jar test dan contoh dosis

Kurva hasil jar test tipikal: kekeruhan turun tajam di dosis rendah, mencapai minimum, lalu naik kembali bila overdosis (charge reversal). Pada “brown water” sangat keruh (250 NTU), alum optimal 0,25 g/L di pH~6 dan menghilangkan sebagian besar kekeruhan dalam 30 menit (link.springer.com). Pada reservoir ≈320 mg/L padatan tersuspensi, Fe-sulfate optimum ~100 mg/L di pH≈9 (jurnal.ugm.ac.id).

PAC sering menggeser optimum ke dosis logam lebih rendah: 5–20 mg/L Al dari PAC bisa menyamai atau melampaui 50–100 mg/L alum, dan memberi supernatan lebih jernih; satu studi mencatat PAC ~30% lebih baik pada kekeruhan terendap dibanding alum di dosis sama (www.researchgate.net). Dalam kasus optimasi PAC tertentu, koagulan terbaik (Hyperlon 4064) menghasilkan kekeruhan TERFILTER ≈0,15 NTU pada dosis ~2 mg/L Al (www.researchgate.net).

Untuk polimer, jendela dosisnya sempit: terlalu sedikit → flok lemah; terlalu banyak → restabilisasi (tanda: kekeruhan “balik” atau flok melayang) (studylib.net). Pencatatan rinci—biasanya spreadsheet berisi NTU, pH, dosis mg/L serta konversi kg/m³—mempermudah scaling ke operasi penuh.

Troubleshooting proses klarifikasi

ChatGPT Image Oct 20, 2025, 11_41_23 AM

  • Variasi air baku. Lonjakan kekeruhan atau perubahan pH/alkalinitas/organik mengganggu setpoint. Solusi operasional dalam praktik adalah meninjau ulang kondisi jar test terkini; penyesuaian dosis koagulan atau alkalinitas (kapur/kaustik) sering diperlukan—misalnya ketika pH turun, performa alum merosot (pdfcoffee.com).
  • Flok kurang terbentuk. Penyebab umum: dosis koagulan rendah, pH tidak cocok, polimer kurang, atau pencampuran tak memadai. Observasi “pin flocs” atau efluen keruh menunjuk kebutuhan menaikkan dosis polimer atau menurunkan intensitas aduk; waspadai overdosis yang menimbulkan charge reversal (studylib.net). Kembali ke jar test pada kualitas air terkini membantu mengarahkan koreksi.
  • Malfungsi peralatan. Periksa pompa kimia dan mixer: injektor polimer tersumbat, udara di pipa, atau paddle agitator bermasalah akan mengganggu flok. Verifikasi preparasi polimer (pengenceran berlebihan berpotensi “salt‑out”) dan titik injeksi; gunakan daftar periksa “dosing pump works?” bila ada deviasi (studylib.net). Di sisi pengadaan, lini dosing-pump membantu menjaga akurasi alir bahan kimia.
  • Flok patah atau “short floc”. Gaya geser berlebihan (mixing terlalu intens) merusak flok; efluen di inlet klarifier tampak “milky”. Opsi perbaikan dalam praktik adalah menurunkan intensitas aduk atau memperpanjang waktu flokulasi (pdfcoffee.com).
  • Lumpur naik/melayang. Sludge blanket naik ke permukaan ketika flok terlalu ringan/“sticky”. Penarikan lumpur rutin dan rake yang berfungsi penting; pengaturan pH/jenis koagulan atau dosis polimer kecil dapat menaikkan densitas flok. Panduan juga menyebut mengubah frekuensi pengurasan atau memperbaiki rake bila selimut lumpur merambat (pdfcoffee.com).
  • Channeling/short‑circuiting. Ketidakrataan aliran menurunkan kinerja. Inspeksi baffle inlet dan weir untuk meratakan hidraulika.
  • Warna/organik residual. Sebagian NOM (natural organic matter) tidak hilang sepenuhnya oleh koagulasi. Optimasi koagulan (dosis lebih tinggi atau kimia alternatif seperti PAC) membantu; bila organik sangat tinggi, adsorpsi hilir dengan activated carbon atau oksidasi mungkin diperlukan.

Pemulihan performa pada praktik operasi dilakukan melalui observasi dan retesting laboratorium: ketika kinerja turun, operator menjalankan jar test pada air baku terkini dan mensimulasikan kondisi skala penuh (pdfcoffee.com; pdfcoffee.com). Pencatatan konsisten (NTU, pH, alkalinitas, pemakaian koagulan) membantu mendeteksi tren seperti kebutuhan dosis yang meningkat seiring penurunan mutu air baku.

baca juga: 

Pengertian dan Pengaruh TDS dan TSS Terhadap Kualitas Air

Hasil terukur dan standar operasi

Secara terukur, plant C/F + klarifier yang dioperasikan baik mampu menurunkan kekeruhan dari ratusan NTU di sungai menjadi jauh di bawah 1 NTU pasca filtrasi; TSS (total suspended solids) lazimnya turun 90–99% melalui C/F. Satu studi jar test dengan alum melaporkan ~94% penurunan kekeruhan pada dosis optimal (www.researchgate.net). Target mutu air minum kerap ≪1 NTU, selaras dengan performa yang dicapai setelah optimasi (www.researchgate.net).

Rujukan teknis dan data

Seluruh rekomendasi berakar pada studi, manual industri, dan data jar test: konsumsi air pabrik kertas (~60 m³/ton) (www.researchgate.net); variabilitas air baku Indonesia (www.nyjxxb.net); metode jar test dan efisiensi tipikal 90–99% (www.researchgate.net; link.springer.com); performa PAC mengungguli alum dan hasil turbidity ≈0,15 NTU (www.researchgate.net); protokol mixing 250 rpm/2 menit dan 40–60 rpm/10–15 menit, serta catatan overdosis polimer/charge reversal dan checklist peralatan (studylib.net; studylib.net; studylib.net); koreksi operasi di lapangan (penyesuaian dosis, waktu flokulasi, rake/pengurasan lumpur, simulasi skala penuh) (pdfcoffee.com; pdfcoffee.com); dan efisiensi ~94% dengan alum pada studi tertentu (www.researchgate.net).

Chat on WhatsApp