Seperti pernah kita bahas di artikel sebelumnya, air tanah dan air permukaan mengandung dua macam...
Koagulasi, Flokulasi dan Clarifier
Air tanah dan air permukaan mengandung dua macam padatan:
- Padatan tersuspensi atau Total Suspended Solids (TSS), ukuran partikel 0.01 -10 mikron
- Padatan terlarut atau Total Dissolved Solids (TDS), ukuran partikel<0.01 mikron.
TSS umumnya melayang di dalam air karena bermuatan negatif dan saling tolak satu sama lain, sehingga sulit untuk disatukan dan diendapkan. Oleh karena itu untuk menurunkan kandungan TSS secara umum dilakukan tahap penyaringan berupa koagulasi – flokulasi – sedimentasi – filtrasi.
Koagulasi adalah proses penambahan injeksi atau dosing koagulan (coagulant) yang bermuatan positif untuk menetralkan TSS yang bermuatan negatif. Proses ini dibantu dengan menggunakan rapid mixer dengan retention time 1-3 menit. Setelah netral, maka TSS akan saling menempel dan membentuk flok-flok kecil.
Flokulasi adalah proses penambahan injeksi atau dosing flokulan (flocculant / polymer) untuk membuat flok-flok kecil bergabung menjadi flok-flok besar, dengan bantuan slow mixer dan retention time 15-20 menit.
Clarifier adalah proses pengendapan/sedimentasi flok-flok besar tadi dengan prinsip gravitasi. Type clarifier bermacam-macam, namun yang paling umum adalah Circular Clarifier dan Rectangular Lamella Clarifier. Circular Clarifier biasanya digunakan jika kapasitas dan lahan yang dimiliki cukup besar, sedangkan Lamella Clarifier biasanya dipilih jika lahan terbatas.
Lalu bagaimana cara mengetahui area lahan yang diperlukan untuk clarifier? Dimensi clarifier tergantung pada hydraulic loading rate (HLR), yaitu flowrate air per area pengendapan di Clarifier. Typical HLR untuk clarifier adalah 0,5-1 m3/(m2.jam). Sebagai contoh, jika flowrate air sungai 100 m3/jam dengan HLR 1 m3/(m2.jam), maka area clarifier yang diperlukan = flowrate/HLR = (100 m3/jam) / (1 m3/m2.jam) = 100 m2. Jika clarifier berbentuk circular, maka diameter clarifier bisa dihitung dengan rumus luas lingkaran, yaitu 11,2 m, atau jika clarifier berbentuk rectangular maka bisa menggunakan rasio P : L = 4 : 1, atau sekitar P 20m : L 5m. Cukup besar bukan?
Nah bagaimana jika area yang kita miliki tidak sebesar itu? Untuk itu bisa dikurangi dengan memakai lamella clarifier. Lamella Clarifier menggunakan total luas projected area dari deretan plate atau tube settler yang dipasang miring dengan sudut 55-60° dengan jarak antar settler 2-5 cm. Dengan demikian, footprint clarifier berkurang karena flok-flok besar akan menabrak settler dan mempercepat waktu pengendapan.
Untuk contoh Clarifier di atas, jika kita memakai plate settler berukuran P 2,4mx L 1,2m dan sudut kemiringan 60° maka projected area per plate = (2,4 x cos 60°) x 1,2 = 1,44 m2. Jumlah plate yang dibutuhkan = 100 m2 / 1,44 m2 = 70 plate. Jika jarak antar plate 5 cm, maka kita perlu panjang area sebesar (70 x 5 cm) + (2 x 1,2m) = 5,9 m. Total area yang dibutuhkan ± P 6m : L 1,5m, jauh lebih kecil dari perhitungan area tanpa lamella settler di atas.
Desain koagulasi-flokulasi-sedimentasi yang baik tidak hanya memperhitungkan dimensi fisik equipment-nya saja. Pemilihan jenis dan dosis bahan kimia coagulant dan flocculant yang tepat juga sangat penting untuk keberhasilan proses penurunan TSS dari sumber air. Oleh karena itu segera hubungi tim engineering kami untuk diskusi lebih lanjut. Demikian artikel kita kali ini, semoga bermanfaat. Sampai jumpa di artikel selanjutnya tentang Media Filtrasi